Terang rembulan memancar sinar
kelembutan. Seekor Burung Malam
terbang dengan hati penuh beban.
Dalam diri: gelora asmara lama
terpendam. Bagi Tinta Hitam
yang menggores kertas buram.
Tugas Burung Malam berat diemban:
memercikkan air doa bagi jiwa-jiwa
yang butuh kerahiman. Di sana takdir
membawa Tinta Hitam kepada Burung Malam.
Tinta Hitam: gurat memikat mata
mengulur tentakel tintanya;
memohon dikasihani. Burung Malam
tergoda pesona mata api magisnya.
Mereka bersatu dalam sunyi senyap
karya dunia bisu tak ucap-berucap.
Dalam kertas buram kata-kata mereka bersatu,
berenang dalam kenikmatan metafora terlarang.
Tak pikir di akhir kisah selaput duka melanda;
Dosa dan dosa telah terjalin di antara mereka.
Burung Malam dan Tinta Hitam
saling beradu pandang.
Dalam kesenyapan, mereka tahu
tak ada harapan; dua entitas
dipisah karya ruang dan waktu.
Hanya dosa merangkai singkat perjalanan.
Asmara dan dosa, pergumulan dan ketakutan,
waktu takdir digariskan. Burung Malam
dan Tinta Hitam: dua entitas lemah terluka.
Mencoba meleburkan diri; menyatu dalam
liar impian; detik penghakiman semesta
kehancuran.
Ikuti tulisan menarik Jerpis M. lainnya di sini.