Bahaya Psikologis Pemasaran
Jumat, 28 Juni 2024 07:36 WIBDari sudut pandang psikologis, taktik manipulasi pemasaran berdampak besar dan kadang merugikan terhadap individu dan masyarakat. Hal ini terjadi ketika hanya terdapat batasan sangat minimal terhadap pengiklan.
Dampak psikologis dari manipulasi pemasaran dan pesan ekstremis.
Wawasan Utama
- Pemasaran tidak hanya berdampak pada apa yang dirasakan tetapi juga pada proses persepsi itu sendiri.
- Dengan berupaya membangkitkan emosi primitif, pemasaran dapat berdampak serius pada cara “berpikir” orang.
- Dengan menargetkan area otak dan emosi tertentu, beberapa pengiklan mendorong pemikiran yang sederhana.
Di era media digital modern, kekuatan pemasaran telah tumbuh secara eksponensial. Meskipun hal ini memungkinkan perusahaan untuk menjangkau audiens target mereka secara lebih efektif, hal ini juga membuka pintu bagi praktik-praktik yang berpotensi membahayakan. Diantaranya adalah manipulasi pemasaran, pesan-pesan ekstremis, dan pemasaran berlebihan yang berfokus pada memunculkan respons emosional ekstrem, baik positif (misalnya kebahagiaan) atau negatif (misalnya kemarahan).
Dari sudut pandang psikologis, taktik-taktik ini dapat mempunyai dampak yang besar dan kadang-kadang merugikan terhadap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini terutama berlaku ketika terdapat batasan yang sangat minimal, jika ada, terhadap apa yang dapat dikatakan pengiklan. Komentar-komentar ini lebih berlaku pada perusahaan-perusahaan besar dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, pada Wall Street, bukan pada Main Street.
Manipulasi Pemasaran dan Perilaku Konsumen
Manipulasi pemasaran melibatkan strategi yang dirancang untuk mengeksploitasi kerentanan psikologis konsumen, seringkali tanpa mereka sadari. Hal ini dapat mencakup taktik seperti kelangkaan (menciptakan rasa urgensi yang salah), daya tarik ikut-ikutan (menunjukkan semua orang menggunakan suatu produk), dan daya tarik emosional yang memanipulasi perasaan konsumen untuk mendorong pembelian.
Salah satu contoh klasik manipulasi emosional dalam pemasaran adalah penggunaan kebahagiaan untuk mempromosikan produk. Iklan sering kali menggambarkan skenario ideal di mana penggunaan suatu produk menghasilkan kegembiraan dan kepuasan yang luar biasa. Secara psikologis, hal ini dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan perasaan tidak mampu di kalangan konsumen yang tidak merasakan hasil yang sama. Penelitian menunjukkan bahwa paparan terhadap gambar-gambar ideal seperti itu dapat menurunkan harga diri dan meningkatkan kecemasan dan depresi, khususnya di kalangan audiens muda yang lebih mudah dipengaruhi.
Dampak Pesan Ekstremis
Pesan pemasaran ekstremis, yang sering kali melibatkan ketakutan, kemarahan, atau kemarahan, bisa jadi lebih berbahaya. Pesan-pesan tersebut dirancang untuk memancing reaksi emosional yang kuat untuk menarik perhatian dan mendorong keterlibatan. Meskipun hal ini efektif dalam jangka pendek, hal ini memiliki implikasi psikologis jangka panjang.
Pemasaran berbasis rasa takut, misalnya, memanfaatkan kecemasan dan rasa tidak aman konsumen—dan pemilih. Jenis pesan ini dapat dilihat dalam kampanye yang menekankan bahaya jika tidak menggunakan produk atau layanan tertentu, seperti produk kebersihan atau sistem keamanan. Meskipun rasa takut dapat menjadi motivator yang kuat, paparan terus-menerus terhadap pesan-pesan yang memicu rasa takut dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan stres. Penelitian telah menunjukkan bahwa iklan berbasis rasa takut pada awalnya bisa efektif, namun bisa mengarah pada penghindaran defensif, dimana konsumen mengabaikan pesan tersebut sama sekali untuk melindungi kesejahteraan mental mereka.
Kemarahan adalah alat ampuh lainnya yang digunakan dalam pemasaran ekstremis. Kampanye politik dan media sering kali menggunakan emosi ini untuk menggalang dukungan dan meningkatkan keterlibatan pemirsa. Namun, paparan terus-menerus terhadap konten yang memicu kemarahan dapat meningkatkan rasa permusuhan dan agresi. Penelitian menemukan bahwa kemarahan yang dipicu oleh media dapat berkontribusi terhadap polarisasi dan mengurangi kemampuan individu untuk terlibat dalam dialog konstruktif dan kompromi.
“Iklan politik harus dihentikan. Ini satu-satunya jenis iklan tidak jujur yang tersisa. Itu benar-benar tidak jujur.” – David Ogilvy, pakar periklanan
Saya tidak setuju bahwa “ini adalah satu-satunya jenis iklan yang tidak jujur yang masih ada,” namun hal ini jelas sangat merugikan etika periklanan politik. Jangan lupa bahwa neuromarketing adalah industri bernilai miliaran dolar di mana pengiklan sengaja berupaya memengaruhi area otak tertentu untuk menciptakan reaksi yang diinginkan.
Pemasaran yang Berlebihan dan Harapan yang Tidak Realistis
Pemasaran yang berlebihan, yang melibatkan pembuatan klaim hiperbolik tentang manfaat suatu produk atau layanan, adalah taktik umum lainnya. Hal ini dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan yang signifikan ketika produk gagal memberikan hasil seperti yang dijanjikan. Dampak psikologis dari hal ini bisa sangat parah, menyebabkan menurunnya kepercayaan terhadap merek dan meningkatnya sinisme di kalangan konsumen.
Misalnya, produk penurun berat badan sering kali menjanjikan hasil yang cepat dan signifikan, namun jarang dapat dicapai. Konsumen yang tidak mencapai hasil ini mungkin merasa gagal dan frustrasi, sehingga memperburuk masalah terkait citra tubuh dan harga diri. American Psychological Association (APA) menyoroti bahwa penggambaran media yang tidak realistis dapat berkontribusi terhadap ketidakpuasan terhadap tubuh dan perilaku makan yang tidak teratur.
“Iklan adalah kebohongan yang dilegalkan.” – HG Wells
Peran Media Sosial
Media sosial telah memperkuat dampak manipulasi pemasaran, pesan ekstremis, dan pemasaran yang berlebihan. Algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan sering kali memprioritaskan konten yang menimbulkan respons emosional yang kuat, baik positif maupun negatif. Hal ini dapat menciptakan ruang gema di mana pengguna terus-menerus dihadapkan pada konten yang memperkuat keyakinan dan emosi mereka, sehingga sulit untuk keluar dari siklus manipulasi.
Selain itu, sifat kurasi media sosial dapat menyebabkan perbandingan terus-menerus dengan representasi ideal kehidupan orang lain. Fenomena ini, yang sering disebut sebagai “kecemburuan di media sosial”, dapat menyebabkan perasaan tidak mampu, depresi, dan kecemasan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Tandoc, Ferrucci, dan Duffy menemukan korelasi antara penggunaan media sosial dan rasa iri, yang pada gilirannya dikaitkan dengan peningkatan depresi.
Mengurangi Dampaknya
Mengatasi bahaya psikologis dari praktik pemasaran ini memerlukan pendekatan multifaset. Pendidikan literasi media dapat memberdayakan konsumen untuk mengenali dan mengevaluasi secara kritis taktik manipulatif. Kerangka peraturan juga dapat berperan dalam membatasi bentuk manipulasi pemasaran dan pesan ekstremis yang paling mengerikan. Perusahaan sendiri memiliki tanggung jawab untuk terlibat dalam praktik pemasaran etis yang memprioritaskan kesejahteraan konsumennya daripada keuntungan jangka pendek.
Kesimpulannya, meskipun manipulasi pemasaran, pesan-pesan ekstremis, dan pemasaran yang berlebihan dapat menjadi alat yang efektif untuk menarik perhatian konsumen dan mendorong penjualan, hal-hal tersebut memiliki risiko psikologis yang signifikan. Praktik-praktik ini dapat menyebabkan peningkatan kecemasan, penurunan harga diri, peningkatan agresi, dan ekspektasi yang tidak realistis di kalangan konsumen. Dengan memahami dan mengatasi bahaya ini, kita dapat mengembangkan pasar yang lebih etis dan sehat secara psikologis.
***
Solo, Kamis, 27 Juni 2024. 7:17 pm
Suko Waspodo
... an ordinary man ...
1 Pengikut
Hubungan yang Sehat dengan Waktu Berarti Kehidupan yang Memuaskan
Sabtu, 3 Agustus 2024 10:05 WIBNostalgia Seksual Dapat Meningkatkan Kepuasan Seksual
Selasa, 30 Juli 2024 12:19 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler