x

Anggota Perhimpunan Indonesia sekitar tahun 1913. SUmber: Digital Collections Universiteit Leiden.

Iklan

Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Rabu, 31 Mei 2023 19:21 WIB

Pergerakan Nasional Indonesia Pada Periode 1920-1930-an


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Munculnya banyak organisasi pergerakan nasional pada periode 1910-an seperti Budi Utomo, Perhimpunan Indonesia (PI), Indische Partij, Sarekat Islam adalah hasil politik etis yang diberlakukan sejak 1901. Kebijakan yang pemerintah Hindia Belanda ini menghasilkan para golongan elit pribumi yang memprakasai pembentukan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang memiliki peranan penting didekade selanjutnya.

Ada beberapa hal yang terjadi diakhir 1910-an yang membuat gerakan kemerdekaan Indonesia dilakukan secara radikal daripada menggunakan cara kooperatif. Berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918 dan munculnya flu spanyol di Eropa memicu naiknya taraf kehidupan masyarakat sebesar dua kali lipat dari sebelumnya. dengan harga kebutuhan pokok yang naik tajam membuat banyak kaum pribumi yang bekerja di kota-kota Hindia Belanda sering melakukan pemogokan kerja. Seperti pemogokan kerja yang dilakukan oleh serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) yang membuat Semaun diasingkan ke Eropa. Organisasi ini pun terus memanfaatkan media massa seperti majalah dan koran-koran untuk menyebarkan ide-ide tentang nasionalisme untuk Indonesia merdeka. Terutama yang dilakukan oleh para anggota PI yang membuat majalah Indonesia Merdeka yang memuat ide-ide nasionalis yang sangat memengaruhi pergerakan di Hindia Belanda.

Pergerakan radikal bisa dibilang memuncak pada dekade ini Ketika terjadi pemberontakan PKI pada tahun 1926 yang dipimpin oleh Musso dan beberapa pimpinan PKI lainnya. Pemberontakan ini terjadi di Banten, Batavia, Priangan, dan beberapa daerah di Sumatera. Namun pemberontakan ini dapat dengan mudah diatasi oleh tentara Hindia Belanda. Pemberontakan ini pun membuat PKI dilarang di Hindia Belanda dan banyak dari mereka yang terlibat dalam pemberontakan dan PKI ini ditangkap namun ada juga yang berhasil kabur ke luar negeri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun dengan adanya pemberontakan PKI ini membuat pemerintah Hindia Belanda semakin keras dengan organisasi pergerakan dengan melakukan penangkapan dan pengasingan terhadap beberapa tokoh yang dianggap mengancam keamanan Hindia Belanda.  

Ditangkapnya banyak tokoh pergerakan seperti yang terjadi pada anggota PNI termasuk Soekarno yang diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Flores kemudian pindah ke Bengkulu pada tahun 1933. Dan juga yang menimpa para anggota PI di Belanda seperti Mohammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, Abdul Majid, dan Nazir, mereka dituduh mendalangi tindakan kekerasan untuk menggulingkan pemerintahan Hindia Belanda. Namun tentu saja setelah menjalankan proses pengadilan yang begitu panjang akhirnya para anggota PI inipun tidak ada yang terbukti bersalah. Tetapi pada Februari 1934, Hatta dan Sjahrir sekembalinya ke Hindia Belanda setelah menyelesaikan studi mereka di Belanda dan kemudian mendirikan PNI-Baru kembali ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan diasingkan ke Boven Digul bersama beberapa tokoh PNI-Baru yang lainnya, namun kemudian Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Banda.

Dengan adanya beberapa tindakan penangkapan terhadap beberapa tokoh pergerakan seperti ini membuat gerakan nasionalis sekuler menjadi menurun. Ditambah dengan wafatnya Tjokroaminoto pada tahun 1934 membuat gerakan politik islam pun turut terpecah belah menjadi kelompok-kelompok yang jauh lebih banyak dari sebelumnya.

Pada tahun 1934 pun gerakan anti-kolonialisme radikal yang didasarkan kepada asas non-kooperasi menjadi hilang seutuhnya. Namun pergerakan nasional tidak langsung beralih bersifat kooperasi. Baru setahun setelahnya beberapa partai seperti Parindra (Partai Indonesia Raya) yang merupakan gabungan dari Persatuan Bangsa Indonesia, Budi Utomo, dan partai-partai moderat yang lebih berbau Jawa, memiliki tujuan untuk memerdekakan Indonesia dengan cara bekerjasama dengan pihak Belanda. Namun dengan bekerjasam dengan Belanda tidak menghasilkan dampak yang berarti. Hal ini diperburuk dengan adanya petisi Soetardjo kepada Volksraad yang dianggap beberapa tokoh sama halnya yang terjadi dengan Amerika Serikat dan Filipina pada tahun 1933. Petisi inipun berefek dengan PSII dengan munculnya gerakan Barisan Penyadar PSII oleh Haji Agus Salim, PSII pun bertindak dengan mengeluarkan gerakan ini dari PSII, sedangkan partindo bubar dan digantikan oleh Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) pada Mei 1937. Yang dimana Barisan Penyadar PSII maupun Gerindo mengusung sifar berkooperasi dengan pihak Belanda dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Meskipun dua gerakan ini tidak mendukung secara terbuka petisi soetardjo. Petisi ini pun pada akhirnya ditolak oleh Kerajaan Belanda namun tidak memberikan gejolak berarti di Hindia Belanda karena memang sudah banyak yang beranggapan bahwa petisi itu kemungkinan besar akan ditolak.

PSII sendiri terus mengalami perpecahan diantara setiap anggotanya. Pada tahun 1933, setelah keluar dari PSII, Surjopranoto dan Sukiman Wirjosandjojo mendirikan Partai Islam Indonesia (PII). Pada awalnya PII sendiri tidak mengalami perkembangan. Baru pada tahun 1938, Sukiman dan Wiwoho Poerbahadidjojo dengan mengembangkan partai ini di Jawa dan di daerah-daerah luar Jawa.

Sementara iu pada partai-partai Islam yang menyadari bahwa perselissihan antara golonngan tradisionalis dan modernis membuat mereka terkucilkan dalam politik menghadapai pemerintahan kolonial. Sehingga pada bulan September 1937 para pemimpin NU dan Muhammadiyah memprakasai pembentukan Majlis Ulama A’laa Indonesia (MIAI). Tujuan MIAI sendiri bukanlah menjadi lembaga politik melainkan sebagai forum diskusi. Perdebatan antara golongan tradisionalis dan modernis tetap berlangsung dalam organisasi ini. Yang membuat keinginan Bersatu untuk semakin berpengaruh dalam politik dan budaya tidak urung tercapai.

 Sumber:

  • Ingleson, John. (2018). Mahasiswa, Nasionalisme & Penjara: Perhimpunan Indonesia 1923-1928. Depok: Komunitas Bambu.
  • Ingleson, John. (2013). Perkotaan, Masalah Sosial, & Perburuhan Di Jawa Masa Kolonial. Depok: Komunitas Bambu.
  • Top of Form
  • Poesponegoro, M. D. & Notosusanto, Nugroho. (2010). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Yogyakarta: Penerbit Serambi.

Ikuti tulisan menarik Harrist Riansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler