Pemilu 2024, Jemaat Perempuan Ahmadiyah Lombok Mendapat Hak Pilih Penuh
Rabu, 21 Februari 2024 12:57 WIBSetelah pada 2014 mendapat kartu tanda penduduk, pada pemilu 2024 kelompok perempuan jamaah Ahmadiyah, Lombok, Kota Mataram, mendapat hak pilihn.
Siang itu, menunjukkan pukul 10.30 waktu Indonesia tengah, Bundaiyah, 52 tahun, baru saja keluar dari bilik kotak pemunggutan suara warna putih berlogo Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Tempat Pemunggutan Suara (TPS) 019 Wisma Transito, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Bersama perempuan jamaah Ahmadiyah lainnya, mereka tampak antusias untuk bergantian menyerahkan satu persatu surat undangan dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Asrama Transito pada Selasa siang, 14 Februari 2024.
Pemilihan umum, 14 Februari 2024 ini adalah pemilu keempat kalinya, Bundaiyah bersama jamaah Ahmadiyah Transito mendapatkan hak pilihnya dalam pemilu serentak Calon Presiden, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Anggota Legislatif (Caleq) bahkan hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di NTB.
Pemilu 2009, menjadi pemunggutan suara pertama jamaah Ahmadiyah Transito, sejak 2006, mereka mengalami penyerangan dari Desa Ketapang, Kabupaten Lombok Barat. Pengusiran terhadap jamaah Ahmadiyah Lombok tersebut terjadi lantaran, mereka dianggap sebagai aliran menyimpang.
Bundaiyah mengatakan, waktu itu ia bersama 20 kepala keluarga lainnya, oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Mereka dibawa ke Asrama Transito sebagai tempat penampungan sementara.
Tepatnya sudah 18 tahun lamanya, mereka masih mengunsi di tanah sendiri. Sampai saat ini, mereka belum bisa pulang kampung, karena tak ada jaminan keamanan dari pemerintah setempat.
Berkaca dari pilpres 2009, warga Ahmadiyah Transito kesulitan menyalurkan hak pilih mereka ke TPS. Karena, waktu itu belum, mereka punya KTP tetap Kota Mataram dan otomatis tak terdata dilokasi TPS setempat. Sehingga membuat mereka kesulitan memilih.
Setelah tujuh tahun di Wisma Transito, tepatnya 2014, akhirnya warga Ahmadiyah yang berjumlah 30 kepala keluarga, akhirnya bisa memiliki kartu tanda pengenal dan terdata lansung sebagai pemilih tetap di Kota Mataram.
“Pengurusan KTP, sampai bertahun-tahun. Berkat bantuan media lokal, Ombusman, dan aktivis perdamaian di NTB. Kini kami sudah ada KTP dan punya hak pilih tetap,” ujar perempuan kelahiran Lombok Timur ini saat ditemui di Wisma Transito, 27 Januari 2024.
Menurut Bundaiyah, pemilu 2024 tahun ini, semua kelompok perempuan Ahmadiyah Transito yang punya tanda pengenal, sudah terdata untuk memilih ke TPS di Kelurahan Majeluk, Mataram.
“Tahun ini, KPU dan Bawaslu NTB sudah sosialisasi ke sini. Tak ketinggalan juga para caleg datang kampanye ke Transito,” ujarnya.
Pengalaman yang sama juga diungkapkan, Khadijah, 45 tahun. Ibu tiga anak ini juga menjadi bagian dari keluarga yang telah belasan tahun mengunsi di Wisma Transito, milik Kementerian Transimigrasi RI. Belasan tahun lalu, ia bersama perempuan jamaah Ahmadiyah kesulitan memberikan hak pilihnya.
Pilpres dan pileg serentak silih berganti, pun kepala daerah, tapi pergantian tersebut tak merubah nasib mereka di penampungan sempit Transito. Mereka tak punya pilihan, selain tinggal di pengunsian, mereka tak tahun kapan bisa dipulangkan kembali ke kampung halaman mereka.
Wisma Transito yang padat tak menyulutkan para calon anggota legislatif untuk datang berkampanye. Perempuan kelahiran Lombok Timur ini bercerita, setiap jelang pemilu Asrama Transito selalu ramai kedatangan para caleg. Baik ditingkat pusat. Hingga kabupaten kota, mereka yang datang kampanye.
“Janji mereka beragam, ada yang mau kasih bantuan modal usaha, pemulangan kami ke kampung halaman. Hingga ngurus administrasi kependudukan,” ujar Khadijah sore itu di penampungan Transito.
Selain itu, Khadijah juga mengatakan, dalam rentang 10 tahun terakhir atau sejak pemilu 2014 hingga 2019. Panitia penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu NTB cukup aktif melakukan sosialiasi ke Wisma Transito.
Ketua RT Wisma Transito, Sahidin, 52 tahun juga menceritakan kondisi jamaah Ahmadiyah Lombok dari pemilu ke pemilu. Sebagai Ketua Pengunsi Transito, ia paham betul perjalanan dan kondisi warganya di Transito. Senin, 27 Januari 2024 Sahidin bersama istrinya menyambut kedatangan, tim inilombok di Transito.
****
Malam, setelah shalat magrib itu, Sahidin mengajak kami duduk di halaman depan bekas penampungan transimigrasi itu, yang disulap Pemerintah Provinsi NTB untuk menampung jamaah Ahmadiyah, pasca penyerangan pertama 2006 di Ketapang. Desa Ketapang merupakan tempat tinggal jamaah Ahmadiyah bersama 20 kepala keluarga lainnya.
Bagi Sahidin dan jamah Ahmadiyah Lombok, Asrama Transito menjadi satu-satunya lokasi tempat berlindung dari persekusi, ujaran kebencian, dan penyerangan kelompok intoleran pada mereka.
Dari berbagai kejadian penyerangan kelompok Ahmadiyah Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Lombok Timur. Wisma Transito akan menjadi penampungan terakhir mereka.
Menurut Sahidin, sebagian besar kelompok perempuan Transito, berdagang di pasar, sedangkan laki-lakinya kerja serabutan, dari kuli panggul pasar. Hingga ojek online di Kota Mataram. Kini, jelang pemilu 2024, asrama Transito dijadikan TPS lokasi pemunggutan suara.
“Jumlah pemilih di sini sekitar 80 orang, semuanya telah daftar untuk memilih,” ujar Sahidin.
Sahidin berharap pada lembaga penyelengara pemilu, seperti; KPU, Bawaslu NTB tak abai pada hak pilih warga jamaah Transito dalam setiap jelang pemilu. Terutama kelompok perempuan dan rentan. Ia belajar dari pengalaman pemilu 2009, yang waktu itu tak terdaftar sebagai pemilih tetap.
Sahidin mengutip UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait administratif keikutsertaan masyarakat dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden.
Bagi Sahidin, hak memilih sebagai hak konstitusional setiap warga negara yang harus dilindunggi, tak boleh dihambat, dihalanggi atau dipersulit, lantaran tak punya KTP.
“Tak ada alasan bagi negara atau penyelenggara pemilu meminggirkan hak pilih kami. Kami ini, warga negara yang punya hak sama dengan masyarakat lainnya,” kata Sahidin.
Menurut Sahidin, sejauh ini, jamaah Ahmadiyah Transito menunjukkan sikap tak terjun lansung ke politik praktis, tapi mereka membuktikan komitmennya untuk berperan aktif dalam pemunggutan suara dan mengunakan hak pilihnya sebagai warga negara Indonesia. Contohnya, sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
“Tiap kali pemilu, kami dorong agar jamaah ikut jadi petugas TPS. Lokasi memilih juga kami usulkan, agar TPS-nya berada di luar wisama Transito,” kata pria kelahiran Lombok Tengah ini.
Merujuk siaran pers Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) 31 Januari 2024, menyerukan agar seluruh Anggota jamaah Muslim Ahmadiyah Indonesia untuk menyukseskan pemilu presiden dan legislatif 14 Februari mendatang berlansung damai.
Selain itu, Amir Nasional Muslim Ahmadiyah mengajak semua anggotanya agar mensuskeskan pemilu dengan datang ke TPS untuk memilih calon terbaik sesuai hati nurani. Ajakan Amir Nasional JAI ini sejalan dengan yang disampaikan Komisioner Bawaslu NTB, Hasan Basri.
Menurutnya, Bawaslu NTB bersama penyelenggara pemilu NTB telah melaksanakan sosialisasi ke masyarakat mengenai hak pilih. Khusunya ke asrama Transito, Kota Mataram.
“Bawaslu NTB punya konsen khususnya buat kelompok perempuan di NTB. Salah satunya di wisma Transito. Kami juga pastikan hak mereka terdata dalam DPT dan mereka tak boleh terpinggirkan,” ungkap salah satu Komisioner Bawaslu NTB ini.
Hasan Basri juga tegaskan, bersama Bawaslu Kota Mataram, ia memastikan warga jamaah Ahmadiyah Transito yang punya hak pilih tak boleh terlewatkan. Khususnya juga bagi kelompok perempuan.
“Mereka punya hak pilih yang sama dalam pemilu, tak boleh dianggap warga Ahmadiyah kelas dua. Makanya kami ke asrama Transito untuk memastikan hak mereka tidak terabaikan di pemilu 2024,” tiutur dia.
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Atun Wardatun mengatakan, perhatian pemerintah pada hak-hak dasar kelompok perempuan atau rentan dari tahun ke tahun makin membaik. Kesetaraan gender dan keterlibatan perempuan juga kian baik. Begitu juga saat jelang pemilu 2024 ini.
“Penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu tak boleh abai pada hak pilih kelompok perempuan, apalagi mengabaikannya. Partisipasi perempuan di Pemilu 2024 ini harus diutamakan. Tal boleh terpinggirkan,” Ujar pakar gender dan perempuan UIN Mataram ini.
Atun Wardatun menjelaskan di pemilu 2024, partisipasi pemilih perempuan memberikan kontribusi tinggi dengan datang ke tempat pemunggutan suara. Ia mendorong agar KPU NTB dan Bawaslu NTB untuk memastikan kelompok perempuan sudah terdaftar dalam data pemilih tetap.
“Keterlibatan kelompok perempuan jadi kunci berjalannya demokrasi dan pemilu 2024 ini. Penyelengara pemilu harus berpihak pada kelompok perempuan,” tutur guru besar UIN Mataram ini.
Ketua Lakpesdam (Lembaga Kajian Pengembangan Sumberdaya Manusia) Nahdlatul Ulama (NU) Pengurus Wilayah NTB, Jayadi juga menyebutkan sejak pemilu serentak kedua di tahun 2014, lembaganya aktif memberikan masukan ke penyelenggara pemilu seperti, KPU Provinsi dan Bawaslu NTB.
“Jelang pemilu 2024 ini, kami Lakpesdam NU NTB telah ingatkan Bawaslu dan KPU untuk memastikan hak pilih warga di asrama Transito terdata di DPT dan bisa ikut pemunggutan suara,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkap pegiat kelompok rentan NTB, Maia Rahmayati mengatakan pemilu 2024 ini tak boleh mengabaikan hak-hak kelompok perempuan di NTB tak boleh terpinggirkan. Termasuk komunitas perempuan di wisma Transito, Kota Mataram.
“Waktu berkunjung ke Transito, saya mendapat informasi, KPU dan Bawaslu NTB sudah melakukan pendataan dan sosialisasi,” kata Maia saat tim Inilombok menemuinya di Dasan Agung Mataram.
Menurut Maia dalam Undang-undang (UU) tentang Pemilu, UU tentang Penyelenggara pemilu, hingga UU tentang Partai Politik jelas mengatur mengenai keterlibatan perempuan dalam pemilu.
Maia menegaskan kelompok perempuan menjadi sosok penting untuk berpartispasi di pemilu 2024. Karena, keterlibatan perempuan dalam pemilu 2024 berkorelasi sama pengambilan keputusan politik berkeadilan gender.
“Boleh dibilang tak ada pemilu yang demokratis, tanpa keterlibatan perempuan. Khususnya komunitas perempuan di Transito,” ujarnya.
Maia menyarankan agar penyelenggara pemilu di NTB harus lebih sensitif melihat kebutuhan kelompok perempuan. Tak hanya dalam pemilu, tapi juga kebutuhan atas hak-hak dasar di penampungan.
KPU NTB dan Bawaslu NTB serta segenap perangkatnya harus melakukan penyadaran berkelanjutan mengenai pentingnya pastisipasi kelompok perempuan.
“KPU dan Bawaslu NTB tak sekedar datang sosialisasi ke lokasi-lokasi kelompok perempuan, tapi harus memastikan mereka punya hak pilih dan tak dipinggirkan” tutur Maia.
Ahyar Ros (Freelance Journalist)
Hasil liputan ini merupakan kolaborasi dari Independen.id, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dengan media penerima beasiswa liputan Pemilu 20024 didukung USAID MEDIA-Internews.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Pemilu 2024, Jemaat Perempuan Ahmadiyah Lombok Mendapat Hak Pilih Penuh
Rabu, 21 Februari 2024 12:57 WIBPerdagangan Ribuan Burung dan Pupusnya Satwa Liar di Pulau Lombok
Selasa, 22 November 2022 09:04 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler