Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Janji di Bawah Hujan

Minggu, 18 Agustus 2024 10:42 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seminggu kemudian, Raka berdiri di bandara, menatap pesawat yang akan membawa Liana pergi. Dengan berat hati, dia melambaikan tangan saat Liana naik ke pesawat. Hatinya kosong, seolah sebagian dari dirinya ikut pergi bersama Liana.

Raka dan seorang gadis bernama Liana, sejak kecil, mereka adalah sahabat yang tak terpisahkan. Meraka hidup di sebuah kota kecil yang selalu dibalut kabut pagi dan dinginnya angin pegunungan, dengan segala sudut dan lekukannya, menjadi saksi bisu atas kebersamaan mereka.

Rumah Raka dan Liana hanya berjarak beberapa blok saja. Setiap pagi hari, mereka selalu bersama berangkat ke sekolah. Mereka berdua adalah bintang di sekolah mereka, Raka dengan bakat olahraganya dan Liana dengan kecerdasannya. Di luar aktivitas sekolah, mereka sering bermain di taman kota, bermain layang-layang di padang rumput, atau hanya berbagi mimpi di bangku kayu tua di taman itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari itu, hujan turun deras. Raka dan Liana sedang berteduh di bawah sebuah pohon besar di taman kota, tempat favorit mereka sejak kecil. Hujan seakan menjadi musik latar yang mengiringi perbincangan mereka. Wajah Liana tampak murung, berbeda dari biasanya yang selalu ceria.

"Ada apa, Li?" tanya Raka lembut.

Liana menatap Raka dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku harus pergi, Ka. Ayahku dipindahkan tugas ke luar negeri. Aku tak tahu kapan bisa kembali."

Raka terdiam, hatinya serasa dihimpit beban berat. "Kapan kamu pergi?"

"Minggu depan," jawab Liana pelan. "Aku sebenarnya tak ingin pergi, tapi aku harus pergi."

Hujan semakin deras, seolah merasakan kepedihan di hati mereka. Raka meraih tangan Liana, menggenggamnya erat. "Jangan khawatir, Li. Aku janji akan menunggumu. Berapa lama pun itu, aku akan tetap di sini, menunggumu kembali."

Liana tersenyum getir. "Janji, Ka?"

"Janji," jawab Raka tegas.

Mereka berdiri di bawah pohon itu, membiarkan hujan membasahi mereka. Raka memeluk Liana erat, seolah tak ingin melepaskannya. Hujan menjadi saksi janji mereka, janji yang diucapkan dengan tulus dari hati.

Seminggu kemudian, Raka berdiri di bandara, menatap pesawat yang akan membawa Liana pergi. Dengan berat hati, dia melambaikan tangan saat Liana naik ke pesawat. Hatinya kosong, seolah sebagian dari dirinya ikut pergi bersama Liana.

Hari-hari berlalu dengan lambat tanpa kehadiran Liana. Raka mencoba mengisi kekosongan itu dengan berbagai kegiatan. Dia bergabung dengan tim sepak bola sekolah, berharap bisa mengalihkan pikirannya dari rasa rindu yang menggerogoti hatinya. Tapi setiap kali hujan turun, kenangan bersama Liana kembali menghantamnya.

Di sisi lain, Liana juga merasakan hal yang sama. Di negara baru, dia merasa asing dan kesepian. Meski dia mencoba beradaptasi dengan lingkungan barunya, bayangan Raka selalu menghantuinya. Setiap kali hujan turun, dia teringat janji mereka di bawah pohon besar itu.

Mereka terus berkomunikasi melalui surat dan sesekali lewat telepon. Namun, jarak dan waktu perlahan menguji kekuatan janji mereka. Liana semakin sibuk dengan sekolah barunya dan Raka juga mulai terlibat dalam berbagai kegiatan. Meski begitu, janji di bawah hujan itu tetap menjadi pengikat hati mereka.

Tahun demi tahun berlalu. Raka lulus dari SMA dan melanjutkan kuliah di universitas di kota yang tak terlalu jauh dari kampung halamannya. Dia memilih jurusan arsitektur, sesuatu yang selalu dia impikan sejak kecil. Sementara itu, Liana juga melanjutkan kuliahnya di luar negeri, mengambil jurusan kedokteran.

Meski kesibukan semakin menyita waktu mereka, Raka dan Liana tetap berusaha menjaga komunikasi. Setiap kali liburan tiba, Raka selalu mengunjungi tempat-tempat yang dulu sering mereka datangi bersama. Dia selalu berharap suatu hari Liana akan kembali dan mereka bisa mengulang semua kenangan indah itu.

Sementara itu, di negara lain, Liana berjuang keras menyelesaikan studinya. Dia tahu bahwa masa depan mereka bergantung pada usahanya. Setiap kali dia merasa lelah dan ingin menyerah, dia selalu teringat janji di bawah hujan itu. Janji yang memberinya kekuatan untuk terus maju.

Suatu hari, Raka mendapat kabar bahwa Liana mengalami kecelakaan. Dia segera menghubungi Liana dan merasa lega saat tahu bahwa Liana baik-baik saja meski harus menjalani pemulihan yang cukup lama. Kejadian itu semakin memperkuat tekad Raka untuk tetap setia menunggu.

Waktu terus berlalu. Raka kini telah bekerja di sebuah firma arsitektur ternama. Dia telah berhasil merancang beberapa bangunan penting di kotanya. Meski kariernya cemerlang, hatinya tetap kosong tanpa kehadiran Liana.

Setiap kali hujan turun, Raka selalu kembali ke taman kota, duduk di bawah pohon besar itu, mengingat janji mereka. Dia percaya bahwa Liana akan kembali, meski waktu terus berlalu dan jarak semakin jauh.

Di sisi lain, Liana juga berjuang keras menyelesaikan studinya. Dia telah menjadi dokter yang sukses dan dihormati di tempatnya bekerja. Namun, hatinya selalu merindukan Raka dan kota kecil tempat mereka tumbuh bersama.

Suatu malam, setelah hari yang melelahkan di rumah sakit, Liana duduk di tepi jendela kamarnya, menatap hujan yang turun. Air matanya mengalir, mengenang semua kenangan bersama Raka. Dia merindukan rumah, merindukan Raka, dan merindukan janji mereka di bawah hujan.

Dengan tekad yang bulat, Liana memutuskan untuk pulang. Dia ingin memenuhi janji mereka dan melihat apakah Raka masih setia menunggunya. Dengan hati yang penuh harap, dia memesan tiket pesawat dan bersiap untuk kembali ke kota kecil yang selalu ada di hatinya.

Hari yang dinantikan tiba. Liana berdiri di bandara, menunggu pesawat yang akan membawanya pulang. Jantungnya berdebar kencang, campuran antara kegembiraan dan ketakutan. Dia bertanya-tanya apakah Raka masih mengingat janji mereka. Apakah Raka masih menunggunya?

Di sisi lain, Raka merasakan sesuatu yang aneh hari itu. Hatinya berdebar tanpa alasan yang jelas. Dia memutuskan untuk pergi ke taman kota, seperti biasa saat hujan turun. Hujan deras mengguyur kota kecil itu, membawa kenangan masa lalu kembali.

Saat Raka tiba di taman, dia melihat seorang wanita berdiri di bawah pohon besar itu, dengan payung merah. Jantungnya berdebar kencang. Dia berjalan mendekat, dan saat sosok itu menoleh, air matanya tak tertahan.

"Liana?" Raka berlari menghampirinya.

Liana tersenyum, matanya juga basah oleh air mata. "Aku kembali, Ka. Aku kembali."

Raka memeluknya erat, tak ingin melepaskan. Hujan turun deras, namun mereka tak peduli. Janji di bawah hujan itu akhirnya terwujud. Mereka tahu, tak ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Hujan yang dulu menjadi saksi perpisahan kini menjadi saksi pertemuan mereka yang dinanti begitu lama.

Setelah pertemuan yang mengharukan itu, Raka dan Liana bertekad untuk tidak terpisahkan lagi. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi mereka siap menghadapi segala rintangan bersama. Mereka memutuskan untuk tinggal di kota kecil mereka dan membangun kehidupan yang baru.

Raka melanjutkan kariernya sebagai arsitek dan memulai proyek untuk merancang sebuah rumah impian untuk mereka berdua. Sementara itu, Liana mulai bekerja di rumah sakit setempat, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di kota kecil mereka.

Mereka berdua menghadapi banyak tantangan, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Ada saat-saat di mana mereka merasa kewalahan oleh tekanan dan tanggung jawab. Namun, mereka selalu ingat janji mereka di bawah hujan, yang memberi mereka kekuatan untuk terus maju.

Suatu hari, Raka mendapat tawaran pekerjaan di luar kota. Tawaran itu sangat menggiurkan dan dapat memberikan kesempatan besar bagi kariernya. Namun, dia ragu untuk menerima tawaran itu karena tidak ingin meninggalkan Liana lagi.

Liana, yang selalu mendukung Raka, memberinya semangat. "Ka, ini adalah kesempatan besar untukmu. Aku tahu betapa pentingnya ini bagi kariermu. Aku akan selalu mendukungmu, apapun yang terjadi."

Raka tersenyum, merasa diberkati memiliki seseorang seperti Liana di sisinya. "

Aku tidak akan pergi tanpa kamu, Li. Kita akan menghadapi ini bersama, seperti yang selalu kita lakukan."

Akhirnya, mereka memutuskan untuk pindah ke kota besar bersama-sama. Mereka tahu bahwa mereka dapat mengatasi segala rintangan asalkan mereka bersama. Raka menerima tawaran pekerjaan itu, dan Liana juga mendapatkan pekerjaan di rumah sakit di kota baru mereka.

Di kota baru itu, mereka memulai kehidupan yang baru dengan penuh semangat. Meski berada di tempat yang asing, mereka merasa lebih kuat karena memiliki satu sama lain. Mereka menjelajahi kota bersama, menemukan tempat-tempat baru, dan menciptakan kenangan baru.

Raka semakin sukses dalam kariernya, merancang gedung-gedung megah yang mengubah wajah kota. Liana juga semakin dihormati di bidangnya, memberikan pelayanan medis yang luar biasa kepada pasien-pasiennya. Mereka berdua saling mendukung dan selalu ada untuk satu sama lain.

Suatu hari, saat hujan turun, mereka duduk di balkon apartemen mereka, menatap hujan yang mengguyur kota. Raka merangkul Liana, mengingatkan mereka pada janji di bawah hujan yang membawa mereka sampai ke titik ini.

"Hujan yang indah ini, selalu membawa kita kembali," kata Raka pelan.

Liana tersenyum, menatap Raka dengan penuh cinta. "Ya, hujan selalu menjadi saksi perjalanan kita. Dan aku yakin, selama kita bersama, kita bisa menghadapi apapun yang datang."

Bertahun-tahun kemudian, Raka dan Liana telah membangun kehidupan yang bahagia bersama. Mereka telah melalui berbagai suka dan duka, tetapi cinta dan janji mereka tetap kuat. Mereka memiliki dua anak yang lucu dan cerdas, yang membawa kebahagiaan ke dalam hidup mereka.

Suatu hari, Raka mendapat kesempatan untuk merancang proyek terbesar dalam kariernya, sebuah gedung pencakar langit yang akan menjadi ikon kota. Ini adalah mimpi yang selalu dia impikan sejak kecil. Dengan dukungan penuh dari Liana, Raka bekerja keras untuk mewujudkan proyek itu.

Sementara itu, Liana juga terus berkontribusi di bidang medis. Dia mendirikan klinik gratis untuk membantu masyarakat kurang mampu di kota mereka. Klinik itu menjadi tempat yang memberikan harapan dan kesehatan bagi banyak orang.

Pada hari peresmian gedung pencakar langit yang dirancang oleh Raka, hujan turun deras. Raka dan Liana berdiri di depan gedung itu, memegang payung merah yang selalu mereka gunakan sejak dulu. Dengan penuh kebanggaan, mereka melihat gedung itu menjulang tinggi, simbol dari mimpi dan kerja keras mereka.

"Ini semua berkat dukunganmu, Li," kata Raka dengan mata berkaca-kaca.

Liana menggenggam tangan Raka erat. "Tidak, Ka. Ini semua karena kerja kerasmu dan janji kita. Kita telah melewati banyak hal bersama, dan aku bangga menjadi bagian dari perjalanan ini."

Raka dan Liana telah mencapai banyak hal bersama. Mereka telah mewujudkan mimpi-mimpi mereka dan membangun kehidupan yang bahagia. Meski waktu terus berlalu, cinta mereka tetap kuat. Hujan yang dulu menjadi saksi janji mereka kini menjadi pengingat akan semua kenangan indah yang telah mereka lalui.

Setiap kali hujan turun, Raka dan Liana selalu menghabiskan waktu bersama, mengingat kembali janji mereka di bawah pohon besar itu. Mereka tahu bahwa hujan selalu membawa kebahagiaan dan kekuatan bagi mereka.

Dengan cinta dan janji yang abadi, Raka dan Liana terus menjalani hidup mereka dengan penuh kebahagiaan. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang bisa memisahkan mereka lagi. Hujan yang dulu menjadi saksi perpisahan kini menjadi saksi kebahagiaan mereka yang abadi.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ervan Yuhenda

Berani Beropini Santun Mengkritisi

5 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler