x

Gambar oleh jodeng dari Pixabay

Iklan

Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Juli 2020

Selasa, 30 Mei 2023 07:55 WIB

Meskipun Langit Runtuh, Hilirisasi Aspal Buton Harus Diwujudkan

Meskipun langit runtuh, hilirisasi aspal Buton harus diwujudkan. Seharusnya pemerintah menempatkan prioritas hilirisasi aspal Buton di tingkat pertama. Mengapa? Karena implementasi hilirisasi aspal Buton adalah yang paling murah, mudah, dan dampaknya paling instant terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, bila dibandingkan dengan hilirisasi-hilirisasi pertambangan yang lainnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Program hilirisasi pertambangan sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2010. Pada tahun 2015, Bapak Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mengsubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Tetapi mirisnya, sampai saat ini hilirisasi aspal Buton tersebut masih belum juga terwujud. Mengapa pemerintah masih belum mampu, atau belum mau, mewujudkan hilirisasi aspal Buton di dalam era pemerintahan pak Jokowi?. Ini adalah sebuah pertanyaan bagus yang harus pak Jokowi jawab sendiri, sebagai seorang Presiden Republk Indonesia.

Pada saat ini, pemerintah telah berhasil membangun hilirisasi nikel. Sudah banyak smelter-smelter nikel yang telah dibangun, dan menyerap tenaga kerja asing yang cukup banyak. Mengutip berita dari cnbcindonesia.com, tanggal 20 Maret 2023, pemerintah benar-benar telah berhasil menjalankan kebijakan hilirisasi pertambangan seperti halnya nikel. Terbukti, pada tahun 2022, Indonesia benar-benar telah mendapatkan durian runtuh dari hilirisasi nikel yang tercatat mencapai US$ 33,8 milyar atau Rp 519 triliun.

Keberhasilan hilirisasi nikel ini telah memicu keingintahuan, dan juga membuat rakyat menjadi penasaran. Mengapa pemerintah tidak mau membangun dan mengembangkan hilirisasi aspal Buton, sama seperti pemerintah telah membangun hilirisasi nikel?. Tujuan dari hilirisasi pertambangan adalah sama-sama untuk meningkatkan nilai tambah dari bahan baku, sehingga apabila diolah di dalam negeri, maka akan menjadi barang setengah jadi, atau barang jadi yang harganya lebih mahal. Kata kunci dari “hilirisasi” adalah “nilai tambah”. Kalau hilirisasi nikel bisa meningkatkan nilai tambah yang sangat besar, dan sudah terbukti benar. Maka seharusnya hilirisasi aspal Buton harus juga bisa. Tetapi anehnya, mengapa kok pemerintah tidak mau mewujudkan hilirisasi aspal Buton?. Apa bedanya antara hilirisasi nikel dengan hilirisasi aspal Buton? Bukankah tujuannya sama-sama untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sehubungan dengan belum terwujudnya hilirisasi aspal Buton, dan sudah berkembang dan majunya hilirisasi nikel, hal ini telah menimbulkan sebuah pertanyaan yang serius. Apakah pemerintah sudah bersikap adil dalam mengembangkan hilirisasi pertambangan?. Hilirisasi nikel seolah-olah telah menjadi anak emas. Sedangkan hilirisasi aspal Buton seolah-olah telah menjadi anak tiri. Hal ini telah menimbulkan rasa iri hati dan kecemburuan yang sangat mendalam. Karena pemerintah dinilai telah bersikap tidak adil terhadap hilirisasi aspal Buton. Apakah benar demikian?

Mengutip dari Wikipedia, Fiat justitia ruat caelum, yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Kalimat ini diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM). Kata-kata ini akan mengingatkan kita, bahwa betapa pentingnya keadilan itu, dan wajib dilaksanakan oleh penguasa, dalam hal ini adalah pemerintah. Di samping itu pada Pancasila, sila ke 5 juga sudah disebutkan: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang dilambangkan dengan padi dan kapas. Perintah untuk bersikap adil itu juga telah disampaikan oleh Allah SWT dalam firmannya QS Al-Maidah ayat 8: “Dan jangan sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil”. Oleh karena itu, tidaklah salah bahwa meskipun langit runtuh, keadilan harus ditegakkan.

Rakyat merasa pemerintah tidak bersikap adil, karena seharusnya hilirisasi aspal Buton sudah terwujud sejak tahun 2015. Pada Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis yang telah dibuat oleh Kementerian Investasi/BKPM menunjukkan bahwa prioritas hilirisasi aspal Buton berada di urutan ke 8, setelah batubara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi, perak emas. Kalau hilirisasi aspal Buton berada di urutan ke 8 dalam hal prioritas investasinya, maka sampai kapankah hilirisasi aspal Buton akan terwujud?.

Sementara ini, Indonesia masih terus mengimpor aspal sejumlah 1,5 juta ton per tahun, atau senilai US$ 900 juta per tahun. Semakin lama pemerintah menunda-tunda terus untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton, maka hal ini telah membuktikan kepada rakyat secara terang-terangan, bahwa aspal Buton telah diperlakukan dengan tidak adil. Apa lagi sekarang pemerintah malah lebih mengutamakan dan memprioritaskan aspal impor. Akibatnya aspal Buton merasa tersakiti dan terzalimi.

Meskipun langit runtuh, hilirisasi aspal Buton harus diwujudkan. Seharusnya pemerintah menempatkan prioritas hilirisasi aspal Buton di tingkat pertama. Mengapa? Karena implementasi hilirisasi aspal Buton adalah yang paling murah, mudah, dan dampaknya paling instant terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, bila dibandingkan dengan hilirisasi-hilirisasi pertambangan yang lainnya.

Kebutuhan aspal nasional sebesar 1,5 juta ton per tahun, dimana sebagian besar masih impor. Deposit aspal alam di pulau Buton, Sulawesi Tenggara, jumlahnya sangat melimpah, mencapai 662 juta ton. Teknologi ekstraksi aspal Buton yang mumpuni, ekonomis, dan ramah lingkungan sudah siap sedia. Jadi apa lagi yang harus  pemerintah tunggu? Rakyat sudah merasa gerah, gemas, dan tidak sabar lagi dengan gebrakan-gebrakan pemerintah untuk segera mewujudkan hilirisasi aspal Buton.

Dalam membuat skala prioritas untuk mewujudkan hilirisasi pertambangan, seharusnya pemerintah lebih fokus melihat dari sudut pandang mata rakyat kecil. Produk akhir dari hilirisasi nikel adalah baterai untuk industri mobil listrik. Sedangkan produk akhir dari hilirisasi aspal Buton adalah aspal Buton ekstraksi untuk mengsubstitusi aspal impor. Aspal dimanfaatkan untuk pemperbaiki dan membuat infrastruktur jalan-jalan di seluruh Indonesia. Antara mobil listrik dan jalan-jalan, mana yang paling bermanfaat dan diperlukan oleh rakyat kecil? Tentu saja jalan-jalan. Apabila semua jalan-jalan di seluruh Indonesia dalam keadaan baik dan terawat, maka biaya-biaya logistik akan menjadi lebih murah, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan. 

Video viral mengenai jalan-jalan yang rusak parah dan berlubang-lubang di provinsi Lampung telah menjadi saksi mata bahwa seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan hilirisasi aspal Buton daripada hilirisasi nikel, dan hilirisasi-hilirisasi pertambangan yang lainnya. Hilirisasi aspal Buton akan menghasilkan produk yang akan langsung bisa digunakan dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia. Sejatinya, apa yang salah dengan hilirisasi aspal Buton, sehingga tidak menjadi prioritas utama pemerintah dalam mendukung pembangunan infrastruktur jalan-jalan? Apakah karena pemanfaatan aspal impor lebih menguntungkan daripada pemanfaatan aspal Buton? Ayo, mari kita buktikan kebenarannya. Siapa yang berani bertaruh?

Apakah ada kata-kata lain, yang lebih berani dan menantang, selain kata-kata: “Meskipun langit runtuh, hilirisasi aspal Buton harus diwujudkan?”. Ini menandakan bahwa hilirisasi aspal Buton itu hukumnya adalah wajib. Dan apabila tidak diwujudkan segera, maka sangsinya adalah dosa. Pak Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR, pada tahun 2015, sudah pernah mengatakan: “ Adalah dosa apabila kita tidak memanfaatkan aspal Buton”. Oleh karena itu pemerintah seharusnya mendengarkan baik-baik peringatan dari pak Basuki ini.

Apakah dengan adanya hilirisasi pertambangan, secara otomatis Indonesia pasti akan menjadi negara yang adil, makmur, dan sejahtera? Oh, belum tentu. Mari kita simak baik-baik sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan”. (HR Bukhari dan Muslim).

Semoga saja niat untuk mewujudkan hilirisasi pertambangan adalah untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Seandainya saja ada sebuah alat pengukur yang dapat mendeteksi apa niat seseorang, maka niat inilah yang seharusnya menjadi kriteria utama dan terpenting dalam menentukan kebijakan prioritas untuk mewujudkan hilirisasi pertambangan. Tetapi sangat disayangkan sekali. Niat itu sejatinya adalah amalan hati. Sehingga hanya Allah SWT dan orang tersebut sajalah yang tahu.

  

Ikuti tulisan menarik Indŕato Sumantoro lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu