x

Iklan

nanda putri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 Mei 2023

Kamis, 1 Juni 2023 08:49 WIB

Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning dengan Metode Eksperimen dan Window Shopping dalam Pembelajaran Kimia

Artikel ini berisi tentang pembelajaran kimia yang menggunakan model pembelajaran project based learning (PjBL) yang dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping. Peserta didik melakukan eksperimen dengan alat dan bahan yang sudah disediakan oleh guru, kemudian dari hasil eksperimen tersebut dibuat proyek yang berupa poster dan dipajang di masing-masing stand kelompok untuk diaplikasikan metode window shopping. Model pembelajaran ini dapat membangkitkan motivasi peserta didik, sehingga hasil belajar mereka mengalami peningkatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Penerapan Model Pembelajaran PjBL (Project Based Learning) dicombine dengan Metode Eksperimen dan Window Shopping untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran Kimia

Nanda Putri Yulianita*

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

PPG Dalam Jabatan Kategori 1 Tahap 2 Tahun 2022

Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Negeri Semarang nandaabil8413@gmail.com

 

 

Abstrak

 Pembelajaran kimia dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu memberikan feedback terhadap konsep dan materi kimia yang telah dipelajari. Proses pembelajaran kimia tidak hanya didominasi oleh guru saja (teacher centered), tetapi juga berorientasi pada peserta didik (student oriented). Proses pembelajaran harus mampu mengaktifkan proses berfikir peserta didik dan mampu mengaplikasikan keterampilan 4C dalam proses pembelajaran (Critical Thinking, Communication, Creative Thinking, dan Collaboration). Akan tetapi, peserta didik pada umumnya belum mampu mengaplikasikan proses 4C tersebut secara optimal. Guru harus mampu menciptakan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dan mengaplikasikan 4C dalam proses pembelajaran tersebut. Model pembelajaran yang digunakan yaitu project based learning (PjBL) dengan mengcombine metode eksperimen dan window shopping. Praktek baik ini dilakukan untuk membuat suasana kelas menjadi aktif dan menyenangkan. Peserta didik aktif berdiskusi di dalam kelompoknya, melakukan eksperimen, dan membuat infografis dengan baik dan menarik, serta mempraktekkan dengan menggunakan metode window shopping dengan baik. Dengan demikian, peserta didik merasa antusias mengikuti proses pembelajaran kimia tersebut, yang berdampak pada peningkatan motivasi dan hasil belajar peserta didik.

Kata kunci: PjBL, keterampilan 4C, eksperimen, window shopping, motivasi belajar

Pada laporan best practice ini, penulis akan memaparkan praktik baik yang efektif untuk mendongkrak motivasi belajar dan hasil belajar peserta didik. Strategi yang digunakan adalah penggunaan model pembelajaran project based learning (PjBL) yang dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping. Pemaparan praktik baik menggunakan metode STAR, yaitu Situasi, Tantangan, Aksi, serta Refleksi hasil dan dampak.

Situasi

Pembelajaran kimia di kelas masih berlangsung secara konvensional. Guru masih menerapkan metode ceramah selama proses pembelajaran, sehingga pembelajaran hanya berpusat pada guru (teacher centered). Dalam hal ini, guru belum mengoptimalkan peran peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Padahal pembelajaran di abad ke-21 ini menuntut adanya peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran (student centered). Proses pembelajaran di abad ke-21 ini menuntut keterampilan 4C, yaitu Critical Thinking, Communication, Creative Thinking, dan Collaboration. Pembelajaran kimia menuntut peserta didik untuk berfikir kritis, kreatif, memiliki kemampuan berbicara yang baik, dan memiliki kemampuan berkolaborasi di dalam masing-masing kelompok. Faktanya, metode yang digunakan oleh guru terkesan monoton dan kurang variatif. Guru hanya memberikan konsep materi secara monoton dan kurang kreatif. Hal ini yang menyebabkan motivasi belajar peserta didik rendah. Dan tentunya hal ini akan berdampak juga pada hasil belajar peserta didik yang rendah.

Kurangnya motivasi belajar peserta didik disebabkan oleh keterbatasan guru dalam membuat rencana pembelajaran yang menarik. Guru masih minim informasi mengenai berbagai metode pembelajaran yang inovatif dan menarik, dan keterbatasan guru dalam menggunakan media pembelajaran yang variatif dalam pembelajaran kimia. Motivasi belajar peserta didik sendiri merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku (Hamzah Uno, 2008:1).

Motivasi dalam pembelajaran dibutuhkan peserta didik sebagai pendorong peningkatan keinginan belajarnya. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan memiliki semangat dan keinginan yang tinggi dalam proses belajarnya, sebaliknya peserta didik yang rendah motivasinya akan sulit dan tidak bersemangat dalam proses belajarnya. Motivasi belajar peserta didik yang rendah secara tidak langsung dapat menurunkan prestasi belajarnya. Prestasi belajar peserta didik menurun akibat tujuan pembelajaran yang tidak tercapai dengan baik. Dengan demikian, motivasi belajar peserta didik menjadi faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas.

Faktanya, peserta didik kurang memiliki motivasi dalam pembelajaran kimia di kelas. Mereka kurang memiliki minat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini ditandai dengan sebagian dari mereka ada yang mengantuk saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah pembelajaran yang dilakukan sudah menjelang siang hari, sehingga mereka mulai kehabisan energi dan akhirnya mengantuk di dalam kelas. Faktor lain yang menyebabkan peserta didik mengantuk di dalam kelas saat proses pembelajaran kimia yaitu kurangnya variasi metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Guru hanya menggunakan metode ceramah dan mengerjakan soal saja, sehingga monoton dan kurang membangkitkan semangat peserta didik di dalam kelas.

Faktor lain penyebab peserta didik mengantuk dan kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran kimia yaitu kurang variatifnya penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hal ini dikarenakan keterbatasan yang dimiliki oleh guru dalam membuat media pembelajaran. Media yang digunakan hanya sebatas pada powerpoint yang monoton dan kurang variatif. Slide-slide yang ditampilkan hanya sebatas tulisan tanpa disisipi video pembelajaran ataupun gambar-gambar yang menarik.

Proses pembelajaran yang monoton dapat menyebabkan proses belajar dan pembelajaran terasa kurang menarik sehingga minat murid untuk belajar kimia berkurang (Emda, 2019:2). Pembelajaran yang monoton juga dapat mengakibatkan kurangnya rasa ingin tahu peserta didik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan, sehingga mereka terkesan kurang berminat untuk mendalami materi pembelajaran yang disampaikan. Hal ini mengakibatkan minat peserta didik juga kurang dan kurangnya rasa antusias dari mereka untuk mengikuti proses pembelajaran kimia. Disini guru perlu membangkitkan motivasi belajar kimia peserta didik dengan melakukan inovasi media pembelajaran dan tentunya dengan banyak belajar cara membuat media pembelajaran yang interaktif dan menarik. Dengan demikian, diharapkan peserta didik mampu mengikuti pembelajaran kimia dengan baik dan selalu memiliki antusias selama proses pembelajaran kimia berlangsung.

Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini ternyata pembelajaran kimia di kelas masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan, peserta didik masih merasa materi kimia yang mereka pelajari merupakan materi yang sulit untuk dipahami dan merupakan sesuatu yang kurang menarik. Hal ini  dikarenakan materi di dalam pembelajaran kimia terlalu abstrak dan sulit untuk dipelajari. Hal tersebut menyebabkan tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi kimia tergolong rendah, sehingga berdampak pada hasil yang mereka peroleh di dalam pembelajaran kimia. Peserta didik dengan motivasi dan minat belajar kimia yang rendah cenderung kurang bisa menguasai pembelajaran kimia dan hal ini tentunya akan berdampak pada kemampuan kognitif mereka, ditandai dengan hasil belajar kimia yang tergolong rendah. Hal ini akan sangat berbeda dengan pembelajaran kontekstual yang berpijak pada pandangan teori belajar konstruktivisme, dimana teori belajar tersebut mengarahkan bagaimana cara menghubungkan materi pelajaran kimia dengan kehidupan sehari-hari.

Teori belajar konstruktivisme menekankan pada proses pembelajaran kimia yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, peran guru dalam proses pembelajaran kimia bertindak untuk mengkondisikan, mengatur, menyiapkan, dan memfasilitasi peserta didik sehingga peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan maksimal. Dengan demikian, akan tercipta kondisi belajar yang kondusif. Agar upaya tersebut berhasil, maka harus dipilih model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik dan lingkungan belajar, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, peserta didik dapat aktif, kreatif, dan interaktif selama proses pembelajaran kimia berlangsung. Oleh karena itu, guru harus mampu menerapkan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mengaplikasikan konsep kimia dengan menggunakan metode eksperimen dan menuangkan rancangan serta hasil eksperimen tersebut ke dalam suatu produk berupa infografis. Eksperimen bertujuan untuk mengembangkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, namun sejauh ini pelaksanaannya di sekolah belum banyak mengembangkan sikap ilmiah peserta didik. Oleh karena itu, perlu inovasi dalam pembelajaran kimia dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan sikap ilmiah peserta didik melalui metode eksperimen.

Salah   satu   model   pembelajaran   yang   dapat membangkitkan rasa ingin tahu, kreatifitas, kolaborasi, komunikasi, dan rasa antusias peserta didik dalam proses pembelajaran kimia adalah model pembelajaran PjBL   (Project   Based Learning).   Project based learning merupakan   model   pembelajaran   yang dapat mengeksplor pengetahuan dan kemampuan peserta didik dalam membuat proyek yang dikerjakan dalam masing-masing kelompok belajar.  Tujuan model pembelajaran PjBL adalah meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, mengasah kreatifitas peserta didik, kemampuan kolaborasi yang baik, dan kemampuan komunikasi dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini dapat memberikan tantangan baru pada peserta didik untuk bekerja secara kolaboratif dalam kelompok, dalam membuat proyek hasil dari pembelajaran tersebut. Selain itu, model pembelajaran ini memberikan  kesempatan kepada   peserta didik   untuk berkreasi dalam mengeksplor  pengetahuannya  sehingga  dapat meningkatkan kepercayaan   diri   peserta didik   dalam   belajar,   baik   secara mandiri maupun kelompok. Dengan demikian, pembelajaran menjadi menyenangkan dan menantang peserta didik untuk menguasai materi pelajarannya.

Penerapan model pembelajaran PjBL ini dicombine dengan menggunakan metode eksperimen dan window shopping. Window Shopping adalah model pembelajaran berbasis kerja kelompok dengan melakukan berbelanja keliling melihat-lihat hasil karya kelompok lain untuk menambah wawasannya (Kurdi, 2017).(kunjungan galeri) merupakan suatu cara untuk menilai dan mengingat apa yang telah diperoleh dan dipelajari oleh peserta didik. Kunjungan galeri adalah suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan daya emosional peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru dan dapat merangsang daya ingat jika sesuatu yang ditemukan itu dilihat secara langsung.  Penggalerian hasil kerja dilakukan pada saat peserta didik telah mengerjakan tugasnya. Setelah semua kelompok mengerjakan tugasnya, guru memberikan kesimpulan dan klarifikasi apabila ada hal-hal yang perlu diluruskan dari pemahaman peserta didik. Dengan demikian, mereka dapat belajar dengan lebih menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal.

Tantangan

Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran kimia yang berpusat pada peserta didik (student centered). Tantangan pertama, keragaman karakteristik peserta didik, yang membuat guru harus memiliki kemampuan untuk memahami masing-masing karakteristik maupun gaya belajar peserta didik. Pembelajaran kimia yang menuntut pemahaman peserta didik harus diawali dengan kemampuan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran dan materi yang disesuaikan dengan karakteristik dan gaya belajar peserta didik. Dengan demikian, guru perlu memahami karakteristik peserta didik tersebut, dan dapat diperoleh misalnya dengan melakukan tes diagnostik di awal pertemuan pembelajaran kimia.

Tantangan kedua, kemampuan pengelolaan kelas yang baik oleh guru. Guru harus mampu mengelola kelas selama proses pembelajaran kimia berlangsung. Peserta didik harus dapat dikondisikan dengan baik, sehingga suasana pembelajaran menjadi lebih interaktif dan menyenangkan. Dengan demikian, dapat menumbuhkan rasa antusias bagi peserta didik selama proses pembelajaran kimia berlangsung.

Tantangan ketiga, kemampuan kognitif dan psikomotorik peserta didik yang beraneka ragam menuntut guru untuk mampu memberikan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta didik tersebut. Guru harus mampu membuat peserta didik untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Guru juga harus mampu memfasilitasi peserta didik ketika ada berbagai masalah yang berkaitan dengan konsep materi yang mereka hadapi. Dengan demikian, mereka mampu mengerti dan memahami dengan baik konsep materi yang disampaikan oleh guru.

Tantangan keempat, proses pembelajaran kurang maksimal. Guru hanya memberikan materi dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan. Media pembelajaran yang digunakan oleh guru juga hanya sebatas slide power point yang monoton dan kurang variatif. Guru kurang memaksimalkan penggunakan IT selama proses pembelajaran kimia berlangsung. Hal ini membuat peserta didik merasa bosan dan kurang termotivasi dalam proses pembelajaran. Guru harus memiliki inovasi dalam teknologi pembelajaran, yaitu dengan membuat media pembelajaran semenarik mungkin. Guru perlu mengikuti pelatihan dalam pengembangan media pembelajaran yang variatif, inovatif, dan menarik. Dengan demikian, peserta didik memiliki antusiasme yang tinggi selama proses pembelajaran kimia berlangsung.

Tantangan kelima, penggunaan gadget bagi peserta didik seringkali disalahgunakan. Mereka menggunakan gadget untuk berselancar di internet bukan untuk mencari referensi untuk menunjang materi pembelajaran saja, tetapi juga untuk bermain game online. Setelah mereka mencari materi pembelajaran, mereka membuka situs lain atau membuka game untuk kemudian memainkan game tersebut. Padahal hal tersebut tidak benar, seharusnya gadget digunakan untuk mencari segala hal yang berkaitan dengan konsep materi yang mereka pelajari. Selebihnya, mereka bisa menyimpan Kembali gadget mereka di tas, bukan malah untuk mencari situs atau bermain game yang lainnya di luar konsep yang sedang mereka pelajari. Dalam hal ini, guru harus mampu untuk memberikan bimbingan kepada peserta didik agar bijak dalam menggunakan gadget. Dengan demikian, peserta didik akan memahami penggunaan gadget selama proses pembelajaran berlangsung.

Tantangan keenam, pengelolaan waktu yang tepat harus bisa dilaksanakan oleh guru, mengingat penggunaan model pembelajaran PjBL dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping. Model PjBL terdiri dari beberapa langkah, yaitu penentuan pertanyaan mendasar, penyusunan rancangan proyek, menyusun jadwal proyek, memonitor keaktifan dan perkembangan proyek, menguji hasil, dan mengevaluasi pengalaman. Langkah-langkah PjBL tersebut harus ada di dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kimia tersebut, dicombine dengan menggunakan metode eksperimen. Peserta didik  dibagi menjadi beberapa kelompok dan merancang alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi.”Indikator yang diteliti disini yaitu konsentrasi dan luas permukaan. Mereka melakukan percobaan sesuai dengan arahan dari guru.

Setelah itu, hasil percobaan dituangkan dalam infografis yang berupa poster dan dipresentasikan dengan menggunakan metode window shopping. Dalam hal ini, terjadi interaksi aktif antara peserta didik di dalam masing-masing kelompok belajar mereka. Peserta didik dapat memperoleh konsep materi melalui informasi dari infografis tersebut. Dua orang peserta didik bertugas menjaga stand untuk menjelaskan konsep materi yang ada dalam poster yang mereka buat, sedangkan keempat peserta didik yang lain berkeliling mengunjungi stand kelompok lain untuk bertanya dan memperoleh pemahaman konsep materi tersebut. Dengan demikian, proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan suasana pembelajaranpun menjadi aktif dan lebih hidup. Tentu saja hal ini menuntut guru untuk memilii penguasaan waktu dengan baik, agar proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan schedule yang telah ditetapkan.

 

Aksi

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sebagai praktik baik untuk mengatasi permasalahan rendahnya motivasi belajar dan berdampak pada hasil belajar kimia peserta didik pada materi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi yaitu dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Project based learning (PBL) yang dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping. Detail kegiatan pada masing-masing sintak adalah sebagai berikut :

Pada fase penentuan pertanyaan mendasar, guru menampilkan gambar melalui media PPT dan memberikan deskripsi mengenai gambar yang ditampilkan tersebut, peserta didik diminta menganalisis dan menjawab pertanyaan dari guru mengenai gambar di PPT.

Peserta didik mengamati gambar cangkang telur yang ditumbuk halus dan gambar cangkang telur yang ditumbuk kasar. Setelah itu, peserta didik mengamati kembali pada gambar yang ditayangkan di slide PPT, yaitu gambar 1 dan gambar 2 di atas. Guru mengajak peserta didik untuk berperan aktif dalam menganalisis kedua gambar tersebut, sehingga mampu memancing peserta didik untuk menentukan pertanyaan mendasar dari gambar tersebut berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Peserta didik mengeksplor pengetahuan mereka dari berbagai sumber belajar yang mereka miliki, mulai dari bahan ajar, buku paket, maupun internet.

Pada fase membuat perencanaan proyek, guru membimbing peserta didik dan mengkondisikan untuk berkelompok dalam merancang eksperimen mengenai faktor konsentrasi dan luas permukaan yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Peserta didik dibagi menjadi 6 kelompok kemudian guru membagikan LKPD yang berisi pertanyaan yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Guru memberikan klu mengenai eksperimen yang akan dilaksanakan dan peserta didik dalam kelompok segera melaksanakan eksperimen dengan  alat dan bahan yang sudah disediakan oleh guru.

Hasil eksperimen tersebut kemudian berupa data yang dituangkan dalam bentuk tabel dan harus diisi oleh masing-masing perwakilan kelompok yang sudah disiapkan oleh guru di papan tulis. Setelah itu, guru menjelaskan mengenai proyek yang akan dibuat oleh peserta didik dalam kelompoknya, yaitu infografis berupa poster yang berisi segala konsep yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, dan data percobaan yang sudah mereka peroleh dalam eksperimen yang sudah mereka lakukan. Poster tersebut akan disajikan dengan menggunakan metode window shopping.

Pada fase penyusunan jadwal proyek, guru dan peserta didik bersepakat untuk membuat proyek infografis berupa poster mengenai faktor-faktor laju reaksi dan data hasil eksperimen berupa faktor konsentrasi dan luas permukaan yang berpengaruh terhadap laju reaksi, dengan membuat poster tersebut di rumah, sesuai dengan kelompok masing-masing. Selanjutnya, guru dan peserta didik membuat kesepakatan mengenai jangka waktu pengumpulan proyek, yaitu 5 hari, pas pada saat pertemuan berikutnya.

Pada fase memonitor keaktifan dan perkembangan proyek, peserta didik memvideokan setiap Langkah dalam pembuatan proyek berupa poster masing-masing kelompok. Tugas ini akan dinilai oleh guru sebagai tugas kelompok. Selanjutnya, guru memberikan arahan kepada masing-masing peserta didik mengenai metode window shopping yang akan mereka laksanakan sebagai implementasi dari proyek yang sudah mereka buat. Guru memberikan arahan mengenai metode window shopping tersebut. Pembagian tugas kelompok yaitu ada salah satu yang menjaga toko untuk memberikan penjelasan kepada peserta didik lain yang berkunjung ke toko tersebut, sedangkan peserta didik yang lain dalam satu kelompok berjalan-jalan mengunjungi toko kelompok lain untuk memperoleh penjelasan berupa konsep materi, maupun masukan terhadap proyek yang dipajang di stand tersebut. Peserta didik dalam kelompok masing-masing aktif dalam melaksanakan metode window shopping, sangat terlihat motivasi dan antusiasme dari mereka. Proses pembelajaran pun berlangsung dengan aktif, dan lebih hidup. Guru membimbing pelaksanaan pembelajaran dengan metode window shopping tersebut, dan mengamati keaktifan peserta didik di dalam masing-masing kelompoknya.

Pada fase menguji hasil, peserta didik kembali ke kelompoknya masing-masing, setelah berkunjung ke stand kelompok lain untuk bertukar informasi dan memperoleh penjelasan mengenai konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Peserta didik di dalam kelompoknya masing-masing saling berdiskusi dan bertukar informasi dari hasil kunjungan mereka dari stand kelompok lain. Guru mengecek hasil pekerjaan masing-masing kelompok, memberikan komentar, dan memberikan masukan mengenai hal-hal yang perlu diperbaiki dari masing-masing kelompok.

Pada fase mengevaluasi pengalaman, guru melakukan evaluasi akhir dengan memberikan soal evaluasi kognitif untuk dikerjakan secara individu melalui google form dan memberikan angket motivasi belajar kimia sesudah pembelajaran berlangsung. Selanjutnya, guru melakukan tanya jawab kepada peserta didik untuk menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Tidak lupa pula guru memberikan feedback dan koreksi terhadap kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan oleh peserta didik. Kegiatan terakhir yaitu guru membimbing peserta didik untuk berdo’a dan mengakhiri kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Refleksi Hasil dan Dampak

Hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai kognitif yang diperoleh peserta didik melalui tes kognitif yang berupa soal evaluasi yang dikerjakan oleh peserta didik dalam google form.

Dari data hasil evaluasi di atas, diperoleh hasil bahwa nilai peserta didik secara keseluruhan sudah memenuhi KKM. Dari diagram lingkaran di atas, diperoleh hasil itu ada 28% peserta didik memperoleh nilai 70, 53 % peserta didik memperoleh nilai 80, dan 19% peserta didik  memperoleh nilai 90. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran project based leaning (PjBL) dengan menggunakan metode eksperimen yang dicombine dengan metode window shopping efektif untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik kelas XI MIPA 1 pada materi “Faktor-Faktor Laju Reaksi” di SMA Negeri 1 Banjarharjo. Peningkatan motivasi belajar kimia peserta didik dapat dilihat dari angket motivasi belajar kimia peserta didik. Dari angket tersebut diperoleh hasil bahwa adanya peningkatan yang cukup signifikan dari peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran PjBL yang dicombine dengan menggunakan metode eksperimen dan window shopping. Penggunaan model pembelajaran dan metode pembelajaran tersebut sangat efektif dalam meningkatkan motivasi belajar kimia peserta didik. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin antusiasnya semangat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran kimia. Metode eksperimen yang dilakukan, dapat menumbuhkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga mereka semakin penasaran ingin melakukan eksperimen faktor konsentrasi dan luas permukaan yang berpengaruh terhadap laju reaksi. Model pembelajaran PjBL, dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar kimia. Mereka sangat berantusias dalam melaksanakan proses pembelajaran dan mengikuti setiap fase pembelajaran yang ada dalam PjBL dengan baik. Sedangkan metode window shopping yang merupakan metode pembelajaran yang masih asing bagi mereka, nyatanya, dapat mereka lakukan dengan baik. Peserta didik sangat antusias, interaktif, dan aktif selama mengunjungi stand teman-teman kelompok mereka. Metode window shopping ini juga dapat menumbuhkan jiwa kreatifitas peserta didik dalam membuat proyek yang berupa poster yang akan dipajang di stand masing-masing kelompok. Dengan demikian, pembelajaran dengan menggunakan model PjBL yang dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping dapat diterapkan dengan baik dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik kelas XI MIPA 1 di SMA Negeri 1 Banjarharjo, Brebes.

Simpulan dan Saran

Implementasi model pembelajaran PjBL yang dicombine dengan metode eksperimen dan window shopping ternyata efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia peserta didik kelas XI MIPA 1 di SMA Negeri 1 Banjarharjo, materi Faktor Konsentrasi dan Luas Permukaan yang mempengaruhi Laju Reaksi. Model pembelajaran PjBL ini mencakup 6 fase, yaitu : menentukan pertanyaan mendasar, membuat perencanaan proyek, menyusun jadwal proyek, memonitor keaktifan dan perkembangan proyek, menguji hasil, dan mengevaluasi pengalaman. Keenam fase tersebut sudah dilaksanakan dengan baik selama proses pembelajaran berlangsung. Secara garis besar, proses pembelajaran diawali dengan peserta didik melakukan eksperimen mengenai faktor konsentrasi dan luas permukaan yang mempengaruhi laju reaksi. Selanjutnya, hasil eksperimen tersebut berupa data yang harus diisi oleh masing-masing kelompok dan digunakan sebagai data dalam pembuatan proyek berupa infografis poster yang dikerjakan di rumah.

Guru dan peserta didik melakukan kesepakatan mengenai pengumpulan proyek tersebut. Masing-masing kelompok memvideokan pembuatan poster dan dikirimkan kepada guru untuk dilakukan penilaian kelompok. Poster yang sudah dibuat di rumah oleh masing-masing kelompok tersebut ditampilkan di masing-masing stand kelompok dan dipajang untuk dipresentasikan dengan menggunakan metode window shopping. Proses pembelajaran menjadi aktif, kolaboratif, dan menjadi lebih menyenangkan. Peserta didik dalam masing-masing kelompok ada yang bertugas mengunjungi stand kelompok lain, dan ada yang bertugas menjaga stand untuk memberikan informasi menganai konsep faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Informasi yang mereka peroleh dari masing-masing stand dicatat oleh masing-masing kelompok sebagai bahan diskusi di dalam kelompok mereka masing-masing. Pada akhir pembelajaran, guru memberikan kesimpulan, feedback dan do’a penutup.

Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran PjBL yang dicombine dengan metode eksperimen  dan window shopping pada materi Faktor konsentrasi dan luas permukaan yang berpengaruh terhadap laju reaksi, pada peserta didik kelas XI MIPA 1 di SMA Negeri 1 Banjarharjo dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar kimia, dibuktikan dengan adanya peningkatan motivasi belajar kimia pada angket belajar peserta didik, dan hasil belajar kimia pada nilai evaluasi peserta didik dalam diagram lingkaran di atas.

Saran yang dapat diberikan terhadap guru yang melakukan model pembelajaran PjBL dengan metode eksperimen dan window shopping yaitu :

  1. Dalam pembagian kelompok belajar, guru harus mempertimbangkan karakteristik dan gaya belajar peserta didik, sehingga diperoleh kelompok yang benar-benar adil dalam proses pembelajaran kimia.
  2. Guru perlu mengenalkan penggunaan alat dan bahan di laboratorium kimia, beserta simbol-simbol bahaya di laboratorium, sehingga peserta didik dapat memahami dengan baik selama belajar dan bekerja di laboratorium.
  3. Guru memberikan penjelasan dengan intonasi suara yang lebih tinggi lagi, dikarenakan ruangan laboratorium kimia yang cukup luas dan kurang kedap suara, sehingga guru membutuhkan intonasi suara yang lebih tinggi selama proses pembelajaran kimia berlangsung.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Wulandari, Anggraeni & Eli Rohaeti. 2017. Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Berbasis Problem Based Learning terhadap Sikap Ilmiah dan Prestasi Belajar Kimia. Jurnal Pembelajaran Kimia, 6 (1): 1-8.

Siburian, Boy Kristi, Meytij Jeanne Rampe, & Johny Zeth Lombok. 2021. Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) Pada Materi Asam Basa di Kelas XI IPA SMA Negeri 2 Tondano. Journal Of Chemistry Education, 3(2):76-80.

Widyasari, Frenika, Nurma Yunita Indriyanti, & Sri Mulyani. 2018. Pengaruh Pembelajaran Kimia dengan Model PjBL dan PBL Berdasarkan Representasi Tetrahedral Kimia Ditinjau dari Kreativitas Siswa: Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia, 3(2): 93-102.

Nengsih, Sri Ratna. 2022. Penerapan Model Pembelajaran Window Shopping dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung : Jurnal Alpha EuclidEdu, 3(1) : 1-9.

 

 

Ikuti tulisan menarik nanda putri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler