Pengen jadi Penulis meskipun Mamaku pengen aku jadi orang kantoran.

Antara Manda dan Jalan Braga

Minggu, 3 September 2023 14:18 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namun setiap kali hujan mengguyur kota Bandung, hatinya berubah menjadi sendu. Buat Manda, hujan selalu datang membawa rindu. Rindu yang tak pernah terselesaikan.

“Café latte satu ya, Mas.”

“Yang hot atau ice, Mbak?” tanya Barista pada seorang wanita berzodiak Taurus yang memesan café latte itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Hmm.. Hot aja deh, Mas.”

“Iya Mbak, lebih baik yang hot soalnya cuacanya hujan,” sambung Barista itu sambil melempar senyum pada Manda.

Jalan Braga, tepat pukul dua siang. Saat itu Bandung sedang diguyur hujan.

Manda memang coffee addict. Dan kopi favoritnya adalah secangkir latte. Ajak atau temanin dia menikmati kopinya, bahagianya sesederhana itu. Namun setiap kali hujan mengguyur kota Bandung, hatinya berubah menjadi sendu. Buat Manda, hujan selalu datang membawa rindu. Rindu yang tak pernah terselesaikan. Bahkan setiap kali rindu itu menuntut sebuah pertemuan, baginya itu adalah hal yang sangat mustahil.

Manda adalah anak tunggal dari seorang pengusaha sukses di kota Bandung. Ibunya seorang dokter gigi di salah satu rumah sakit swasta di Bandung dan membuka praktek dirumah. Ayah dan ibunya meninggal pada tahun 1997 saat Manda berusia dua tahun. Pesawat yang ditumpangi kedua orangtuanya mengalami kecelakaan.

Saat itu ayahnya meminta agar ibunya ikut terbang bersama ke Medan dan menitipkan Manda pada adik kandung dari ibunya Manda, Tante Linda. Pesawat itu rute penerbangan dari Jakarta ke Medan. Ayah dan ibunya dari Bandung ke Jakarta berniat menemui keluarga dari ayahnya sebelum akhirnya terbang ke Medan perihal pertemuan bisnis.

Ayahnya Manda memang tipe family-man. Selain humoris, ayahnya juga romantis. Dan manja juga seperti itu, membawa ibunya di setiap pertemuan penting bisnis untuk memamerkan istrinya, wanita paling cantik di mata ayahnya. Sekalian mereka liburan terasa pacaran seperti masa muda dulu. Walau ibunya menjadi dokter juga memiliki jadwal yang padat, ya begitulah cinta memang butuh pengorbanan. Ibunya paham apa yang menjadi prioritas di dalam hidup ini.

Manda dibesarkan dan kini diasuh oleh Tante Linda. Apalagi Tante Linda belum dikaruniai buah hati, hingga akhirnya Manda resmi diangkat menjadi anak oleh Tante Linda. Manda begitu sangat disayang walau sempat merasa keliru. Dia pikir Tante Linda dan Om Boris adalah orangtua kandungnya.

Itulah alasan kenapa rasa rindu yang sesak hadir setiap kali Bandung dibasahi oleh hujan, Manda merindukan kedua orangtuanya.

Seorang pria melirik dari meja bar itu ke arah Manda. Pria itu adalah Barista yang tadi melayaninya. Pria mana yang tidak melirik Manda? Karna memang Manda secantik itu.

Manda sedang berada di salah satu coffee shop terkenal di Jalan Braga. Manda telah ditunggu oleh seorang wanita setengah baya. Wanita itu adalah Reka Rahayu.

Manda berjalan perlahan sambil memperhatikan sekitarnya. Dia mencari keberadaan Reka. Manda dan Reka janjian bertemu di salah satu coffee shop terkenal di Jalan Braga.

“Pssttt!” Seseorang melambaikan tangan. Ya, itu Reka. Manda tersenyum dan langsung menghampiri Reka.

“Aduhhh.. Maaf ya telat, Kak.”

“Ini gue hampir aja ketiduran. Apalagi di luar hujan, enak banget cuacanya buat tidur.”

Disambut gelak tawa oleh Manda sambil menarik kursi itu lalu duduk.

“Kuliah gimana? Aman?” tanya Reka yang memiliki kedekatan layaknya kakak adik kandung dengan Manda.

“Lagi sibuk ngerjain tesis nih..”

“Wiiihhh.. Gelarnya bakal nambah dong. Cowo-cowo pasti ngantri buat dapatin kamu,” Reka menggoda Manda.

“Apaan sih, Kak?” Manda terlihat malu.

“Eheemmm… Jadi udah ada belum pendampingnya buat foto berdua pas wisuda?” tanya Reka penasaran.

“Ada. Om Boris, Tante Linda, sama Kak Reka bakal foto bareng aku kan?” Manda tampak cengar-cengir di hadapan Reka.

Manda menyeruput kopi kesukaannya itu sambil menatap Reka. Seolah Reka paham betul isi hatinya Manda.

“Cowo yang baik dan tulus itu pasti ada kok. Dia bakal berhasil menemukan kamu,” ucap Reka, wanita yang tau persis masa lalu dan trauma Manda perihal asmara dengan pria.

Manda mengangguk sambil melempar senyuman manisnya pada Reka, seolah yakin semesta akan menuntun dirinya bertemu dengan pria baik itu.

Ponsel Reka berdering…

“Bentar ya, Kakak angkat telpon dulu.” Reka meminta izin dan membiarkan Manda sibuk sendiri. Terlihat Manda mengambil sesuatu dari tas-nya.

Manda mengeluarkan amplop berwarna pink itu dari tas-nya. Manda telah menerima surat itu. Suratnya udah sampai di Bandung Wetan kemarin. Manda membaca surat itu di coffee shop.

Bukan hanya Manda, siang itu Braga juga tersipu malu karna surat itu. Pipi Manda mulai merona dan terlukis senyuman yang belum pernah tergambarkan beberapa tahun terakhir setelah trauma masa lalunya.

Manda menoleh ke arah luar. Manda memperhatikan jalan Braga yang sedang diguyur hujan. Manda tersenyum, dia belum pernah menerima surat seperti ini seumur hidupnya.

“Itu surat dari siapa?” tanya Reka mempergoki Manda yang sedang memegang sebuah surat. Manda tidak menyadari dari tadi Reka memperhatikan saat telponan. Reka belum pernah melihat senyum manis Manda seperti itu.

“Ini teh surat biasa aja kok..”

Manda terlihat sedikit gugup sambil menyimpan surat itu kembali ke dalam tas-nya. Bagian depan amplop itu terdapat tulisan. Reka tidak melihat jelas siapa pengirim surat tersebut. Namun Reka mengetahui bahwa surat itu dikirim dari Jakarta.

Reka tersenyum ke Manda sambil menebak siapa pengirim surat itu. Reka merasa penasaran, apakah pengirim surat itu seorang pria yang sedang mendekati Manda? Reka pernah berjanji tidak akan membiarkan kepolosan dan keluguan Manda membuat Manda jatuh lagi ke pelukan pria yang salah.

“Kamu nggak mau liburan ke Jakarta? Lusa Kakak ke Jakarta, ikut yuk.”

“Nggak deh, aku di Bandung aja.”

“Yakin nih? Sambil liburan atuh biar nggak stres banget..”

Manda tetap bersikukuh ingin di Bandung.

“Yauda kalau kamu pengen ke Jakarta kabari Kakak ya,” ucap Reka, wanita setengah baya yang sering menghabiskan banyak waktu di kota metropolitan itu untuk bertemu dengan berbagai klien.

“Siaapppp!”

Reka mengusap kepala Manda. Reka begitu menyayangi Manda layaknya adik kandung sendiri.

Tiba-tiba Manda langsung mengambil ponselnya. Manda menuliskan sesuatu di ruang chat itu.

“Kamu mau nggak ketemu aku kalau aku ke Jakarta?”

Manda mengirimkan sebuah pesan singkat. Manda menunggu balasan pesan dari si pengirim surat yang terkirim ke Bandung Wetan.

Manda memiliki ide bagus setelah Reka mengajaknya ke Jakarta.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Acha Hallatu

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler