x

Iklan

Nurul Fadli Gaffar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 10:33 WIB

Pesisir Bantaeng yang Diluluhlantakkan Industri Nikel

Pemandangan laut merah di sepanjang pesisir pantai, aroma asing yang menyengat hidung hingga terasa di kepala, dan tampilan cerobong yang tak henti mengeluarkan asap-debu, menjadi suatu pengalaman liar saat melintasi pabrik nikel di Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng. KIBA dengan gembar-gembornya menjadi industri strategis nyatanya telah memberikan sebuah gambaran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh warga. Hingga tahun 2023 ditargetkan ada 5 smelter yang beroperasi dengan target produksi sebesar 320.000 ton/tahun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah daerah di Kabupaten Bantaeng kini menghadapi tafsir yang saling bertabrakan dalam mega proyek Industri Nikel di Kecamatan Pa'jukukang. Kebijakan pemerintah daerah yang memiliki alasan baik membangun pertumbuhan ekonomi nasional dengan dalih memproduktifkan lahan yang dianggap kritis di kabupaten bantaeng pada faktanya telah memberikan ketidakadilan kepada masyarakat sekitar.

Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) dimulai dengan pembentukan Perda Bantaeng Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantaeng Tahun 20212-2032. Kecamatan Pa’jukukang didaulat sebagai kawasan industri besar dengan luas wilayah mencapai 3128 hektar.

KIBA juga ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Permenko 9 Tahun 2022 tentang Perubahan Permenko 7/2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Berdasarkan data dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Bantaeng selama rentang 2010 hingga 2017 tercatat 13 perusahaan dengan berbagai bidang usaha. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aktivitas industri pemurnian ore nikel menjadi feronikel di Kabupaten Bantaeng yang dilakukan oleh PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di dalam Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) mengakibatkan perubahan pengelolaan potensi pesisir-laut yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. 

PT Bantaeng Sinergi Cemerlang, perseroda Kabupaten Bantaeng yang memprakarsai dengan pendapatan berasal dari operasional dan sewa lahan. Pada tahun 2021 Perseroda tersebut mengantongi keuntungan mencapai 1,72 miliar.

Dari semua jenis industri yang ada di KIBA, nikel menjadi sektor industri terbesar yang beroperasi. Total lokasi untuk industri yang masuk sub zona industri dan logam dasar mencapai 1.358,25 Ha dari total luasan kawasan sebesar 3.128 Ha.

PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel yang beroperasi di KIBA dengan luas 100 Ha. Kapasitas tanur atau tungku besar PT HNI untuk tahap 1 sebanyak 16.500 KVA dengan total nilai investasi mencapai 80 juta USD.

Sedangkan untuk kapasitas tanur tahap 2 sebanyak 36.000 KVA dengan nilai investasi sebanyak 160 juta USD. Sebagian besar feronikel yang dihasilkan diekspor ke Cina.

WALHI Sulawesi Selatan, dalam beberapa kesempatan telah menyampaikan dampak buruk akibat beroperasinya industri nikel di KIBA.

“Sudah banyak warga yang mengeluh semenjak ada pabrik, yang paling parah ada pada pencemaran udara pabrik yang mengakibatkan masalah kesehatan serius dan air limbah yang masuk ke laut melalui sungai kecil,” kata Kottir seraya menunjukkan dokumentasi pencemaran HNI, April lalu.

Bertani dan Melaut di Laut Tercemar

Pemandangan laut merah di sepanjang pesisir pantai, aroma asing yang menyengat hidung hingga terasa di kepala, dan tampilan cerobong yang tak henti mengeluarkan asap-debu, menjadi suatu pengalaman liar saat melintasi pabrik nikel di Kecamatan Pa'jukukang, Kabupaten Bantaeng.

Kottir selaku kepala Departemen Eksternal WALHI Sulsel,  membeberkan bahwa WALHI Sulsel tengah melakukan monitoring secara berkala terkait dampak pencemaran air laut oleh pihak HNI. Menurutnya dampak yang dirasakan oleh masyarakat dibagi berdasarkan jenis pekerjaannya, terdiri dari nelayan, pembudidaya rumput laut, pembuat batu bata dan masyarakat umum.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan WALHI Sulsel di pesisir Desa Baruga dan Papanloe, nelayan merasakan dampak yang sangat signifikan terhadap nelayan. Nelayan kini telah kehilangan ruang atas rumpongnya (wilayah tangkap). 

“Keberadaan jetty untuk bongkar muat jetty mengganggu fungsi ekologis perairan sekitar, ditambah pencemaran dari aktivitas bongkar muat batubara dan ore nikel kerap mengalami tumpah, hingga oli kapal yang dibuang begitu saja di area jetty,” ujarnya.

Bagi masyarakat pesisir Bantaeng, laut menjadi sumber pencarian utama sebagian besar masyarakat. Nelayan dan bertani rumput laut mendominasi sektor pekerjaan. Sebelum beroperasinya KIBA, warga biasanya mendapat penghasilan minimal 9 juta dalam sekali panen rumput laut.

Namun sejak 2017 saat KIBA mulai beroperasi dengan adanya pelabuhan yang didirikan, penghasilan rumput laut jauh berkurang. Warga biasanya dalam satu bentangan tali dapat menghasilkan 7 kilogram, kini hanya bisa mencapai 4-5 kilogram.

Saat kami menemui Daeng Rahman, ia menjelaskan bagaimana rumput laut mereka biasa menjadi putih ketika air menjadi keruh. Dijelaskan bahwa memang ketika banyak air tawar yang masuk di laut biasa menyebabkan rumput laut mati.

Akan tetapi hal ini diperparah semenjak adanya pabrik smelter di kampung mereka sebab adanya pencemaran dan aktivitas kapal yang kerap merusak bentangan rumput laut.

“Kalau hujan, itu biasa air laut langsung berubah jadi merah, gara-gara itu biasa kita rugi karena pasti langsung mati itu rumput laut,” terang Daeng Rahman seorang petani rumput laut.

Hal tersebut lantaran kapal tongkang pengangkut bahan baku, oro nikel, secara terus terusan menjatuhkan menjatuhkan material ke laut. Akibatnya air menjadi keruh dan berlumpur, yang menyebabkan rumput laut rusak. 

Belum lagi sering kali warga mendapatkan tali rumput lautnya rusak dikarenakan lalu lintas kapal yang menabrak wilayah tanam warga. Tidak cukup sampai disitu, air tawar yang dibuang ke pesisir laut menyebabkan rumput laut mati. 

Ia mengungkap jika air tawar mengenai rumput laut warga, menyebabkan rumput laut memutih atau mati, alhasil rumput yang mati tidak dapat digunakan kembali untuk membuat bibit.

“Dulu memang sering mati kalau kena air hujan secara terus menerus, tapi ini air tawar dari limbah yang penuh lumpur namatikanki rumput laut. Kalau warna putihmi pasti langsung jatuh-jatuh itu rumput lautkah,” terangnya sembari mengikat rumput laut.

Situasinya tidak jauh berbeda dengan kondisi nelayan pesisir Bantaeng. Di Desa Baruga, nelayan memiliki lima lokasi utama wilayah tangkap yang mereka sebut dengan Rompong 1, Rompong 2, Rompong 3, Rompong 4 dan Laikang.

Air yang keluar dari dalam pabrik HNI membawa larutan material ore nikel ke laut, membawa perubahan warna laut yang terjadi ketika musim penghujan seketika menyulapnya dari biru menjadi coklat kemerahan. Kondisi ini jelas mempengaruhi kualitas air laut dan hasil tangkap nelayan.

Sejak turun-temurun mereka telah melakukan penangkapan di lokasi tersebut. Lanra’ atau jaring dalam bahasa lokal menjadi alat tangkap yang digunakan nelayan. Warga biasanya memasang lanra’ kisaran pukul 10.00-12.00 lalu mengecek kembali hasilnya pada sore hari sekitar jam 15.00.

Aktivitas kapal di pelabuhan telah menyebabkan perubahan hasil tangkapan nelayan nelayan. Hingga 2023, sekitar 12 kapal lalu lalang di pelabuhan tiap harinya.

Lantaran jalur kapal yang dilalui merupakan wilayah tangkap nelayan yang memasang lanra’. Hal itu pula yang membuat warga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menangkap lebih jauh diluar dari biasanya.

“Sekarang harusmi jauh-jauh cari ikan, kalau dekat sini sudah susah karena ada jetty dan kapal besar, air lautnya juga kalau warna merah kadang bikin gatal,” ujar Daeng Maju’, seorang nelayan memberikan keterangan soal wilayah tangkapnya.

Menggali Lebih Dalam, Hasilnya Nihil

Nelangsa masyarakat pesisir yang tinggal di sekitar KIBA tidak berhenti. Air yang menjadi kebutuhan esensial warga untuk keseharian juga direnggut melalui keberadaan smelter.

Bagi warga yang berprofesi sebagai bantilang atau pembuat batu bata, air merupakan bahan bakunya. Keringnya sumur-sumur warga menyebabkan beberapa warga gulung tikar. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, dalam tiga tahun terakhir banyak warga yang sudah tidak melakukan bantilang.

“Selama 20 tahun sumur itu difungsikan untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti mencuci, mandi, jamban, menyiram tanaman dan juga dipakai untuk membuat batu bata. Dan tidak pernah kering seperti ini. Sekarang kalau mau dapat air harus pakai sumur bor minimal 50 meter.” terang Sumardi, warga Desa Papanloe yang berprofesi sebagai bantilang.

Sumur yang menjadi sumber air warga telah mengering, tidak sama lagi sebelum beroperasinya smelter di KIBA. Rata-rata sumur yang ada di Desa Papanloe memiliki kedalaman 20-25 meter dan telah digunakan selama 20-40 tahun. Akibatnya, warga kesulitan untuk mendapatkan akses air bersih.

Bagi yang memiliki modal, akan menggali lebih dalam lagi sumurnya hingga 50 meter. Berdasarkan penuturan warga, penyebab utamanya adalah penggunaan air tanah secara massif di KIBA untuk smelter.

Terhitung sejak 2021, PT HNI menyalurkan air bersih di Desa Papanloe melalui Program Corporate Social Responsibility (CSR). Namun air yang dibagikan sangatlah terbatas, akibatnya memunculkan konflik baru. Pertengkaran untuk mendapatkan air tak jarang terjadi antar warga.

KIBA dengan gembar-gembornya menjadi industri strategis nyatanya telah memberikan sebuah gambaran yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya oleh warga. Hingga tahun 2023 ditargetkan ada 5 smelter yang beroperasi dengan target produksi sebesar 320.000 ton/tahun. 

Merujuk pada AMDAL, KIBA dari tahun 2019 hingga 2037 diproyeksikan akan terus meningkatkan operasinya. Tahun 2023 proyeksi produksi KIBA mencapai 900.000 ton/tahun.

Sumber pencaharian pesisir, bertani rumput laut dan nelayan telah menyebabkan kerugian yang signifikan. Air yang menjadi sumber esensial turut direnggut, menyebabkan mereka sulit mendapatkan akses air bersih di tanahnya sendiri.

 

 #LombaArtikelJATAMIndonesiana

Tulisan oleh Nurul Fadli Gaffar, Muhammad Riszky dan Abdul Rafi Syafaat

Ikuti tulisan menarik Nurul Fadli Gaffar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB