Sendu di Persimpangan Takdir

Senin, 5 Agustus 2024 22:22 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kalimat ini tercipta, ketika gemuruh perasaan menyambar diri, melaknat sedih, dan ingin kembali ke pangkuan ibu. Kota ini, membuat aku tersihir, tiada suka dan tergambar derita.

Nak, ketika tanganmu masih seperti sepotong roti, aku melangitkan harapan kepada sang penggenggam takdir. "Wahai zat tak terlihat, aku pinta padamu ayunan-ayunan gembira pada kasih kecilku ini"

Nak, Ketika engkau masih tidak mengenali beban, dusta, dan dunia, dirimu kekal dalam bahagia. engkau tak berlari, merangkak tersenyum seakan tak ada badai mendera.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nak, Ketika masanya aku menjadi usia yang berkarat, dan dipenuhi beban langkah.

Aku ingin engkau tahu, dengan kaki gemetar, air mata yang jatuh pada aspal-aspal jalanan, keringant yang berjatuhan membasahi setiap jalan yang terlewati. engkau harus tahu, bahwa derita itu yang membesarkan engkau nak. 

Aku hanya ingin, suatu saat tidak ada kabut duka yang menyelimuti dirimu, karena dirimu tercipta dari senandung sukacita.

Engkau harus tahu, bahwa saat engkau lahir sang kekal tersenyum dan pengembara dunia berhenti sejenak, merengkuh asa, dan meresapi cantiknya dirimu.

(Refleksi Diri, Yogyakarta, 02-08-2024)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mohd Damar Afda Dipura

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua