x

Ilustrasi pertambangan. Sumber foto: okezone.com

Iklan

Wis Udawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 12:19 WIB

Terjerat dalam Neraka Tambang: Sulitnya Menjadi Perempuan, Air dan Tanah Pun Tidak Bisa Kami Nikmati

Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan yang digagas berwawasan lingkungan diharapkan membawa kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun, rasa-rasanya ini seperti lamunan di siang hari, untuk merasa yakin bahwa pertambangan akan ramah terhadap air, tanah, dan udara. Perempuan memiliki ikatan kuat dengan alam semesta. Adanya interaksi intim antara perempuan dengan air dan tanah. Rasa-rasanya dari aktivitas perempuan di desa, perempuan menjadi pribadi pertama yang mengetahui perubahan fisik lingkungannya. Kelangsungan generasi selanjutnya, dari kesehatan dan kesejahteraan nya, tergantung dari rahim perempuan dan tempat tinggal perempuan tersebut. Jika belum diberi akses untuk terlibat dalam perubahan undang-undang pengaturan pertambangan dan usaha tambang, setidaknya izinkan kami untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga kami dengan air bersih dan tanah yang subur tanpa perlu merasakan ketakutan dan kecemasan akibat rusaknya lingkungan tempat tinggal kami dari pembukaan lahan pertambangan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Terjerat dalam Neraka Tambang: Sulitnya Menjadi Perempuan, Air dan Tanah Pun Tidak Bisa Kami Nikmati.

Kerusakan lingkungan saat ini terus menjadi isu yang banyak dibicarakan, didebatkan dan dipolitikan oleh manusia dari bermacam-macam golongan. Dewasa ini, menipisnya sumber pangan menjadi kekhawatiran bagi pemerintah dan masyarakat, adanya informasi kepunahan beberapa spesies tumbuhan maupun hewan, tingkat polusi (udara, air dan tanah) terus naik yang diproyeksikan dengan angka yang tinggi, cuaca yang tidak bisa diprediksi tiap harinya menyebabkan kecemasan akan bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan, dan lain-lain, suhu udara yang semakin tinggi, kekhawatiran akan kemunculan hewan yang merusak lahan sawah atau perkebunan warga bahkan munculnya hewan buas atau berbisa di perumahan warga, dan munculnya wabah penyakit (endemi dan pandemi) yang terjadi akhir-akhir ini. Beberapa hal tersebut merupakan penggambaran kondisi yang nyata akibat kerusakan lingkungan dari aktivitas manusia yang tidak terkendali. Perubahan tata guna lahan menjadi perkebunan sawit, pertambangan, perumahan dan lain-lain menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan. 

Pemerintah Indonesia ingin mewujudkan berdaulat di bidang sumber daya alam yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan perluasan lapangan pekerjaan. Namun sayangnya, eksploitasi hasil alam bawah tanah di Indonesia menggantikan luasan hutan menjadi kawasan tambang. Pembukaan lahan baru untuk industri ekstraktif ini merusak hutan dan ekosistemnya, pencemaran air dan tanah, munculnya ketegangan sosial dengan masyarakat yang tidak dapat bertani atau berkebun. Belum lagi pertambangan ilegal yang dilakukan oleh masyarakat menambah permasalahan baru pencemaran air dan tanah yang cukup ekstrim karena penggunaan zat kimia. Munculnya teori-teori penjelasan untuk membangun pertambangan yang berkelanjutan, maksudnya tetap ramah lingkungan namun dapat berproduksi maksimal. Hal ini sempat disampaikan oleh Staf Ahli Menko Polhukam bidang ketahanan nasional, Marsda TNI Oka Prawira, kekayaan alam Indonesia mempunyai posisi strategis. Pemanfaatan secara optimal, prosedural dan berwawasan lingkungan dapat membawa kesejahteraan ekonomi masyarakat (Polkam.go.id, 2023). Rasa-rasanya ini seperti lamunan di siang hari, untuk merasa yakin bahwa pertambangan akan ramah terhadap air, tanah, dan udara. Pada tahun 2020, JATAM mencatat adanya 45 konflik tambang diantaranya terjadi diskriminalisasi terhadap 69 orang dan lebih dari 700.000 hektar lahan rusak. Akibat pertambangan sangat merugikan masyarakat alih-alih meningkatkan perekonomian masyarakat setempat di kawasan tambang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara sosial ekonomi, dampak pertambangan memberi pengaruh cukup besar bagi perempuan, anak-anak, dan kelompok terpinggir lainnya. Seperti yang terjadi pada Kenna, seorang istri nelayan yang terpaksa berhutang untuk membeli kebutuhan sehari-hari akibat pertambangan pasir laut di Pulau Kodingareng yang merusak ekosistem laut. Dampak pertambangan yang memperburuk kualitas kesehatan masyarakat dirasakan oleh penduduk Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Polusi udara yang tercemar debu tambang mengakibatkan beberapa masyarakat menderita sesak nafas hingga muntah darah. Tercemarnya air dan ekosistem laut juga mengakibatkan sulitnya masyarakat mendapatkan ikan untuk dikonsumsi atau dijual. Hadirnya perusahaan tambang di wilayah Mollo, Nusa Tenggara Timur, mendapat penolakan keras oleh kelompok masyarakat perempuan. Hal ini dikarenakan potensi kerusakan lingkungan yang dihasilkan membuat para perempuan yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan pangan, air, bahkan bertani juga akan sangat kesulitan dan merugikan. Para perempuan menambah waktu untuk berjalan cukup jauh agar mendapatkan air bersih. Pertanian dan perkebunan mereka tidak lagi subur dan menghasilkan hasil panen yang memuaskan untuk dikonsumsi oleh keluarganya karena perubahan fisik tanah di wilayah sekitar kawasan tambang. Bahkan cukup banyak juga kasus kriminalitas dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak akibat dibukanya lahan baru untuk tambang. Hal tersebut merupakan dampak sosial dari kemiskinan masyarakat sekitar kawasan tambang yang menghilangkan mata pencaharian utama masyarakat sebagai petani, nelayan, dan merusak tanah lahan pertanian mereka.

Manusia, hewan, dan tanah merupakan makhluk hidup yang berada di alam semesta. Sang Pencipta menciptakan ketiganya tanpa hierarki, semua agama mengajarkan kebaikan juga jelas mendukung tidak ada penguasaan mutlak manusia akan alam. Alam semesta (hewan, tumbuhan, air, udara, tanah) harusnya dianggap sebagai saudara dan dikasihi oleh manusia sebagai ciptaan yang dikaruniai akal budi untuk dapat berpikir dan bergerak (Ensiklik Laudato Si’ 2015). Alam tidak dapat menghancurkan eksistensinya sendiri, kerusakan lingkungan merupakan kondisi ketidakmampuan manusia dalam mengasihi alam. Ketidakmampuan ini muncul karena adanya masalah moral, kesalahan dalam perilaku manusia (Keraf, 2002). Pengembangan paradigma praktis antroposentris dan androsentris berpengaruh kuat dalam aktivitas manusia sehari-hari. Antroposentris mengembangkan teori bahwa manusia adalah pusat segala sesuatu dan androsentris adalah doktrin pemusatan laki-laki dalam segala aspek dan bidang. Peran kedua paradigma tersebut memunculkan arogansi manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam demi kepentingan pribadi dan sementara tanpa memikirkan jangka waktu yang panjang, dan hanya melihat sudut pandang laki-laki dalam hal pengetahuan dan pengambilan keputusan.

Perempuan memiliki ikatan kuat dengan alam semesta. Adanya interaksi intim antara perempuan dengan air dan tanah. Banyak ditemukan di kehidupan sosial pedesaan, perempuan memiliki tanggung jawab dalam pengadaan kebutuhan pangan, menyediakan kebutuhan air keluarga, dan bertani. Rasa-rasanya dari aktivitas perempuan di desa, perempuan menjadi pribadi pertama yang mengetahui perubahan fisik lingkungannya. Jika dalam pembahasan perubahan iklim internasional belum dimasukkannya agenda pembahasan peran gender dalam kebijakan-kebijakannya, maka COP 2009 menjadi langkah besar bagi perempuan untuk berperan aktif dalam mitigasi dan rekomendasi untuk mengatasi krisis ekologi dan kerusakan lingkungan yang ada saat ini. Candraningrum (2013) menyatakan bahwa peran perempuan dan gerakan ekofeminisme akan membantu eksplorasi pengetahuan untuk membangun pandangan baru dan menjelaskan dualisme antara perempuan dan alam.

Politik rahim atau politik perut yang diperkenalkan oleh Jean-Francois Bayart (1993), menggagas teori bahwa politik dapat mengukur kerakusan manusia dalam konsumsi. Perut merupakan analogi kekuasaan. Di dalam perut perempuan terdapat rahim, dimana menjadi tempat hasil reproduksi (intim/esensial/utama). Maka politik rahim menjelaskan bahwa perpolitikan yang berkeinginan untuk menguasai segala bidang kehidupan manusia. Sumber daya alam merupakan suatu kekayaan yang ingin dikuasai oleh pribadi, golongan tertentu. Dominansi laki-laki atas perempuan juga memperlihatkan bagaimana penguasaan suatu kelompok manusia terhadap sumber daya alam. Candraningrum (2013) berpendapat bahwa gender (laki-laki atau perempuan) memiliki bentuk tanggung jawab dan peran yang berbeda terhadap sumber daya alam dan lingkungannya. Harus disepakati bersama, bahwa tidak adanya genderisasi bidang-bidang kehidupan, namun adanya cara yang berbeda dalam bekerja di bidang-bidang tersebut antara perempuan maupun laki-laki. Masyarakat adat Dayak Iban yang hidup di Hutan Adat Menua, Kalimantan Barat membentuk satu kearifan lokal yang dijunjung tinggi di tempat mereka yaitu “babas adalah apai kami, tanah adalah inai kami, dan ae adalah darah kami” artinya adalah hutan adalah bapak kami, tanah adalah ibu kami, dan air adalah darah kami. Atau di wilayah Jawa menyebutkan tanah “tedhak siti” yang artinya suatu yang dihargai dan dihormati, sebagai wujud ‘ibu’ lain.

Kebutuhan perempuan terhadap air lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Selain untuk minum dan memasak, perempuan membutuhkan air bersih untuk membersihkan diri saat menstruasi, proses kehamilan dan melahirkan, air bersih untuk dikonsumsi saat menyusui dan membuat susu bagi anak-anaknya. Kelangsungan generasi selanjutnya, dari kesehatan dan kesejahteraannya, tergantung dari rahim perempuan dan tempat tinggal perempuan tersebut. Jika belum diberi akses untuk terlibat dalam perubahan undang-undang pengaturan pertambangan dan usaha tambang, setidaknya izinkan kami untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga kami dengan air bersih dan tanah yang subur tanpa perlu merasakan ketakutan dan kecemasan akibat rusaknya lingkungan tempat tinggal kami dari pembukaan lahan pertambangan.

Ikuti tulisan menarik Wis Udawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB