Aspal Buton Bukan Pilihan

Senin, 29 Juli 2024 17:11 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Karena aspal Buton bukan pilihan. Sebagus apapun, dan semurah apapun, aspal Buton bukan pilihan. Sebanyak apapun deposit aspal Buton, aspal Buton bukan pilihan. Titik. Ini adalah masalah pilihan.

Aspal Buton adalah aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Jumlah depositnya terbesar di dunia. Tetapi aspal Buton ini bukan menjadi pilihan bagi pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan aspal di dalam negeri. Mengapa? Karena pemerintah lebih memilih kebijakan untuk mengimpor aspal, meskipun harganya lebih mahal. Tentu rakyat Indonesia merasa penasaran, dan ingin tahu, mengapa pemerintah lebih suka mengimpor aspal daripada mau memanfaatkan aspal Buton yang harga bisa lebih murah untuk memenuhi kebutuhan aspal nasional?

Jawabannya sangat sederhana, karena aspal Buton bukan pilihan. Sebagus apapun, dan semurah apapun, aspal Buton bukan pilihan. Sebanyak apapun deposit aspal Buton, aspal Buton bukan pilihan. Titik. Ini adalah masalah pilihan. Dan ini adalah hak prerogatif dari pemerintah untuk menentukan kebijakannya dalam mengelola negara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun menurut hukumonline.com, makna dari hak prerogatif presiden adalah hak yang dimiliki oleh kepala negara atau presiden yang bersifat istimewa, mandiri, dan mutlak yang diberikan oleh konstitusi dalam lingkup kekuasaan pemerintah.

Apakah sekarang kita sudah paham bahwa tidak ada gunanya lagi, kita mendorong gagasan Indonesia berswasembada aspal kepada pemerintah. Mengapa? Karena Indonesia berswasembada aspal itu berarti sama saja dengan Indonesia harus memanfaatkan aspal Buton untuk mensubstitusi aspal impor. Padahal sudah jelas-jelas, bahwa aspal Buton bukan pilihan. Jadi Indonesia berswasembada aspal itu hanya ada di dalam mimpi para pahlawan kemerdekaan. Dan sekarang mereka semua sudah gugur dalam perjuangan dan upaya mereka untuk mewujudkan impiannya. Sekarang biarkanlah mereka dengan tenang dan damai membawa mimpi indah tersebut ke alam keabadian. Kita yang masih hidup hanya dapat berdoa dan berharap, semoga pada suatu saat nanti, mimpi indah mereka itu akan benar-benar bisa terwujud.

Aspal Buton sudah berusia 100 tahun, atau 1 abad. Indonesia sudah merdeka selama 79 tahun. Dan Indonesia sudah mengimpor aspal selama 45 tahun. Semua itu tidak memiliki makna apa-apa di mata pemerintah. Mengapa? Karena aspal Buton bukan pilihan. Oleh karena itu aspal Buton harus tahu diri. Aspal Buton tidak perlu memaksa, menggugat, dan menuntut janji pak Jokowi untuk stop impor aspal. Karena sejatinya memang aspal Buton bukan pilihan. Aspal Buton harus banyak bersabar, dan hanya bisa berharap sebuah keajaiban akan terjadi. Dimana pada suatu saat nanti, pasti akan ada perubahan kebijakan dan iklim politik, dimana pemerintah akan mau beralih ke aspal Buton.

Rakyat Indonesia harus paham, mengapa selama ini DPR RI bungkam dan tidak pernah mau mempermasalahkan, mengapa pemerintah sudah 45 tahun mengimpor aspal. Karena aspal Buton bukan pilihan. Pasti ada kepentingan-kepentingan nasional yang lebih besar dan menjadi prioritas yang harus menjadi pertimbangan utama pemerintah. Tetapi mengapa sampai saat ini pemerintah masih harus terus mengimpor aspal?. Adapun pertimbangan itu merupakan hak prerogatif dan urusan pribadi pemerintahan semata, dan bukan urusan rakyat.

Aspal Buton bukan pilihan merupakan inspirasi dan hidayah dari sebuah kontemplasi. Adapun kontemplasi pada dasarnya merupakan suatu tindakan atau proses pemikiran yang mendalam, di mana seseorang merenung atau mempertimbangkan dengan seksama mengenai suatu realitas.

Oleh karena itu, semua pertanyaan rakyat kepada pemerintah, yang selama ini terpendam di dalam hati, sehubungan dengan fenomena aspal Buton untuk mensubstitusi aspal impor, maka sekarang sudah terjawab. Adapun jawabannya adalah: “Aspal Buton bukan pilihan”.

 Sebagai contoh, pak Jokowi sudah pernah bertanya: “Mengapa Indonesia impor aspal, padahal deposit aspal alam Buton sangat besar?”. Selama ini, pertanyaan tersebut tidak pernah terjawab. Karena pak Jokowi sendiri juga tidak tahu apa jawabannya. Oleh sebab itu, beliau bertanya. Adapun berdasarkan pencerahan hasil dari kontemplasi penulis, maka jawaban dari pertanyaan pak Jokowi tersebut adalah: “Aspal Buton bukan pilihan”. Mudah-mudahan, dengan adanya jawaban ini, maka semua orang yang sebelumnya merasa penasaran dan ingin tahu apa jawaban dari pertanyaan pak Jokowi tersebut, maka sekarang sudah bisa maklum dan ikhlas menerima realita, apa adanya.

Mengapa pemerintah tidak mau beralih ke aspal Buton, diduga adalah karena pemerintah tidak memiliki kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Apakah ada hubungannya, antara pernyataan ini dengan pernyataan aspal Buton bukan pilihan?  Pemerintah tidak memiliki kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor adalah karena pemerintah sudah masuk ke dalam jurang jebakan dan perangkap zona nyaman impor aspal. Pemerintah sudah merasa sangat nyaman sekali dengan mengimpor aspal selama 45 tahun. Jadi, mengapa sekarang kebijakan pemerintah ini harus dirubah? Mengapa harus mencari aspal yang lain?. Bukankah sebaiknya kita terus menikmati saja rasa nyaman ini selama-lamanya?.

Sedangkan buah pemikiran sebagai hasil dari kontemplasi yang menyatakan: “Aspal Buton bukan pilihan” muncul atas dasar teori “balas budi”. Indonesia sudah mengimpor aspal selama 45 tahun. Dengan adanya aspal impor tersebut, Indonesia telah berhasil membangun ribuan kilometer infrastruktur jalan-jalan di seluruh wilayah Indonesia. Dengan adanya jalan-jalan ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik. Sehingga pemerintah patut memberikan apresiasi dan penghargaan atas jasa-jasa dari para pengusaha importir aspal tersebut. Karena tanpa adanya bantuan dan dukungan dari para pengusaha pengimpor aspal tersebut, maka Indonesia tidak mungkin secara ekonomi akan bisa maju seperti sekarang ini.

Atas dasar pertimbangan teori rasa balas budi tersebut, bahwa jasa-jasa para pengusaha importir aspal adalah sangat besar bagi pertumbuhan dan peningkatan ekonomi Indonesia, maka secara moral dan naluri pemerintah Indonesia memiliki hak prerogatif untuk memberikan penghargaan kepada mereka dalam bentuk kebijakan terus mengimpor aspal. Meskipun harga aspal impor setiap tahun naik, tetapi itu tidak menjadi masalah bagi pemerintah. Karena Indonesia sudah mengimpor aspal selama 45 tahun, maka kalau dihitung-hitung, jasa-jasa yang sudah diberikan oleh para pengusaha importir aspal adalah sudah sangat luar biasa besarnya. Dengan adanya kenaikan harga aspal impor setiap tahunnya, maka hal tersebut sudah dapat dimengerti dan dimaklumi. Karena sudah dianggap  pantas, lumrah, dan wajar. Hal ini sudah dianggap merupakan faktor resiko dari sebuah kebijakan strategis untuk saling menguntungkan.

Mungkin dengan adanya penjelasan bahwa Indonesia telah mengimpor aspal selama 45 tahun adalah karena aspal Buton bukan pilihan. Maka dengan demikian, polemik, kontroversi, dan perseteruan antara aspal impor dengan aspal Buton sudah bisa rujuk dan berdamai. Pihak-pihak yang telah merasa terzalimi dengan adanya kebijakan impor aspal, mungkin harus bisa menggali, merenung, dan mencari makna filosofis yang dalam, yang tersembunyi di balik indahnya lirik lagu “Aku bukan pilihan”, seperti di bawah ini.

Mari kita kutip lirik lagu “Aku Bukan Pilihan”, lagu ciptaan Iwan Fals, sebagai berikut”

 

Aku lelaki tak mungkin menerimamu bila

Ternyata kau mendua, membuatku terluka

Tinggalkan saja diriku yang tak mungkin menunggu

Jangan pernah memilih, aku bukan pilihan

 

Sekarang sudah cukup jelas bagi kita semua, rakyat Indonesia, bahwa sejatinya aspal Buton itu bukan pilihan. Karena apabila pemerintah tidak mau stop impor aspal, dan ingin mendua dengan memanfaatkan aspal Buton juga, maka hal tersebut hanya akan membuat hati aspal Buton terluka. Oleh karena itu, pemerintah jangan pernah memilih aspal Buton. Karena aspal Buton bukan pilihan.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler