Amor Memerah

Sabtu, 10 Agustus 2024 11:03 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Panorama artikel, imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi

Yakin, senja selalu indah. Yakin, fajar menyingsing pertanda awal mula perjalanan. Terpenting senantiasa belajar menjadi orang baik, konon tak mudah, wajib melalui banyak hal. Entah apa maksud dari tujuan kalimat macam itu. Mungkin adendum imajinasi; bisa jadi tidak apapun dalam bentuk tak serupa apapun.

Wah, lantas maunya apa. Mau kemana. Terbang ke langit enggak punya sayap. Nyemplung ke laut enggak punya insang, atau tidak sama sekali keduanya. Nah. Oke deh kalau begitu. Mending mempertimbangkan; apa itu cintrong dalam arti luas. Hihihi, sok demokratis. Mau ditanya anak sendiri saja ngeles. Piye arep ngobrol cintrong jal. Ra ka ka cak cak jer!

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cinta memang aneh kata pemeo sih begitu. Berbeda jumlah huruf dengan cintrong. Kata cintrong lebih banyak dari jumlah huruf kata cinta. Hihihi, walah terlanjur di baca ya wkwkwk. Wong ini nulis iseng aja lah kok malah dibaca. Hahaha takut ada bisikan menggelitik ya. Takut digelitikin ya. Hihihi santai gelitik menggelitik itu sehat.

Kalau kritik mengkritik. Ya itu maksudnya. Menggelitik kritik alias kritik menggelitik. Loh, itu sama persis alias pada bae. Hahaha. Kalau cerdas menjawab tentu tidak malas dikritik untuk kembali mengkritisi kritik sebagai wawasan membumi benih tertanam suburlah kawasan bersama membuka jendela melihat dunia multiestetika. Nah. Itu paham.

Tak hanya bobok manis di ranjang berenda deforestasi ehem. Eh halah langit pancawarna menyembul fajar  menulis senja illegal logging cepat tua pikun dilupakan Bumi di pijak. Kalau alam senantiasa tak bergeming direbut keperawanannya. Bukan berarti menyerah loh. Kalau masih percaya kekuatan mother neture, laiknya panah Srikandi, mampu memporakporandakan pasukan Kurawa. Jos!

Alegori Kurusetra, membuncah amburadul oleh seribu panah Srikandi, para lelaki ngumpet dibalik kekuatan pesona karismatiknya; termasuk Arjuna berlindung di balik punggung Srikandi di perang tak berarti apapun itu, valid merugikan sesama saudara di antara mereka, ehem. Itu sebabnya pula kalau anak bertanya wajib dijawab. Jangan ngumpet di kolong langit.

Makhluk aksara tak bertuan menyimpan beragam kata namun enggan bersuara. Apakah oleh sebab kata tak mampu menjadi susastra nurani. Sebaliknya nurani enggan menyampaikan kala susastra sebab kata sembunyi di balik kala nurani atau sebaliknya. Lantas di sebaliknya lagi; hati beku ditinggal nurani jalan-jalan ke dunia fantasi. Jreng!

Nah, terkait dengan hal berkaitkait seru juga loh, semisal nih ya, membayangkan perang modern Bharatayudha. Menurut kisah aslinya di perang itu tak ada panakawan loh. Alegoris di planet Bumi alias planet Biru. Berubah menjadi planet merah membara akibat senjata nuklir canggih buatan manusia. Planet Mars tersaingi, mungkin saja ingin berubah menjadi planet Biru. Kalau garis takdir menghendaki demikian manusia bisa apa. 

"Stop berselingkuh sebelum kiamat." Kata Petruk lantang.
"Apa bisa toh yo!" Kata Bagong.
"Apa situ yakin manipulasi bisa di stop!" Gareng, bergaya eksklusif.

"Manusia jangan adigang adigung ya. Takdir sudah membatasi nasib." Semar mesem layar tutup sandiwara selesai. Gong!

***

Jakarta Indonesiana, Agustus 09, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Pesonamu

8 jam lalu
img-content

Repertoar

20 jam lalu

Baca Juga











Artikel Terpopuler