x

Iklan

Hamzah Abdir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:55 WIB

Implementasi Kendaraan Listrik sebagai Pengganti Kendaraan Konvensional merupakan Kesalahan dan Kurang Tepat dalam Sistem Transisi Energi.

Implementasi Kendaraan listrik sebagai pengganti kendaraan berbasis karbon yang mulai diterapkan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, merupakan kesalahan fatas yang tidak efisien dan kemungkinan dapat merugikan negara tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap transisi energi dan sumbangsihnya kepada pencegahan perubahan iklim. Ditambah dengan adanya dugaan mengenai kepentingan elit penguasa dalam implementasi kebijakan tersebut menyebabkan semakin biasnya penerapan kendaraan listrik sebagai solusi utama dalam transisi energi. Sektor transportasi umumlah yang seharusnya mendapat perhatian lebih jika fokus utama adalah untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh kegiatan ekstraksi maupun kegiatan konsumsi energi secara berlebihan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Energi merupakan salah satu sumberdaya paling strategis selain sumberdaya primer seperti makanan dan air di abad 21 ini. Secara definisi energi merupakan kapasitas yang dimiliki oleh suatu objek untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas (Britannica). Kebutuhan energi sebagai sumberdaya strategis sendiri mulai naik semenjak adanya revolusi industri yang terjadi semenjak akhir tahun 1800. Kebutuhan akan konsumsi energi yang terus naik ini sendiri selama 100 tahun terakhir selalu didominasi akan sumberdaya hidrokarbon berupa minyak dan gas bumi. Mengutip dari penelitian Davies (2022) bahwa tingkat Supply and Demand minyak di dunia meningkat dari sekitar 78 juta barel perhari di tahun 2000 menjadi 100 juta barel perhari di tahun 2020. Sedangkan tingkat Supply and Demand gas meningkat dari 2500 miliar m kubik pertahun di tahun 2000 menjadi 3800 miliar m kubik pertahunnya. Kebutuhan akan energi yang terus naik membuat kegitan ekstraksi dan konsumsi akan sumberdaya hidrokarbon juga semakin meningkat, hal tersebut membuat banyaknya faktor faktor di lingkungan menjadi terpengaruh. Salah satu faktor terbesarnya adalah faktor perubahan ikim.

Perubahan iklim sendiri merupakan proses yang terjadi secara bertahap dikarenakan berbagi faktor yang mengakibatkan adanya penambahan atau pengurangan suhu rata rata di permukaan bumi sehingga menyebabkan adanya perubahan cuaca secara lokal maupun iklim secara regional. Dari ilmu geologi kita dapat mengetahui bahwasanya perubahan iklim merupakan suatu proses yang sebenarnya terjadi secara rutin. Hal tersebut dibuktikan dengan kandungan karbon yang ada pada batuan serta kandungan air dan udara yang terperangkap dalam es, istilah ilmiah dari proses ini selama beberapa ratusan ribu tahun terakhir adalah masa glasial dan interglasial serta masa stadial dan interstadial.

Secara siklus alami tadi, seharusnya permukaan bumi sekarang sedang mengalami proses pendinginan yang dibuktikan dengan banyaknya peristiwa little ice age yang tercatat terutama di eropa bagian utara semenjak tahun 1500-an. Namun dikarenakan kegiatan industri manusia, terutama setelah tahun 1930-an, terjadi peningkatan suhu secara signifikan dan dalam kurun waktu yang cepat sehingga banyak faktor faktor alam seperti organisme, ekosistem, maupun lanskap bumi yang sudah ada sebelumnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan mengakibatkan ketidakmampuan beradaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang berubah secara cepat. Jika hal ini dibiarkan, maka banyak yang memperkirakan akan terjadi kepunahan masal ke-6 dalam sejarah bumi dan hal tersebut akan sangat berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk mengatasi akan permasalahan tersebut, banyak peneliti maupun komunitas masyarakat yang memiliki perhatian akan hal ini melakukan berbagai macam upaya untuk memperlambat proses kenaikan suhu yang sudah diakibatkan oleh manusia tanpa mengganggu stabilitas kebutuhan energi yang tetap meningkat. Salah satu solusi dari permasalahan ini adalah berupa diversifikasi sumber energi yang lebih bersih dan menghasilkan lebih sedikit emisi karbon maupun unsur lainnya yang dapat menjadi katalis perubahan iklim. Hingga saat ini, beberapa sumber energi lain yang dapat menjadi alternatif dari sumberdaya hidrokarbon sebagai sumber energi masih sedikit digunakan jika dibandingkan dengan sumberdaya hidrokarbon dikarenakan oleh berbagai faktor. Contohnya untuk penggunaan air sebagai sumberdaya alternatif seperti bendungan masih membutuhkan sumber air yang banyak, ditambah lagi dengan pengaruh keterdapatan bendungan pada ekosistem lokal dan dari beberapa penelitian terakhir menyebutkan bahwa bendungan yang tidak efisien akan menghasilkan emisi krbon dari pembusukan zat organik yang mengendap di sisi bendungan. untuk sumberdaya angin dan sinar matahari juga masih terkendala oleh belum ekonomisnya bahan bahan penyusun kincir angin ataupun solar panel, ditambah dengan ketidakstabilan kedua sumberdaya tersebut yang mengakibatkan dibutuhkannya sumber daya baterai yang efisien dimana teknologi yang ada sekarang masih jauh dari kta cukup. sedangkan untuk sumberdaya panasbumi sendiri keterdapatannya masih sangat terbatas dan besar energi yang dihasilkannya juga jauh dari kta cukup untuk memenuhi kebutuhan energi satu indonesia (ditambah lagi dengan kondisi geografi indonesia yang berupa pulau pulau). Sumberdaya nuklir juga masih belum bisa jadi opsi yang benar benar dapat digunakan di Indonesia karena masih sedikitnya temuan dari kegiatan eksplorasi Uranium sebagai sumber daya fusi nuklir yang dilakukan diIndonesia serta teknologi di Indonesia sendiri yang masih belum bisa dibilang cukup aman untuk melakukan sumberdaya nuklir sebagai salah satu sumber energi.

Dari beberapa penjelasan sebelumnya, beberapa sumberdaya potensial seperti angin, sinar matahari, serta panas bumi merupakan sumber daya yang paling potensial untuk mengiringi sumberdaya hidrokarbon dalam statusnya sebagai sumber energi utama. Namun ketidak efisienan pengelolaan bahan bahan yang dibutuhkan dalam menyusun penangkap sumber energi tadi, memiliki arti bahwa kebutuhan akan sumber daya mineral untuk penyusun sumber energi terbarukan masih cukup besar, ditambah dengan hampir tidak adanya skema daur ulang dari barang barang elektronik yang memiliki kandungan mineral serta logam berat yang dapat digunakan untuk menyusun pembangkit energi terbarukan menjadikan kebutuhan Indonesia akan bahan tambang yang fresh dalam kegiatannnya untuk berpartisipasi dalam transisi energi masih dipertanyakan.

Hal diatas diperparah dengan adanya wacana pemberlakuan Electric Vehicle (EV) sebagai pengganti kendaraan berbasis hidrokarbon. Sumber energi utama dari EV merupakan Baterai, sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya, teknologi baterai saat ini sendiri masih belum bisa dikatakan efisien sehingga akan membutuhkan sumber daya tambang seperti nikel, lithium, serta berbagai macam mineral lainnya untuk pembuatan baterai baru tiap tahunnya. Bayangkan jika seluruh kendaraan di Indonesia digantikan dengan EV, berapa banyak sumber daya tambang yang dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Hal tersebut tentunya bukanlah solusi yang paling baik bagi lingkungan, karena sama saja dengan menggantikan kebutuhan akan hidrokarbon dengan kebutuhan mineral serta logam berat lainnya yang akan membuat ekspansi industri pertambangan semakin tidak terkendali dan menambah "oknum" tambang yang tidak memperdulikan lingkungan serta mencari Loophole dalam regulasi untuk menghindari pengeluaran tambahan yang dikeluarkan melalui AMDAL.

Fakta bahwa Indonesia juga me"rush" pergantian kendaraan berbasis hidrokarbon dengan kendaraan listrik juga diperparah dengan fakta bahwasanya terdapat sejumlah pejabat yang memiliki industri kendaraan listrik seperti,

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melaui PT Toba Bara Sejahtera Energi Utama Tbk (TOBA)
Kepala staf kepresidenan Moeldoko melalui PT Mobil Anak Bangsa (MAB)
Ketua MPR Bambang Sosatyo melalui Bike Smart Electric (BS Electric)

Melalui hal tersebut tentunya dapat membuat kita berasumsi bahwasanya terdapat kepentingan antara implementasi kendaraan listrik dengan kepentingan penguasa. Hal yang sepatutnya dilakukan dalam kegiatan transisi energi adalah diversifikasi energi melalui pembagian pengembangan sumber energi baik hidrokarbon, energi terbarukan, serta sumber lainnya yang diiringi dengan pengurangan bertahap terhadap konsumsi energi yang berlebihan melalui pengembanan kota dan sistem transportasi umum yang lebih memadai sehingga dapat mengurangi salah satu penyumbang sumber karbon utama yaitu pengunaan kendaraan pribadi oleh masyarakat umum.

 

Referensi 

Craig, Jonathan. (2022). The “Energy Transition”: myth or reality?. EPJ Web of Conferences. 268. 00004. 10.1051/epjconf/202226800004. 

Davies, Andrew & Simmons, Mike. (2021). Demand for ‘advantaged’ hydrocarbons during the 21st century energy transition. Energy Reports. 7. 4483-4497. 10.1016/j.egyr.2021.07.013. 

Ikuti tulisan menarik Hamzah Abdir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler