Satoe Djoeni (Bagian 6)
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBIni adalah petikan pidato Bung Karno tentang Pancasila pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokoritsu Zyumbi Tyoosakai. Bagian keenam atau terakhir berisi tentang dasar Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
30 Mei - 1 Juni 1945, Dokoritsu Zyumbi Tyoosakai, sebuah lembaga bentukan Jepang, yang dipropagandakan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, sebagai kedok Jepang menjajah Indonesia, bersidang. Sidang diadakan Jepang seolah-olah mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan mengundang pemimpin-pemimpin rakyat menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang dasar negara, yang sebenarnya baru dilakukan Jepang setelah mulai mengalami kekalahan di banyak titik dalam Perang Dunia II demi simpati, menjatuhkan Indonesia pada balas budi ketika kemerdekaan seperti terwujud atas bantuan Jepang.
Pada hari ketiga, 1 Juni 1945, Bung Karno berpidato dan menyampaikan ide-ide termasuk menjabarkan Pancasila sebagai nilai asli Indonesia, digali dari Indonesia, dan mungkin menjadi ideologi. Setelah Indonesia merdeka, lima sila tersebut benar disepakati menjadi dasar Indonesia.
Berikut petikan pidato Bung Karno, yang saya tulis kembali dalam bagian-bagian. Ini adalah bagian keenam atau terakhir, menyambung bagian satu sampai lima yang telah saya tulis lima hari lalu berturut-turut.
Bagian keenam, menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
...
Saudara-saudara, apakah prinsip kelima? Saya telah mengemukakan 4 prinsip :
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme – peri kemanusiaan
- Mufakat – demokrasi
- Kesejahteraan sosial
Prinsip yang kelima hendaknya :
Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Prinsip ke-Tuhanan!
Bukan saja Bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Muhammad SAW, yang Buda beribadat menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semua ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhan-nya dengan cara leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan dengan tiada egoisme agama. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan!
Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang berkeadaban. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad SAW telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid (toleransi, Bahasa Belanda,red), tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid. Marilah kita di dalam Indonesia merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan bahwa pirnsip kelima negara kita ialah ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-Tuhanan yang berbudi pekerti luhur, ke-Tuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa negara Indonesia merdeka berazaskan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa!
Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya dan negara kita akan ber-Tuhan pula!
Ingatlah prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam (kurang menghargai/kurang toleransi, Bahasa Belanda, red. Sehingga ‘tidak onverdraagzaam’ maksud Bung Karno adalah suatu cara yang penuh toleransi/penuh saling penghormatan), yaitu dengan cara yang berkebudayaan!
Saudara-saudara! Dasar-dasar negara telah saya usulkan lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini karena Dharma berarti kewajiban sedangkan kita sedang membicarakan dasar. Saya senang simbol, simbol angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya, jari kita lima, kita punya panca atau lima indera, dan prinsip yang kita punya sekarang ada lima : kebangsaan, inernasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ke-Tuhanan. Saya namakan ini, dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia kekal dan abadi.
Barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka dengan bilangan lima? Saya boleh peras menjadi tiga saja. Dua dasar pertama kebangsaan dan internasionalisme saya peras menjadi satu, itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Kemudian demokrasi yang bukan demokrasi Barat tetapi politieke-economische democratie, yaitu demokrasi politik dengan kesejahteraan, saya peras menjadi satu. Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Tinggal lagi ke-Tuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga : socio-nationalisme, socio-democratie, dan ke-Tuhanan. Kalau Tuan-Tuan senang dengan yang tiga, simbol tiga, ambillah yang tiga ini.
Tetapi barangkali tidak semua Tuan-Tuan senang pada Trisila dan minta satu dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi telah saya katakan, kita mendirikan Negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua, Indonesia buat Indonesia. Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, kemudian yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia, yang tulen yaitu perkataan Gotong Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!
Gotong royong adalah faham yang dinamis. Lebih dinamis dari kekeluargaan, Saudara-Saudara! Kekeluargaan adalah suatu faham statis, tetapi Gotong Royong menggambarkan suatu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Soekardjo, suatu karya, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karya, gawe, pekerjaan, amal ini, bersama-sama! Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bersama, bantu-binantu (saling membantu, Bahasa Jawa, red) bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!
Prinsip gotong royong antara yang kaya dengan yang tidak kaya, antara yang Islam dengan yang Kristen, antara yang Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi Bangsa Indonesia. Inilah yang saya usulkan kepada Saudara-Saudara.
Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah Tuan-Tuan, mana yang Tuan-Tuan pilih, Trisila, Ekasila, atau Pancasila. Isinya telah saya jabarkan kepada Tuan-Tuan. Prinsip seperti yang saya usulkan pada Saudara-Saudara ini adalah prinsip untuk Indonesia merdeka yang abadi. Puluhan tahun dada saya sudah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tapi jangan lupa, kita hidup dalam masa peperangan, Saudara-Saudara. Dalam masa peperangan kita mendirikan Negara Indonesia, di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wata’ala, bahwa kita mendirikan Indonesia merdeka bukan di bawah sinar bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia merdeka, Indonesia yang gemblengan, indonesia merdeka yang digembleng dalam api peperangan. Indonesia merdeka yang demikian ini adalah Negara Indonesia yang kuat, bukan Negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karenanya saya mengucap syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala.
...
Maka dari itu, jikalau Bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan menjadi suatu realiteit (kenyataan, Bahasa Belanda, red) yakni menjadi satu nationaliteit yang merdeka, yang penuh dengan peri kemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan sempurna, maka janganlah lupa demi menyelenggarakannya ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata, di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti, kita bersama-sama sebagai bangsa yang bersatu padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan dalam Pancasila.
Dan terutama di dalam jaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkan dalam kalbu Saudara-Saudara bahwa Indonesia merdeka tidak dapat datang jika Bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko, tidak berani terjun menyelami mutiara dari dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau Bangsa Indonesia tidak bersatu menekat mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan itu akan menjadi milik Bangsa Indonesia buat selama-lamanya sampai ke akhir jaman! Kemerdekaan hanya didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad ‘Merdeka’! Merdeka atau mati!
Saudara-saudara, demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya minta maaf bahwa pidato saya akan menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyo-kutyoo yang saya anggap ‘verschrikkerlijk zwaarwichtig’ (sangat membosankan/lamban/tidak dinamis, Bahasa Belanda, red) itu.
Terima kasih!
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Andai Saya Jurnalis, Kemarin
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBTentang Kebenaran (Bagian 2 The Help)
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler