Latihan Gabungan Angkatan Laut China dan Rusia di Laut China Timur: Implikasi dan Konteks Geopolitik

Senin, 8 Juli 2024 06:41 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Latihan gabungan itu mencakup operasi pertahanan anti-kapal selam, anti-pesawat, operasi pencarian serta penyelamatan. Ini merupakan bagian dari strategi kedua negara untuk menandingi pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut. Apa dampaknya terhadap stabilitas dan dinamika keamanan kawasan Asia-Pasifik, termasuk Indonesia?

Pendahuluan

Pada tanggal 5 Juli 2024, dilaporkan bahwa angkatan laut China dan Rusia akan melaksanakan latihan gabungan di Laut China Timur. Pengumuman ini dibuat oleh Kementerian Pertahanan Rusia pada tanggal 4 Juli, meskipun tanggal spesifik pelaksanaan latihan belum diungkapkan. Kapal-kapal dari kedua negara telah tiba di titik pertemuan. Ini menandai kali keempat latihan semacam itu diadakan di wilayah tersebut dan mencerminkan semakin kuatnya kerja sama militer antara kedua negara.

Latar Belakang

Latihan gabungan ini mengikuti latihan trilateral multidomain "Freedom's Edge" yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan di kawasan yang sama pada tanggal 1 Juli. Selain itu, latihan Rimpac yang dipimpin oleh Amerika Serikat, yang merupakan latihan angkatan laut terbesar di dunia, juga sedang berlangsung di dekat Hawaii.

Pentingnya Latihan Gabungan

Latihan gabungan antara China dan Rusia ini mencakup berbagai operasi seperti pertahanan anti-kapal selam, pertahanan anti-pesawat, dan operasi pencarian serta penyelamatan. Ini adalah bagian dari serangkaian latihan dan kerja sama militer yang intensif antara kedua negara di kawasan Pasifik. Pentingnya latihan ini tidak hanya terletak pada peningkatan kapasitas militer masing-masing negara, tetapi juga pada pesan geopolitik yang dikirimkan kepada pihak-pihak lain di kawasan tersebut.

Konsekuensi Geopolitik

Latihan ini terjadi di tengah meningkatnya inisiatif multilateral yang dipimpin oleh Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik. Inisiatif-inisiatif tersebut termasuk perluasan pakta AUKUS antara Australia, Amerika Serikat, dan Inggris, serta pendalaman kerja sama pertahanan trilateral antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu, NATO juga memperdalam kerja sama dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, sementara Jepang dan Australia meningkatkan kerja sama dengan Filipina di Laut China Selatan.

Kerja sama militer yang semakin intensif antara China dan Rusia dapat dilihat sebagai respon terhadap apa yang mereka anggap sebagai pembentukan "NATO Asia" di sekitar wilayah mereka. Latihan gabungan di masa depan bahkan bisa melibatkan Korea Utara, mengingat ketiga negara ini sering mengkritik formasi aliansi tersebut.

Latihan gabungan angkatan laut antara China dan Rusia di Laut China Timur memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas dan dinamika keamanan kawasan Asia-Pasifik. Bagi negara-negara di kawasan, terutama yang terlibat dalam inisiatif multilateral yang dipimpin oleh Amerika Serikat, latihan ini meningkatkan ketegangan dan perlombaan kekuatan militer. Hal ini bisa memicu respons defensif dari negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia, yang pada gilirannya dapat memperdalam kerjasama pertahanan mereka dengan Amerika Serikat dan NATO.

Bagi Indonesia, yang memiliki posisi strategis di antara Samudera Hindia dan Pasifik, perkembangan ini memerlukan peningkatan kewaspadaan dan diplomasi yang cermat. Indonesia harus menavigasi antara mempertahankan hubungan baik dengan China dan Rusia, serta memperkuat kemitraan strategis dengan negara-negara Barat. Latihan gabungan ini juga meningkatkan risiko insiden atau konflik di kawasan yang dapat berdampak pada keamanan maritim Indonesia dan stabilitas regional.

Dari perspektif intelijen, analisis menunjukkan bahwa latihan ini merupakan bagian dari strategi China dan Rusia untuk menandingi pengaruh Amerika Serikat di Asia-Pasifik. Mereka berupaya menunjukkan kekuatan dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah yang secara tradisional didominasi oleh militer AS dan sekutunya. Intelijen juga mengindikasikan kemungkinan peningkatan kerjasama militer lebih lanjut, termasuk potensi latihan gabungan yang melibatkan Korea Utara, yang dapat memperburuk ketegangan regional. Dalam konteks ini, Indonesia perlu memperkuat kapasitas intelijennya untuk memantau perkembangan ini dan mengantisipasi dampaknya terhadap keamanan nasional dan regional.

Dampak terhadap Kawasan dan Indonesia serta Analisa Intelijen

Latihan gabungan angkatan laut antara China dan Rusia di Laut China Timur memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas dan dinamika keamanan kawasan Asia-Pasifik. Bagi negara-negara di kawasan, terutama yang terlibat dalam inisiatif multilateral yang dipimpin oleh Amerika Serikat, latihan ini meningkatkan ketegangan dan perlombaan kekuatan militer. Hal ini bisa memicu respons defensif dari negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia, yang pada gilirannya dapat memperdalam kerjasama pertahanan mereka dengan Amerika Serikat dan NATO.

Bagi Indonesia, yang memiliki posisi strategis di antara Samudera Hindia dan Pasifik, perkembangan ini memerlukan peningkatan kewaspadaan dan diplomasi yang cermat. Indonesia harus menavigasi antara mempertahankan hubungan baik dengan China dan Rusia, serta memperkuat kemitraan strategis dengan negara-negara Barat. Latihan gabungan ini juga meningkatkan risiko insiden atau konflik di kawasan yang dapat berdampak pada keamanan maritim Indonesia dan stabilitas regional.

Dari perspektif intelijen, analisis menunjukkan bahwa latihan ini merupakan bagian dari strategi China dan Rusia untuk menandingi pengaruh Amerika Serikat di Asia-Pasifik. Mereka berupaya menunjukkan kekuatan dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah yang secara tradisional didominasi oleh militer AS dan sekutunya. Intelijen juga mengindikasikan kemungkinan peningkatan kerjasama militer lebih lanjut, termasuk potensi latihan gabungan yang melibatkan Korea Utara, yang dapat memperburuk ketegangan regional. Dalam konteks ini, Indonesia perlu memperkuat kapasitas intelijennya untuk memantau perkembangan ini dan mengantisipasi dampaknya terhadap keamanan nasional dan regional.

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler