Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Cinta di Balik Jendela

Selasa, 6 Agustus 2024 09:40 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cinta di Balik Jendela

Di sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan, terdapat sebuah rumah tua yang berdiri megah dengan jendela-jendela besar menghadap ke taman bunga. Rumah itu adalah warisan keluarga, dan meskipun usang, ia masih memancarkan pesona klasik yang memikat hati siapa pun yang lewat. Selama bertahun-tahun, rumah itu telah menjadi saksi bisu dari banyak kisah, mulai dari kegembiraan hingga kesedihan.
 
Di dalam rumah itu, tinggal seorang wanita muda bernama Anisa. Anisa adalah sosok pendiam dan jarang keluar rumah. Kecantikannya menjadi perbincangan warga sekitar, dengan rambut hitam panjang, mata yang tajam dan penuh misteri, serta senyum yang jarang terlihat. Anisa tidak hanya dikenal karena kecantikannya, tetapi juga karena kebaikan hatinya. Meskipun hidup dalam isolasi, dia sering memberikan sumbangan kepada anak-anak panti asuhan dan membantu tetangga yang membutuhkan.
 
Anisa memiliki kebiasaan yang unik. Setiap pagi, dia duduk di dekat jendela kamarnya yang besar, menghadap ke taman bunga. Dari situ, dia bisa melihat seluruh kota dan pegunungan di kejauhan. Tetapi bukan pemandangan itu yang selalu dia tunggu. Dia menanti kedatangan seorang pria muda bernama Arya.
 
Arya adalah seorang pemuda sederhana yang bekerja sebagai tukang kebun di rumah Anisa. Arya berasal dari keluarga yang sederhana, tetapi dia memiliki pengetahuan luas tentang tanaman dan bunga. Setiap hari, Arya datang untuk merawat taman bunga yang indah itu. Bagi Arya, merawat taman bukan sekadar pekerjaan, itu adalah passion dan bentuk pelarian dari realitas hidupnya yang penuh tantangan. Dia memperlakukan setiap bunga dengan kelembutan, seolah-olah mereka adalah bagian dari dirinya sendiri.
 
Pekerjaan Arya bukanlah sesuatu yang menarik perhatian banyak orang. Namun, caranya merawat bunga-bunga itu menarik perhatian Anisa. Meskipun mereka tidak pernah berbicara satu sama lain, ada komunikasi tak terucapkan yang terjalin di antara mereka. Anisa, yang sering merasa kesepian, menemukan kenyamanan dalam melihat Arya bekerja. Arya, di sisi lain, merasakan kehadiran Anisa sebagai motivasi dan inspirasi untuk terus melakukan yang terbaik.
 
Setiap pagi, Arya akan tiba dengan sepeda tuanya, membawa peralatan kebun dan senyum hangat yang selalu membuat Anisa merasa tenang. Dia akan memulai harinya dengan memeriksa kondisi tanah, menyiram bunga, dan memastikan semuanya tumbuh dengan baik. Anisa akan duduk di balik jendela, terkadang membawa sebuah buku, tetapi matanya seringkali lebih tertuju pada Arya daripada halaman-halaman yang ada di hadapannya.
 
Hari demi hari berlalu, dan musim berganti. Bunga-bunga di taman berubah warna dari merah, kuning, hingga putih. Dengan setiap musim yang berlalu, perasaan yang tumbuh di hati Anisa dan Arya juga semakin kuat. Mereka tidak pernah saling mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, tetapi ada kehangatan yang tumbuh di antara mereka, seperti cahaya matahari yang perlahan menghangatkan bumi setelah musim dingin yang panjang.
 
Suatu hari, ketika bunga-bunga sedang mekar indah, Arya menemukan sebuah bunga mawar putih yang berbeda dari yang lain. Bunga itu begitu indah, seolah-olah menyimpan cahaya di dalam kelopaknya. Arya merasa ada sesuatu yang istimewa dengan bunga itu, sesuatu yang mengingatkannya pada Anisa. Dengan hati-hati, dia memetik bunga itu dan memutuskan untuk memberikannya kepada Anisa.
 
Pemberian bunga itu adalah langkah besar bagi Arya. Dia tahu bahwa Anisa mungkin tidak mengharapkan ini, dan dia khawatir akan reaksi Anisa. Namun, dorongan untuk menyampaikan perasaannya, meskipun hanya melalui bunga, lebih kuat daripada ketakutannya. Dia berharap bahwa bunga itu akan menyampaikan apa yang dia rasakan di dalam hatinya.
 
Dengan penuh keraguan, Arya naik ke tangga depan rumah Anisa dan mengetuk pintu. Anisa, yang biasanya tidak pernah menerima tamu, membuka pintu dengan hati berdebar. Di hadapannya berdiri Arya, dengan tangan yang menggenggam mawar putih. Anisa tercengang melihat Arya berdiri di ambang pintu, dan dia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat.
 
"Saya menemukan bunga ini di taman, dan saya pikir ini milik Anda," kata Arya, suaranya lembut dan penuh rasa hormat.
 
Anisa menerima bunga itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih," jawabnya singkat, namun matanya tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang terpancar. Mereka berdiri dalam keheningan sesaat, mata mereka saling bertemu, dan seolah-olah ada sesuatu yang tidak terucapkan yang disampaikan di antara mereka.
 
Sejak hari itu, Anisa dan Arya mulai berbicara lebih sering. Mereka menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, dari kecintaan pada alam hingga mimpi-mimpi kecil yang sederhana. Setiap kali Arya datang untuk merawat taman, mereka akan meluangkan waktu untuk berbicara, berbagi cerita, dan tertawa bersama. Mereka berbicara tentang buku-buku yang Anisa baca, tentang bunga-bunga yang Arya tanam, dan tentang kehidupan mereka yang sepertinya berada di dunia yang berbeda, tetapi terhubung oleh keindahan sederhana yang mereka temukan di taman itu.
 
Mereka juga berbicara tentang impian dan aspirasi mereka. Arya bercerita tentang keinginannya untuk membuka toko bunga sendiri suatu hari nanti, di mana dia bisa berbagi kecintaannya pada tanaman dengan orang lain. Anisa, di sisi lain, berbagi mimpinya untuk mengubah rumah tua itu menjadi perpustakaan komunitas, di mana anak-anak dan orang dewasa bisa datang dan menikmati buku-buku yang dia cintai.
 
Namun, di balik kebahagiaan baru yang mereka temukan, Anisa merasa ada tembok tak terlihat yang masih berdiri di antara mereka. Meski begitu dekat, mereka masih dipisahkan oleh kenyataan hidup mereka yang berbeda. Anisa adalah putri dari keluarga kaya, sementara Arya hanyalah seorang tukang kebun. Anisa khawatir tentang apa yang akan dipikirkan oleh keluarganya dan masyarakat jika mereka mengetahui hubungan mereka. Arya, meskipun sederhana dan rendah hati, juga merasakan beban perbedaan status sosial ini. Dia khawatir bahwa hubungannya dengan Anisa hanya akan membawa masalah bagi mereka berdua.
 
Namun, cinta mereka terus tumbuh, seperti bunga mawar yang diberikan Arya kepada Anisa. Mawar itu menjadi simbol cinta pertama mereka, cinta yang mekar dari balik jendela hingga menjadi nyata di dunia luar. Anisa merawat mawar itu dengan hati-hati, menempatkannya di dalam vas yang indah di meja samping jendelanya. Setiap kali dia melihat mawar itu, dia merasa hangat di dalam hatinya, mengingatkan pada perasaan bahagia yang dia rasakan ketika Arya pertama kali memberikannya.
 
Tetapi, meskipun cinta mereka berkembang, Anisa dan Arya masih belum bisa sepenuhnya mengatasi tembok yang memisahkan mereka. Mereka tahu bahwa untuk bersama, mereka harus menghadapi kenyataan hidup yang sulit dan menantang. Mereka harus berani melawan pandangan masyarakat, dan menghadapi ketakutan dan keraguan mereka sendiri.
 
Satu hari, saat mereka sedang berbicara di taman, Arya mengungkapkan keinginannya untuk melamar Anisa. Dia tahu bahwa ini adalah langkah besar dan berisiko, tetapi dia merasa bahwa cinta mereka layak untuk diperjuangkan. Anisa terkejut, tetapi juga merasa bahagia dan terharu. Dia tahu bahwa dia mencintai Arya, dan dia ingin bersama Arya. Namun, dia juga merasa takut dan ragu. Dia khawatir tentang reaksi keluarganya dan masyarakat sekitar.
 
Anisa meminta waktu untuk memikirkan hal ini. Arya mengerti dan memberinya ruang. Selama beberapa hari berikutnya, Anisa berpikir keras tentang keputusan yang harus dia buat. Dia tahu bahwa ini bukanlah keputusan yang mudah, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak bisa hidup tanpa Arya. Dia merasakan cinta yang begitu kuat untuk Arya, yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
 
Akhirnya, Anisa memutuskan untuk berbicara dengan keluarganya tentang hubungan mereka. Dia tahu bahwa ini akan menjadi pembicaraan yang sulit, tetapi dia merasa bahwa ini adalah langkah yang perlu diambil. Dia memberanikan diri dan berbicara dengan orang tuanya tentang perasaannya terhadap Arya. Seperti yang dia duga, reaksi mereka tidaklah baik. Mereka khawatir tentang perbedaan status sosial dan bagaimana hubungan ini akan dilihat oleh masyarakat.
 
Namun, Anisa tetap teguh pada keputusannya. Dia menjelaskan kepada orang tuanya bahwa Arya adalah pria yang baik, penuh perhatian, dan mencintainya dengan tulus. Dia menjelaskan bahwa cinta tidak mengenal batasan status sosial dan bahwa mereka berdua saling melengkapi. Anisa meminta orang tuanya untuk memberinya kesempatan untuk membuktikan bahwa cinta mereka dapat mengatasi semua rintangan.
 
Setelah percakapan yang panjang dan emosional, orang tua Anisa akhirnya setuju untuk bertemu dengan Arya. Mereka ingin memastikan bahwa Arya adalah pria yang tepat untuk putri mereka. Pertemuan itu penuh dengan ketegangan, tetapi Arya menunjukkan sikap yang sopan dan tulus. Dia menjelaskan niat baiknya dan komitmennya untuk membahagiakan Anisa. Lambat laun, orang tua Anisa mulai melihat kebaikan dan ketulusan hati Arya.
 
Setelah beberapa kali pertemuan, mereka akhirnya merestui hubungan Anisa dan Arya. Meskipun tidak sepenuhnya menerima, mereka setidaknya memberi Anisa dan Arya kesempatan untuk membuktikan cinta mereka. Anisa dan Arya merasa lega dan bahagia. Mereka tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang mereka, tetapi mereka siap menghadapi tantangan bersama.
 
Dengan restu keluarga, Anisa dan Arya mulai merencanakan masa depan mereka. Arya memutuskan untuk melamar Anisa secara resmi, dan mereka merencanakan pernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat. Anisa juga mulai merencanakan proyek perpustakaan komunitasnya, dengan Arya di sisinya sebagai pendukung dan mitra sejati.
 
Pada hari pernikahan mereka, taman bunga yang dulu menjadi tempat pertemuan mereka dihias dengan indah. Bunga-bunga mekar, memberikan warna-warni yang mempesona. Anisa dan Arya bertukar janji di hadapan keluarga dan teman-teman mereka, berjanji untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain dalam suka dan duka.
 
Setelah pernikahan, mereka tinggal di rumah tua itu, mengubahnya menjadi rumah yang penuh dengan cinta dan kebahagiaan. Arya melanjutkan pekerjaannya sebagai tukang kebun, tetapi sekarang dia juga membantu Anisa dengan perpustakaan komunitasnya. Mereka hidup dengan sederhana, tetapi penuh dengan cinta dan rasa syukur.
 
Bunga mawar putih yang dulu diberikan Arya kepada Anisa tetap terjaga dengan baik, menjadi simbol cinta abadi mereka. Mawar itu tumbuh subur di taman, mengingatkan mereka setiap hari akan awal dari perjalanan cinta mereka. Anisa dan Arya tahu bahwa perjalanan mereka tidak selalu mudah, tetapi mereka percaya bahwa dengan cinta dan dukungan satu sama lain, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.
 
Dan rumah tua itu, dengan jendela-jendelanya yang besar, menjadi saksi bisu dari cinta yang mekar di antara mereka. Cinta yang tumbuh dari balik jendela hingga menjadi nyata di dunia luar. Cinta yang sederhana, tulus, dan penuh dengan keindahan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ervan Yuhenda

Berani Beropini Santun Mengkritisi

5 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler