x

image: Takmeomeo/Pixabay

Iklan

trimanto ngaderi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 September 2022

Rabu, 31 Mei 2023 07:55 WIB

Apakah Gay Bisa Disembuhkan?

Syarat untuk bisa sembuh tidaklah sulit, yaitu adanya kemauan dan tekad yang kuat untuk berhenti. Dengan kata lain, syarat utamanya adalah dari faktor internal. Boleh dikata, sifat gay tidak ada obatnya, kecuali orang itu yang menyembuhkan dirinya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

APAKAH GAY BISA DISEMBUHKAN?

 

Ini adalah kelanjutan dari tulisan saya yang terdahulu, klik di sini. Seorang laki-laki bisa menjadi gay bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor genetis (keturunan), neurologis (sistem kerja otak), sosiologis (lingkungan), termasuk budaya (gaya hidup).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faktor lingkungan tidak hanya mencakup hubungan manusia dengan manusia, tapi juga mencakup hubungan manusia dengan perangkat teknologi. Dengan adanya berbagai platform media sosial dan aplikasi, seseorang dapat dengan mudah berkenalan dengan orang-orang yang “satu frekuensi”, termasuk melakukan transaksi secara online. Adapun faktor budaya, tidak sedikit orang berperilaku gay hanya sekedar ikut-ikutan, coba-coba, mengikuti tren, atau untuk mencari uang (materi) semata. Padahal, sejatinya ia adalah lelaki normal.

Berbagai faktor penyebab gay di atas mewujud ke dalam apa yang disebut sebagai perilaku. Seseorang diketahui gay berdasarkan tindakan atau perbuatan yang dilakukannya. Nah, karena menyangkut perilaku, maka jawaban dari pertanyaan judul di atas adalah bisa.

Secara prinsip, seseorang memiliki kendali penuh atas perilakunya sendiri. Apakah ia akan berbuat ini atau tidak berbuat itu, ia memiliki kemerdekaan untuk mengambil keputusan. Dan setiap keputusan yang diambil akan memiliki konsekuensinya masing-masing. Pengendali utama berada pada nalar atau logika, sebagai sebuah anugerah Tuhan yang diberikan kepada setiap manusia. Kerja nalar ini didukung pula oleh kepercayaan (belief) dan nilai-nilai (value) yang dianut oleh seseorang, baik yang berasal dari ajaran agama maupun norma masyarakat.

Nalar akan mempertimbangkan hal-hal berikut. Apakah perilaku gay seperti ini bertentangan dengan ajaran agama yang saya anut? Apakah perbuatan gay seperti ini melanggar norma-norma sosial yang berlaku? Atau apakah tindakan gay seperti pelecehan seksual atau pemerkosaan dapat berakibat pidana? Dan sederet pertanyaan lainnya sebelum ia memutuskan untuk berbuat sesuatu.

 

Sembuh Secara Total

Sudah cukup sering kita mendengar testimoni seseorang yang bisa sembuh total dari sifat gay, baik itu di media sosial, YouTube, atau ditulis dalam bentuk buku. Mereka benar-benar bisa meninggalkan dunia gay dan kembali ke dunia yang semestinya. Bahkan, di antara mereka ada yang kemudian menikah dan memiliki anak.

Syarat untuk bisa sembuh tidaklah sulit, yaitu adanya kemauan dan tekad yang kuat untuk berhenti. Dengan kata lain, syarat utamanya adalah dari faktor internal. Boleh dikata, sifat gay tidak ada obatnya, kecuali orang itu yang menyembuhkan dirinya sendiri. Selain itu, hanya bersifat sebagai pendukung saja (faktor eksternal).

Faktor eksternal meliputi ajaran agama, nilai-nilai sosial yang dianut, terapi medis dan nonmedis yang dijalani, dan sebagainya. Seberat apapun ancaman dari ajaran suatu agama, tidak akan mempan jika yang bersangkutan tidak ada niat untuk bertobat. Sebanyak apapun terapi yang dilakukan atau secanggih apapun pengobatan yang dilakukan, apabila yang bersangkutan tidak ada keinginan yang kuat uuntuk sembuh, ya tidak akan ada gunanya.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa ada yang telah sembuh, kemudian kambuh lagi. Sudah beberapa saat lamanya meninggalkan dunia gay, namun kembali terperosok. Pada kenyataannya, sekalipun seseorang sudah bertekad bulat untuk berhenti, dalam perjalanannya akan selalu ada godaan-godaan untuk kembali melakukannya. Hal ini untuk menguji apakah dia benar-benar ingin bertobat atau tidak. Ada yang berhasil lulus ujian itu, ada pula yang tidak lulus.

Perlu digarisbawahi bahwa yang bisa disembuhkan adalah perilakunya, bukan naluri ke-gay-annya. Naluri itu akan selamanya ada karena bersifat  genetis. Sama halnya dengan naluri seksual pada pria normal. Dorongan naluri inilah yang menyebabkan seseorang yang telah sembuh bisa kambuh kembali.

 

Cukup Disadari Saja

Hasrat seks pada kaum homoseksual tidak jauh berbeda dengan kaum heteroseksual. Hasrat ini merupakan naluri yang dibawa sejak lahir. Boleh dikata, hasrat seks adalah anugerah Tuhan kepada setiap manusia. Namun, hasrat ini tidak boleh dilampiaskan secara liar dan tak terkendali.

Oleh karena itu, selain naluri, manusia juga dibekali Tuhan berupa akal (nalar, logika). Akal berfungsi untuk mempertimbangkan suatu perbuatan dan konsekuensinya. Dengan akal inilah, manusia dapat mengendalikan hasrat seksnya. Apabila seseorang telah kehilangan akal, maka yang terjadi justeru ia dikendalikan oleh nalurinya.

Hasrat seks kepada sesama jenis tidak dapat dihilangkan atau dimatikan. Ia akan tetap ada selama orangnya masih hidup. Semakin seseorang berusaha untuk menghilangkan hasrat itu, maka ia akan semakin tertekan. Bukannya mengurangi masalah, malah menambah derita.

Kalau begitu, apa yang tepat untuk dilakukan?

Sadari. Sadari apa adanya. Sadari bahwa hasrat itu ada pada diri kita. Terkadang muncul, terkadang tenggelam. Kadang begitu kuat, kadang lemah. Jangan pernah menekan hasrat itu. Sebaliknya, jangan pula melampiaskan hasrat itu. Menekan hasrat hanya akan membuat kita stres. Sedangkan melampiaskannya secara tidak terkendali, membuat kita harus siap menanggung segala konsekuensinya.

Sekali sadari. Sadari apanya.

Dengan demikian hasrat itu akan menjadi netral.

 

Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler