x

Ilustrasi mobil listrik. Sumber foto: indiatimes.com

Iklan

Riffat Akmal R

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 10:58 WIB

Elektrifikasi Kendaraan di Indonesia Bak Buah Simalakama


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagai makan buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati bapak. Segala pilihan yang ada serba salah. Peribahasa tersebut menggambarkan dengan tepat situasi elektrifikasi kendaraan di Indonesia saat ini. Mengapa demikian?

Prolog dari dilema ini berawal di kota cinta, Paris. Nampaknya Tuhan cinta untuk menciptakan revolusi di negara Prancis. Pada 2015, sebuah momen bersejarah untuk umat manusia terjadi. Konferensi Perubahan Iklim oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-21 Paris melahirkan Kesepakatan Paris (the Paris Agreement). 

Kesepakatan Paris merupakan kesepakatan di antara negara-negara anggota PBB untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat celsius. Pemanasan global merupakan fenomena meningkatnya suhu rata-rata bumi yang diakibatkan oleh efek rumah kaca. Akibat dari pemanasan global sangat beragam, mulai dari cuaca yang ekstrem, krisis air bersih, dan bencana lainnya. Fenomena ini disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil. Target nol emisi karbon (net zero emission) pada tahun 2050 pun ditetapkan. Sebuah revolusi tak terhindarkan sebagai buah dari Kesepakatan Paris. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, kehidupan masyarakat masih lekat dengan aktivitas yang melibatkan bahan bakar fosil, salah satunya adalah penggunaan kendaraan bermotor. Di titik inilah kosa kata elektrifikasi mulai dipopulerkan.

Definisi dari “elektrifikasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemakaian atau penggantian dengan listrik (sebelumnya tidak digunakan listrik). Kosa kata elektrifikasi dalam konteks pemanasan global ditujukan pada kendaraan berbahan bakar fosil. Elektrifikasi kendaraan bermotor merupakan transisi bahan bakar dari sumber daya fosil menuju sumber daya listrik. Elektrifikasi menjadi sorotan karena dianggap dapat mengurangi emisi karbon dari pembakaran sumber daya fosil. Mirisnya, segelintir pihak masih bernafsu mengeruk untung di tengah gerahnya pemanasan global. Bukan karpet merah yang menyambut transisi menuju nol emisi karbon di Indonesia, melainkan jalan bebatuan terjal.

Elektrifikasi kendaraan pada dasarnya membuat penggunaan kendaraan menjadi lebih ramah lingkungan, baik dari polusi udara ataupun bahan bakarnya. Di Indonesia, yang terjadi bukanlah demikian, setidaknya saat artikel ini diterbitkan. Terdapat dua hal yang membuat elektrifikasi kendaraan di Indonesia merupakan usaha sia-sia sebagai transisi ramah lingkungan. Produksi bahan bakar listrik dan baterai.

Listrik merupakan elemen utama dalam elektrifikasi kendaraan bermotor. Kunci dari keramahan lingkungan elektrifikasi terletak pada bahan bakar listrik. Konflik dari drama elektrifikasi dimulai pada hulu aliran listrik di Indonesia. Asap dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) memuaskan dahaga cuan para oligarki dan menyesakkan pernapasan rakyat jelata.  

PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara dan membuang polusi udara sudah pasti bertentangan dengan prinsip ramah lingkungan. Ironisnya, Indonesia masih memiliki ketergantungan pada PLTU sebagai produsen listrik. Secara data, PLTU menjadi pemasok listrik terbesar ketimbang pembangkit listrik lainnya, yakni sebesar 41,2 Gigawatt (51,85%) pada tahun 2022. Pahitnya lagi, angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 37 Gigawatt (50%) pada tahun 2021. 

Data juga dapat berbicara tentang dampak buruk PLTU bagi pemanasan global. Tak tanggung-tanggung, 1 Gigawatt yang dihasilkan PLTU ekuivalen dengan 5 juta ton karbon dioksida. Tak hanya emisi karbon, dampak langsung juga terasa oleh warga sekitar PLTU, baik dari gangguan pernapasan maupun rusaknya alam.

Pemerintah pun telah mengetahui hal tersebut. Berbagai upaya juga telah dan sedang diterapkan demi mempercepat transisi dari PLTU. Salah diantaranya dengan pajak karbon (carbon tax). Pengertian dari pajak karbon ialah pajak yang dikenakan pada sesuatu yang menghasilkan emisi karbon, tak terkecuali PLTU. Implementasi pajak karbon bertujuan untuk mendorong para pelaku ekonomi segera melakukan transisi menuju energi yang rendah karbon. 

Belum sempat bernapas lega, ada lagi batu sandungan yang kali ini menimpa pajak karbon. Penundaan implementasi pajak karbon untuk PLTU hingga 2025 oleh pemerintah membuat para pengamat keheranan. Adanya penundaan ini membuat pemerintah seakan-akan tak sudi dengan transisi energi terbarukan. Spekulasi adanya lobi dari pengusaha batu bara pun bermunculan. Tak hanya itu, ada juga dugaan bahwa pemerintah tidak memiliki keseriusan dalam mencapai target nol emisi karbon. Banyak pihak yang menyayangkan keputusan tersebut. Penerapan pajak karbon tidak memiliki alasan untuk ditunda agar pemerintah segera mencapai target Kesepakatan Paris.

Upaya melanggengkan PLTU di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Gelaran karpet merah bagi oligarki sudah biasa dicurigai publik. Temuan ICW (Indonesia Corruption Watch) pada tahun 2020 memperkuat spekulasi publik. Proyek PLTU melibatkan orang-orang terkaya di Indonesia dan kasus korupsi bermunculan. Mulusnya lobi mereka membuat warga sekitar PLTU menghirup dan terpapar asap. Pemerintah tutup mata dan telinga. Secara gamblang, dapat kita simpulkan bahwa bahan bakar listrik masih bermasalah untuk transisi ramah lingkungan.

Buanglah napas terlebih dahulu, bernapaslah secara teratur. Karena setelah ini, titik konflik telah mencapai klimaksnya. Listrik yang tersalurkan ke baterai akan disimpan layaknya tangki bensin yang menampung bahan bakar bensin. Baterai yang saat ini marak digunakan yakni baterai berjenis Lithium-ion (Li-ion) karena diyakini menjadi jenis baterai yang paling efisien saat ini. Bahan baku dari baterai jenis Li-ion antara lain kobalt dan nikel. Indonesia sendiri memiliki harta karun melimpah bahan baku baterai, terutama nikel. Bahkan, Indonesia dinobatkan sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Cara untuk mendapatkannya ialah dengan menambang.

Kasus nikel dan batu bara seolah-olah menjadi saudara kembar tak identik. JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) membongkar praktik kotor dalam penambangan nikel dengan merilis laporan yang berjudul "Jalan Kotor Kendaraan Listrik". Lagi-lagi, praktik kotor ini menyeret sebuah nama dalam daftar orang terkaya di Indonesia, Lim Hariyanto. Terdapat satu fakta mengejutkan tentang Lim. Kekayaannya yang meroket sebesar 381,81% dari tahun lalu membuat posisi Lim sebelumnya di peringkat orang terkaya di Indonesia ke-36 menjadi posisi ke-6 Forbes Real Time Billionaire. Lim adalah salah satu wajah baru di 10 besar orang terkaya di Indonesia. Penambangan nikel oleh jaringan usaha Lim tak terhindar dari lampu sorot.

Dalam laporan JATAM, pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel oleh jaringan usaha Lim Hariyanto cukup mengkhawatirkan, terutama pencemaran air. Seperti yang dapat diterka, Lim sempat tersandung kasus korupsi demi melancarkan aliran uang dari penambangan nikel. Warga yang terdampak hanya bisa geleng-geleng kepala dan pasrah melihat kekuatan oligarki yang semakin mencekik.

Satu kesamaan dari kedua problematika di atas adalah keserakahan industri ekstraktif. Industri yang hanya memikirkan keuntungan tanpa sedikit keinginan untuk memperhatikan kerugian dari aktivitasnya bagi masyarakat. Bukan tanpa solusi, ketergantungan terhadap batu bara dan nikel memiliki alternatif yang lebih bersih. Transisi ke penggunaan pembangkit listrik tenaga surya, bayu, nuklir, dan panas bumi dapat menjadi obat pemerintah dari kecanduan batu bara. Sedangkan baterai Sodium-ion yang bebas nikel telah siap menggantikan Lithium-ion.

Semua keputusan kini di tangan pihak berwenang. Elektrifikasi kendaraan menjadi penebusan dosa perusakan lingkungan. Jangan sampai tobat manusia akan dosa-dosa pemanasan global ditolak oleh Bumi, sehingga anak cucu manusia saat ini menanggung akibat dosa keji para pendahulunya.

#LombaArtikelJATAMIndonesiana

Ikuti tulisan menarik Riffat Akmal R lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler