Pak Jokowi, Indonesia Masih Terus Impor Aspal, lho!

Senin, 15 Juli 2024 14:57 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagaimana kalau ada menteri yang akan bertanya, “Harga aspal Buton ekstraksi itu lebih mahal daripada harga aspal impor, pak Jokowi”. Maka pak Jokowi akan menjawab dengan tenang dan santai, “Lho, jangan tanya saya. Tanyakan kepada penulis tulisan ini saja!”.

Dua tahun kurang dua bulan sejak Presiden Joko Widodo memutuskan Indonesia akan stop impor aspal pada tahun 2024, ternyata Indonesia masih terus mengimpor aspal. Bagaimana ini pak Jokowi? Apakah pak Jokowi sudah lupa atau memang tidak ingat lagi dengan keputusan pak Jokowi sendiri?

Tulisan ini hanya ingin mengingatkan kepada pak Jokowi, bahwa ada sebuah urusan negara yang masih belum tuntas. Itulah urusan aspal impor dan aspal Buton. Dan pak Jokowi wajib menyelesaikannya sebelum pak Jokowi pensiun 3 bulan lagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengapa kita harus mengingatkan kepada pak Jokowi, bahwa ada masalah aspal impor dan aspal Buton yang masih belum tampak ada titik-titik terang untuk mau menyelesaikannya. Mungkin kalau pak Jokowi lupa. Pada tahun 2015, beberapa bulan setelah pak Jokowi dilantik sebagai Presiden RI ke-7, pak Jokowi telah menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Kalau pak Jokowi lupa, adapun rekam jejak digitalnya ada, dan tidak pernah akan lupa.

Adapun, tindak lanjut dari instruksi pak Jokowi tersebut, Pertamina dan Wijaya Karya telah menandatangani sebuah Nota Kesepakatan (MoU) untuk memproduksi aspal Hibrida. Aspal Hibrida adalah aspal campuran antara aspal Buton ekstraksi dengan Decant Oil dari Pertamina. Tetapi sayangnya, rencana untuk memproduksi aspal Hibrida ini telah mangkrak. Tetapi, alih-alih pak Jokowi mau melanjutkan rencana untuk memproduksi aspal Hibrida ini, pak Jokowi malah memutuskan untuk stop impor aspal pada tahun 2024.

Bagaimana mungkin rakyat bisa memahami apa yang ada di dalam pikiran pak Jokowi, karena mungkin dasar pemikiran pak Jokowi adalah agar industri aspal Buton bisa berkembang, maka impor aspal harus distop. Dari keputusan pak Jokowi untuk stop impor aspal yang berani ini, sudah tampak bahwa pak Jokowi tidak paham, apa sejatinya latar belakang, mengapa Indonesia sudah 45 tahun harus terus mengimpor aspal.

Indonesia mulai mengimpor aspal sekitar tahun 1980an. Hal ini perlu dilakukan, karena kebutuhan aspal di dalam negeri terus meningkat setiap tahunnya. Dan kebutuhan aspal di dalam negeri tidak mampu dipenuhi lagi oleh aspal Buton. Mungkin pak Jokowi perlu bertanya: “Mengapa aspal Buton tidak mampu memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri?”. Pada tahun 1980an, aspal Buton masih diproduksi dalam bentuk aspal Buton butiran yang kualitasnya kalah bersaing dengan aspal minyak. Dengan demikian, sejak tahun 1080an para Kontraktor jalan lebih suka menggunakan aspal minyak impor daripada aspal Buton butiran.

Setelah pak Jokowi tahu, bahwa mengapa Indonesia mengimpor aspal adalah karena kualitas aspal Buton kalah bersaing dengan aspal impor, maka seharusnya pak Jokowi bertanya lagi: “Bagaimana caranya agar kualitas aspal Buton dapat ditingkatkan supaya mampu bersaing dengan aspal minyak impor?”. Sayangnya pertanyaan yang cerdas ini tidak pernah keluar dari mulut pak Jokowi.

Sejatinya sudah banyak sekali upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas aspal Buton agar mampu bersaing dengan aspal impor. Tetapi selama 45 tahun, aspal impor tetap menjadi pilihan utama. Meskipun kualitas aspal Buton sudah semakin baik, tetapi kapasitas produksi aspal Buton masih kecil, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri, yang jumlahnya sekitar 2 juta ton per tahun. Akhirnya kebijakan impor aspal adalah solusi yang paling cepat dan mudah, serta paling menguntungkan.

Apakah pak Jokowi sudah puas dengan penjelasan mengenai asal-usul, mengapa Indonesia untuk pertama kalinya harus mengimpor aspal? Seharusnya pak Jokowi tidak puas, karena kelihatannya masih belum ada penjelasan, mengapa kapasitas produksi aspal Buton tidak mampu mencapai 2 juta ton per tahun? Ini adalah pertanyaan yang cerdas. Aspal Buton tidak mampu diproduksi sebesar 2 juta per tahun, karena masih belum ada teknologinya. Selama ini, aspal Buton masih diproduksi dalam bentuk aspal Buton butiran yang mengandung bitumen sekitar 20%. Agar aspal Buton mampu bersaing secara kualitas dan kuantitas dengan aspal impor, maka aspal Buton harus diolah terlebih dahulu menjadi aspal Buton ekstraksi yang kandungan bitumennya 100%.

Pak Jokowi pasti akan bertanya lagi: “Kalau memang agar aspal Buton mampu bersaing secara kualitas dan kuantitas dengan aspal impor, maka aspal Buton harus diolah terlebih dahulu menjadi aspal Buton ekstraksi, mengapa kita tidak memproduksi aspal Buton ekstraksi saja?”.

Mungkin ini adalah sebuah pertanyaan yang cerdas, dan wajib dijawab oleh menteri-menteri pak Jokowi. Pada tahun 2015, Pak Jokowi sudah menginstruksikan kepada jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Pak Jokowi perlu menanyakan kepada para menteri-menteri terkait tersebut, apakah instruksi pak Jokowi ini sudah dilaksanakan atau belum. Kalau sudah, apa hasilnya? Dan kalau belum, apa masalahnya?

Pak Jokowi telah memutuskan Indonesia akan stop impor aspal pada tahun 2024. Pak Jokowi tidak boleh main-main dengan keputusan penting ini. Karena masalah aspal impor dan aspal Buton bukanlah masalah kecil yang mudah dilupakan begitu saja. Pak Jokowi harus berani bertanggung jawab atas keputusan yang sudah dibuat nya. Pak Jokowi tidak boleh lari dari tanggung jawabnya. Karena kemanapun pak Jokowi akan lari, pasti bayangan aspal impor dan aspal Buton akan selalu mengejarnya. Sampai kapanpun.

Jadi apa solusinya dong?. Solusinya adalah sangat mudah sekali. Sekarang pak Jokowi tinggal menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton ekstraksi. Pak Jokowi perlu mempertegas agar lebih jelas. Harus dengan aspal Buton ekstraksi, dan bukan dengan aspal Buton yang lain. Bagaimana kalau ada menteri yang akan bertanya: “Harga aspal Buton ekstraksi itu lebih mahal daripada harga aspal impor, pak Jokowi”. Maka pak Jokowi akan menjawab dengan tenang dan santai: “Lho, jangan tanya saya. Tanyakan kepada penulis tulisan ini saja!”.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Indŕato Sumantoro

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler