Ya, ini dongeng tentang waktu
Terkadang mimpi simpang siur
Beraneka mimpi berkisah, beragam rupa
Mimpi, berbeda realitas.
Mimpi siang malam sama saja
Bunga tidur dari puncak idaman,
angan-angan mengejar badai
melaut lepas berangin kuat.
Si raja burung selalu terjaga
Mondar-mandir sesuka hati. Jika rindu
memuncak, ingin kesegaran oksigen
Dia, tidur sepuasnya di dahanku.
Si pohon tua. Mimpi
setidaknya, memberi manfaat,
syafaat. Siapapun datang pergi
di lingkar embara pilihan.
Burung-burung jarang datang
menjenguk. Sahabat burung tua
dimana sekarang. Apakah telah
melupakan aku.
Kadang-kadang, ingin rasanya
menumbangkan diri, memanggil
keramaian membunuh sepi, berteriak
angin menerjang, semarak.
Si burung dewa berbulu warna cantik
kadang mampir sejenak, meneteskan
air mata, enggan berceloteh indah
Kalau aku bertanya? Bersegera terbang.
Bermimpi, panorama tak bersahabat,
lereng bukit sepotong nun berserak
pohonan beragam usia. Entah
akan pergi kemana.
Nyanyian pepohonan terasa sumbang
paduan suara tanpa notasi orkestrasi
Semirip nasi goreng tanpa daun salam
berkurang jauh rasa sedapnya.
Wahai! Sahabat barisan pepohonan
rinduku padamu tak serupa nasi ulam
tak sama lagi selagi dulu peradabannya
rindu, bagai mati di hulu mata angin.
Akarku kuat, menghujam tanah,
lestari usiaku. Horor! Mencoba bahagia
Mimpi tentang mesin berjubah logam
robot-robot berkilatan. Menghantui.
Ya, mimpi si pohon gaek, makin
tambah usia, rentan masuk angin,
batuk, dimensia. Berlumut benalu
Menunggu tumbang.
***
Jakarta Indonesiana, Mei 27, 2023.
Ikuti tulisan menarik Taufan S. Chandranegara lainnya di sini.