Putri Bulan
Kamis, 8 Agustus 2024 09:18 WIBKarya Titie Said yang membahas pernikahan antaretnis dan pandangan tentang hubungan laki-laki perempuan dari budaya Jawa, Tionghoa dan Barat.
Judul: Putri Bulan
Penulis: Titie Said
Tahun Terbit: 1989
Penerbit: Alam Budaya
Tebal: 214
ISBN:
Buku ini terdiri dari tiga novel pendek. Novel pertama berjudul Putri Bulan, novel kedua berjudul Indah Hapsari, sedangkan novel ketiga berjudul Permata Bunda. Novel pertama bercerita tentang pernikahan antaretnis. Novel kedua berkisah tentang pergumulan seorang perempuan untuk mempunyai anak, padahal ia mengidap penyakit jantung. Sedangkan novel ketika berkisah tentang pasangan yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Novel pertama mengisahkan tokoh perempuan Jawa bernama Wulan yang jatuh cinta dengan lelaki Taiwan bernama Han Jiau. Lokasi kejadiannya adalah di Amerika Serikat. Sebab Wulan dan Han Jiau sama-sama kuliah di Amerika. Wulan yang awalnya tidak terlibat cinta dengan Han Jau, pelan tapi pasti menjadi pasangan kekasih. Sebenarnya Han Jiau sudah memiliki kekash bernama Jeane Tang. Namun karena Jeane Tang selalu mengabaikan Han Jiau, maka Han Jiau berpindah hati ke Wulan. Han Jiau memberi nama Cina kepada Wulan, yaitu Gwee Lan.Han Jiau akhirnya menikah dengan Wulan dan membawa Wulan ke Taipeh.
Roman pendek yang sepertinya sederhana ini membahas tentang perbedaan budaya, yaitu budaya Jawa, budaya Taiwan dan budaya Barat. Budaya Jawa diwakili oleh Wulan dan ibunya yang ada di Jawa. Sedangkan budaya Taiwan diwakili oleh Han Jiau, Jeane Tang dan ibu Han Jiau. Budaya barat muncul melalui tokoh Elizabeth.
Titie Said secara jitu menggambarkan perbedaan ketiga budaya tersebut dalam kisah yang cukup pendek. Meski kisahnya sendiri cukup pendek, namun novel ini mampu mengangkat perbedaan budaya yang membuat pernikahan dua budaya menjadi penuh masalah.
Wulan harus menghadapi permintaan ibunya untuk bisa menikah dengan sesama orang Jawa. Sementara ibu Han Jiau memusuhi menantunya yang kurang berbakti kepada mertua dan dianggap tidak sesuai dengan adat Taiwan. Namun sejak Han Jiau sakit, ibu Han Jiau justru mengasihi Wulan untuk menyenangkan anaknya supaya bisa sembuh. Saat Han Jiau akhirnya meninggal, ibunya menyerahkan seluruh warisan Han Jiau kepada Wulan.
Elizabeth dimunculkan dalam novel ini untuk memberikan warna nilai-nilai kebebasan barat. Elizabeth tidak bisa menerima persetubuhan sebagai bentuk komitmen. Ia memisahkan antara cinta dengan seks. Elizabeth merasa heran saat tahu bahwa Wulan belum pernah berhubungan dengan lelaki sebelum berpacaran dengan Han Jiau.
Novel kedua berkisah tentang Aliandu, seorang pria yang sudah beranak, yang menikahi Indah Hapsari yang adalah seorang guru. Aliandu menitipkan Boby, anaknya kepada Indah dan keluarganya. Namun sayang, Boby meninggal karena kecelakaan yang diakibatkan oleh keteledoran Indah Hapsari.
Di sinilah konflik mulai dibangun. Indah yang mempunyai penyakit jantung dilarang untuk minum pil KB, sementara ia juga diharapkan tidak melahirkan. Melahirkan bagi seorang pengidap penyakit jantung adalah sangat berbahaya.
Perasaan bersalah karena meninggalnya Boby dan keinginan memberikan anak kepada Aliandu menjadi pergumulan yang luar biasa bagi Indah. Termasuk ketika ia dinyatakan hamil. Apakah ia harus menggugurkan kandungannya demi nyawanya? Atau mengambil risiko kematian saat melahirkan untuk memberi anak baru bagi Aliandu?
Kisah berakhir bahagia karena Indah akhirnya berhasil melahirkan anak buat Aliandu.
Novel ketiga mengisahkan pasangan Bimo dan Sari. Pasangan yang bahagia karena menantikan kelahiran buah hatinya. Sayang, proses kehamilan Sari bermasalah. Sari melahirkan prematur saat kandungan baru berumur 7 bulan. Anak yang lahir tersebut diberi nama Intan.
Setelah Intan berumur 1 tahun, Bimo dan Sari baru menyadari bahwa anak mereka buta dan tuli. Bimo tidak bisa menerima bahwa anaknya cacat. Timbul penyesalan Bimo. Ia mengungkin mengapa Sari tidak setuju menggugurkan kandungannya yang bermasalah.
Sebaliknya Sari yang tahu bahwa anaknya cacat justru melimpahkan kasih sayangnya kepada Intan. Perhatian Sari yang berlebihan kepada Intan ini membuat Bimo cemburu dan merasa diabaikan.
Setelah melalui pergumulan yang panjang, kisah ini berakhir bahagia. Baik Bimo bisa menerima kecacatan Intan. Bahkan Bimo dan Sari bersepakat untuk menghibahkan rumah besarnya kepada Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) supaya Intan bisa dirawat dengan baik. 854
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Sebilah Pisau Dari Tokyo - Derita Keturunan Exile 1965
Selasa, 3 September 2024 15:15 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler