x

Ilustrasi Alopecia. Wikipedia

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 Mei 2023 13:37 WIB

Alopecia; dari Soal Penerimaan, Percaya Diri, dan Pengucilan Masyarakat

Penyintas alopecia (mereka yang mengalami kerontikan rambut sebagian atau seluruh tubuh) mengalami stigma, menerima sinisme, dan dijauhi dalam pergaulan, bahkan penolakan dari kelurga. Hanna, penyintas alopecia bangkit, dan melakukan ikhtiar memberikan dukungan kepada mereka yang juga menjadi penyintas alopecia. Hanna juga melakukan edukasi kepada publik. Dan dia mendapat apresiasi dari SATU Indonesia Award dari ikhitarnya itu. Kalau Anda memiliki kegiatan dan inovasi dalam bidang kesehatan untuk membantu masyarakat, daftarkan ke Satu Indonesia Award 2023. Siapa tahu bisa mengukuti jejak Hanna.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Usianya masih sangat muda. Laura Pellicano, di usia sekitar 6 tahu, dan siap memasuki jenjang pendidikan SD, ia kehilangan semua rambut di kepalanya, lalu alis, dan bulu matanya. Dia pun tak mau masuk sekolah. Ia mengalami kesulitan menjawab pertanyaan dari teman-temannya, dan orang-orang di lingkungannya.

Debora dan Luis Pellicano--orang tua Laura,  memberikan pelajaran untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai kondisinya yang tak lagi memiliki sehelai rambut pun di tubuhnya. Sampai di usia 19 tahun, entah sudah berapa ribu kali ia menjawab pernyataan dan menjelaskan kondisinya untuk menepis stigma terhadapnya. Misalnya, teman-teman dan orang di sekitarnya selalu bertanya, apakah penyakitnya itu menular?

Seperti di lansir Pfizer, ketika Laura menjadi mahasiswa Universitas Northeastern di Boston, ia telah menunjukkan bagaimana proses penerimaan terhadap kondisinya, dan belajar cara orang lain merasa nyaman dengan perbedaan fisiknya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, kita mengenal nama Hanna Nugrahani Setiyabudi, perempuan asal Salatiga, seorang penyintas aopecia, seperti yang dialami Laura. Karenanya, ia menyadari dan meyakini banyak orang-orang yang sama dengan dirinya, mengalami kerontokan rambut, merasa sendiri, dan menghadapi pandangan masyarakat yang negatif terhadap diri mereka.

Bersama temannya, ia membangun Komunitas Alopecia Friend for Indonesia (AFFI) di Surabaya. Sebagai C-Founder komunitas ini, pada tahun 2017 melalui akun Facebookm AFFI ia menampilkan foto dirinya yang tak lagi menggunakan tutup kepala. Postingan ini menarik banyak masyarakat yang mengalami hal yang sama: kerontokan rambut, sebagian atau bahkan seluruhnya.

Penerimaan Diri

Bagi para penyintas alopecia penerimaan terhadap diri menjadi persoalan serius. Bukan perkara mudah menerima keadaan itu. Terlebih dalam budaya partriarki yang memiliki konstruksi tentang perempuan, tentang laki-laki dan tentang cantik. Dalam konstruksi budaya patriarki, menjadi perempuan yang cantik itu, perempuan yang memiliki rambut panjang, hitam, dan berkilau. Sebab itu, penyintas alopecia merasa tidak percaya ketika kehilangan rambutnya, yang sebagiannya bahkan benar-benar habis tak tersisa di seluruh tubuh.

Tampilnya Hanna tanpa tutup kepala merupakan pertanda masalah penerimaan diri terhadap alopecia yang dialaminya telah selesai. Ia telah berdamai dengan dirinya sendiri, dengan alopecia, tak lagi mempersoalkan punya rambut atau tidak, sebab rambutnya hanyalah bagian tubuh yang menunjukkan apa-apa tentang kapasitas diri. Rambut hanyalah bagian tubuh yang sama sekali tidak benar sebagai indikasi tentang cantik, kecuali hanya imajinasi budaya yang terus menerus direproduksi oleh sistem patriark, yang terus menerus hendak mengendalikan tubuh perempuan.

Hanna sendiri menjadi penyintas Alopecia saat masih di SMA. Ia merasa hidupnya berubah, terutama ketika orang-orang di pergaulannya mula mengambil sikap menjauh, dan berbagai sikap sinis. Dan sebagian orang yang lain, tak hanya ditolak oleh masyarakat karena mereka menganggap alopecia menular, tetapi sebagiannya justru mengalami penolakan dari keluarga.

Menjadi Inspirator

Penerimaan diri, damai dengan diri, merupakan hal terpenting bagi mereka yang menjadi penyintas alopecia, dan juga penyintas persoalan sosial lainnya, seperti penyintas kekerasan seksual, dan penyandang disabilitas, mereka yang terinfeksi HIV dan berstatus AIDS. Begitu seseorang masuk dalam status penerimaan terhadap diri, ia akan bangkit, dan menjadi seorang inspirator bagi penyintas yang lainnya. Hanna terus menerima berbagai pesan, orang-orang menghubunginya. Lantas melalui aplikasi Whatsapp, dan juga media sosial, Hanna mulai membangun komunikasi, dan menjelaskan mengenai alopecia, dan meluruskan pandangan masyarakat yang kurang tepat.

Lebih penting lagi, melalui aplikasi Whatsapp terbentuklah komunitas para penyintas alopecia. Mereka saling berbagai informasi, saling menguatkan, saling memberikan dukungan, dan tentu saja berbagai pengalaman. Keberanian penyintas alopecia terus bertumbuh, mereka mulai berani membuka kondisi dirinya, membuka tutup kepala, membuka wig, dan berani bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Edukasi Publik

Hanna dan teman-temannya terus melakukan edukasi mengenai alopecia, termasuk dengan memanfaatkan momentum Hari Internasional Kesadaran tentang Alopecia yang diperingati setiap Sabtu pertama bulan Agustus setiap tahunnya. Selain itu, AFFI juga melakukan penyadaran publik setiap bulan September, sebagai Bulan Penyadaran tentang Alopecia.

AFFI, misalnya, terus menyebarkan informasi yang benar mengenai alopecia. Mereka menjelaskan alopecia adalah kondisi seseorang kehilangan sebagian atau seluruh rambut di kepala (alopecia areata), dan dalam kondisi tertentu kehilangan di seluruh bagian tubuhnya (alopecia universalis). Alepocia secara medis sama sekali tidak mengancam keselamatan jiwa dan menyebabkan kesakitan. Memang di sebagian orang bisa menimbulkan iritasi dan masalah lain akibat hilangnya bulu mata dan alis.

Hanna dan teman-temannya terus bergerak membangun kolaborasi dan memberikan dukungan kepada para penyintas alopecia di Indonesia. Mungkin apa yang dilakukannya terlihat kecil, misalnya, pada tahun 2022 baru menjangkau 53 penyintas alopecia.

Tetapi apa yang dilakukan Hanna dan teman-temannya dalam membuka kesadaran, menumbuhkan penerimaan dan percaya diri kepada 53 penyintas bukanlah hal kecil. Ini merupakan hal besar dalam memberikan jalan kepada penyintas alopecia dalam menjalani kehidupan yang lebih baik, dan menyadarkan kepada publik agar tak lagi terjadi stigma, sinisme, dan pengucilan secara sosial dalam pergaulan sehari-hari.

Upaya dan kerja keras Hanna dan teman-temannya di AFFI, pada akhirnya mendapatkan apresiasi dari Indonesia Satu Award 2022, mendapatkan dukungan dalam mengembangkan gerakan dalam mendukung penyintas alopecia, dan memberikan edukasi kepada publik mengenai alopecia.

Pembaca yang sedang merintis berbagai ikhtiar dalam bidang kesehatan dan memiliki kontribusi besar bagi masyarakat di sekitarnya, segera ajukan inovasi itu, siapa tahu memiliki potensi besar mendapatkan apresiasi dari Satu Indonesia Award 2023 seperti yang telah diterima Hanna. Ayok, enggak perlu ragu, mumpung masih di masa pendaftaran melalui link ini ya, Satu Indonesia Award 2023.

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler