Mengapa Indonesia Harus Membeli Aspal Impor yang Mahal ?

Sabtu, 13 Juli 2024 10:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah sejatinya pemerintah memang tidak mampu memproduksi aspal Buton ekstraksi? Atau, karena memang sengaja tidak mau? Kalau memang sengaja tidak mau, apakah sejatinya maksud pemerintah ingin mengimpor aspal selama-lamanya? Perlukah sekarang kita bertanya kepada pemerintah: “Dimanakah hati nuranimu?”.

Di dalam hidup ini, kita selalu mempunyai pilihan. Adapun pilihannya bisa banyak, dan bisa juga sedikit. Tetapi sepanjang hidup, kita akan selalu dihadapi oleh berbagai macam masalah pilihan. Apakah kita mau memilih yang baik, atau yang buruk. Apakah kita mau memilih yang mahal, atau yang murah? Semua pilihan mempunyai konsekwensinya masing-masing. Pilihan kita bisa benar, atau salah. Dan kalau pilihan kita salah, maka kita harus berani memperbaikinya. Sejatinya, apa sih yang akan menghakimi kita, bahwa pilihan kita itu sudah benar, atau salah? Salah satu faktornya adalah hati nurani diri kita sendiri.

Mengutip dari djkn.kemenjeu.go.id dengan judul: “Hati Nurani: Kesadaran Moral atau Pengetahuan Moral”, hati nurani dapat didefinisikan sebagai bagian dari jiwa manusia yang menyebabkan penderitaan mental dan perasaan bersalah saat menentang, dan perasaan senang dan sejahtera saat tindakan, pikiran, dan perkataan sesuai dengan sistim nilai yang dianut.                                   

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Fungsi hati nurani adalah sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk? Pegangan atau peraturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari dan menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya,

Setiap manusia pasti memiliki hati nurani. Tetapi apakah hati nuraninya telah digunakan sesuai dengan fungsinya, hanya orang tersebut sendiri yang mengetahuinya. Karena hati nurani harus dididik dan dibentuk dengan baik agar dapat memberikan penyuluhan tepat dalam hidup moralnya.

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa Indonesia telah mengimpor aspal selama 45 tahun. Jumlah aspal yang diimpor adalah sebesar 1,5 – 2 juta ton per tahun, dimana oleh sebab itu Indonesia telah dinobatkan sebagai salah satu negara pengimpor aspal terbesar di dunia. Adapun pada awal mulanya, mengapa Indonesia telah mengimpor aspal adalah untuk memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri yang jumlahnya setiap tahun terus meningkat. Indonesia telah mengimpor aspal dengan alasan, bahwa aspal Buton masih belum mampu mensubstitusi aspal impor. Dan lagi pula, harga aspal Buton ekstraksi, katanya masih jauh lebih mahal daripada harga aspal impor.

Apabila pernyataan di atas adalah benar, tentunya tidak akan ada masalah, apabila Indonesia ingin mengimpor aspal selama-lamanya. Tetapi waktu telah terus berjalan dengan cepatnya. Dan pernyataan yang sebelumnya pernah disebutkan, bahwa harga aspal Buton ekstraksi itu adalah jauh lebih mahal daripada harga aspal impor, maka sekarang malah justru berbalik arah. Adapun, sekarang harga aspal impor jauh lebih mahal daripada harga aspal Buton ekstraksi. Tetapi mengapa pemerintah kok masih mau impor aspal terus?. Dan masih belum mau beralih ke aspal Buton?

Mungkin kita harus berani mempertanyakan isu ini kepada pemerintah. Apakah pemerintah mempunyai hati nurani?. Apabila pemerintah memiliki 2 buah pilihan. Pilihan pertama adalah membeli aspal impor yang harganya mahal. Dan pilihan kedua adalah membeli aspal Buton ekstraksi yang harganya murah. Pemerintah akan memilih yang mana?. Yang pertama atau kedua?. Secara logika akal sehat, dan didukung oleh perasaan hati nurani, pasti semua orang akan memilih pilihan kedua, dimana harga aspal Buton ekstraksi lebih murah. Tetapi, mengapa pemerintah justru malah memilih pilihan pertama?. Dimana harga aspal impor yang lebih mahal?. Apakah logika akal sehat dan perasaan hati nurani kita berbeda dengan pemerintah?

Pemerintah memilih opsi pertama, karena opsi kedua masih belum ada di pasaran. Apabila demikian keadaannya, apakah pemerintah akan mau menunggu sampai opsi kedua ada di pasaran, baru akan mau membelinya? Sampai berapa tahun lagi pemerintah akan mau menunggu? Bukankah harga aspal impor itu setiap tahunnya terus naik? Apakah pemerintah akan mau menunggu sampai harga aspal impor meroket dulu, baru mau akan beralih ke opsi kedua?

Dalam hal mengambil sebuah keputusan penting, mana pilihan yang lebih baik, selain menggunakan akal pikiran, kita juga harus menggunakan perasaan dan hati nurani. Hati nurani ada kaitan dengan nilai dan moral. Kalau opsi kedua, dimana aspal Buton ekstraksi yang harganya lebih murah belum ada di pasaran, maka pemerintah wajib untuk memproduksinya sendiri. Apakah mungkin pemerintah tidak mampu memproduksi aspal Buton ekstraksi sendiri? Ini adalah sebuah pertanyaan yang mungkin sangat ditakutkan sekali oleh pemerintah, apabila DPR RI yang akan menanyakannya.

Mengapa? Karena apabila pemerintah menjawab: “Tidak mampu”, maka DPR RI akan bertanya lagi: “Indonesia sudah 79 tahun merdeka lho, masak sih Indonesia masih belum mampu berswasembada aspal?. Jadi selama ini apa yang sudah pemerintah upayakan untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton?. Masak sih harga aspal impor yang mahal masih mau dibeli terus?. Apakah pemerintah tidak mempunyai hati nurani?”.

Apabila pemerintah menjawab bahwa pemerintah tidak mampu memproduksi aspal Buton ekstraksi di hadapan DPR RI, maka pemerintah telah berbohong. RTC Pertamina dalam publikasinya pada tahun 2020, telah melaporkan bahwa berdasarkan hasil dari studi kelayakan untuk membangun pabrk ekstraksi aspal Buton, telah menunjukkan bahwa harga aspal Buton ekstraksi adalah lebih murah daripada harga aspal minyak atau aspal impor. Tetapi anehnya, hasil studi kelayakan yang sangat menjanjikan ini sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya.

Jadi jawaban dari pertanyaan rakyat: “Mengapa Indonesia harus membeli aspal impor yang mahal?”, adalah karena pemerintah selain tidak memiliki kemauan politik untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton, pemerintah juga tidak memiliki hati nurani. Adapun, seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa “Hati Nurani: Kesadaran Moral atau Pengetahuan Moral”, hati nurani dapat didefinisikan sebagai bagian dari jiwa manusia yang menyebabkan penderitaan mental dan perasaan bersalah saat menentang, dan perasaan senang dan sejahtera saat tindakan, pikiran, dan perkataan sesuai dengan sistim nilai yang dianut.         

Setelah kita mengetahui jawaban dari pertanyaan: “Mengapa Indonesia harus membeli aspal impor yang mahal?”, maka apa yang terasa di dalam hati nurani kita? Perasaan miris? Adapun, kata “miris” digunakan untuk menggambarkan perasaan simpati yang mendalam atau kesedihan yang muncul akibat melihat atau mendengar tentang penderitaan atau kondisi yang menyedihkan dari orang lain atau keadaan.

Mungkin kita perlu merenung dalam-dalam, apakah sejatinya pemerintah memang tidak mampu memproduksi aspal Buton ekstraksi? Atau, karena memang sengaja tidak mau? Kalau memang sengaja tidak mau, apakah sejatinya maksud pemerintah ingin mengimpor aspal selama-lamanya? Perlukah sekarang kita bertanya kepada pemerintah: “Dimanakah hati nuranimu?”.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler