Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.

Swasembada Aspal, Sebuah Perjuangan Tanpa Henti

Rabu, 28 Agustus 2024 20:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Adapun belajar dari fenomena kegagalan hilirisasi aspal Buton tersebut, maka sekarang untuk mewujudkan program swasembada aspal, kita harus mampu memberikan pencerahan, edukasi, dan pemahaman kepada masyaralat luas mengenai program swasembada aspal untuk memperoleh dukungan publik.

Siapakah yang tidak kenal aspal Buton? Aspal Buton adalah aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, Indonesia. Aspal ini dikenal sebagai salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku untuk pembangunan infrastruktur jalan-jalan di Indonesia. Aspal Buton berbeda dengan aspal minyak yang pada umumnya dihasilkan dari proses pengolahan minyak bumi.

Adapun salah satu keunggulan dari aspal Buton adalah ketahanan terhadap suhu tinggi dan kualitas adhesi yang baik, yang membuatnya cocok untuk digunakan di berbagai kondisi iklim. Selain itu, aspal Buton memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap air, sehingga cocok untuk digunakan di daerah-daerah dengan curah hujan tinggi. Dan di samping itu, harganyapun bisa lebih murah daripada harga aspal impor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aspal Buton merupakan aspal alam yang telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda dan memiliki kualitas yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku infrastruktur jalan-jalan. Meskipun potensinya sangat besar, pengembangan aspal Buton telah menghadapi berbagai macam rintangan dan tantangan berat selama bertahun-tahun, yang membuatnya sering disebut sebagai “perjuangan tanpa henti”.

Beberapa alasan mengapa aspal Buton dianggap sebagai ”perjuangan tanpa henti” antara lain:

 

  1. Kurangnya Investasi dan Teknologi: Pengembangan aspal Buton memerlukan investasi yang cukup besar untuk infrastruktur pengolahan dan teknologi yang mumpuni. Selama bertahun-tahun, kurangnya dukungan investasi dan akses terhadap teknologi modern menjadi hambatan utama dalam mengoptimalkan pemanfaatan aspal Buton.
  2. Persaingan dengan Aspal Impor: Aspal Buton harus bersaing keras dengan aspal impor yang lebih mudah diakses oleh pengguna. Hal ini membuat aspal Buton kurang diminati, meskipun secara harga dan kualitas dapat bersaing.
  3. Regulasi dan Kebijakan: Kebijakan pemerintah terkait IUP tidak selalu konsisten dan tidak mendukung pengembangan industri aspal lokal. Regulasi yang berubah-rubah dan kurang insentif juga dapat memperlambat pengembangan sektor ini,
  4. Kesadaran dan Dukungan Publik: Masih banyak yang belum mengetahui potensi besar dan manfaat aspal Buton secara luas, sehingga dukungan publik untuk memanfaatkan sumber daya ini masih belum optimal.
  5. Upaya Hilirisasi yang Lambat: Meskipun ada dorongan untuk hilirisasi atau peningkatan nilai tambah aspal Buton di dalam negeri, proses ini telah berjalan sangat lambat sekali, karena berbagai kendala seperti infrastruktur yang terbatas, dan tidak adanya kemauan politik dari pemerintah.

Dari ke-5 faktor di atas, menurut hemat penulis, yang perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintahan baru Prabowo adalah faktor “Upaya Hilirisasi yang lambat”. Mengapa Hilirisasi Aspal Buton selama ini telah berjalan di tempat, alias mangkrak? Karena aspal adalah produk impor, dan bukan ekspor. Sehingga dengan demikian, aspal Buton tidak cocok untuk dikategorikan masuk ke dalam program hilirisasi sumber daya alam dan mineral. Seharusnya aspal Buton dikategorikan masuk ke dalam program swasembada aspal.

Hilirisasi aspal Buton dan swasembada aspal adalah dua buah konsep yang berbeda, meskipun keduanya berhubungan dengan pengelolaan sumber daya aspal dari Pulau Buton.

  1. Hilirisasi Aspal Buton: Ini mengacu pada proses peningkatan nilai tambah dari aspal Buton melalui pengolahan lebih lanjut di dalam negeri sebelum diekspor atau digunakan dalam proyek-proyek domestik. Hilirisasi bertujuan untuk memproses aspal mentah menjadi produk aspal siap pakai. Proses ini tidak hanya akan meningkatkan nilai ekonomis dari aspal Buton, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan menyejahterakan rakyat.
  2. Swasembada Aspal: Swasembada aspal berarti kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan aspalnya sendiri tanpa harus mengimpor aspal dari negara lain. Swasembada ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kemandirian dalam hal pasokan aspal.

Setelah kita paham bahwa antara hilirisasi aspal Buton dan swasembada aspal itu adalah dua buah konsep yang berbeda, maka konsep manakah yang paling baik untuk Indonesia? Kalau selama ini program hilirisasi aspal Buton tidak jalan atau mandeg adalah karena belum adanya kesadaran dan dukungan publik yang masih banyak belum mengetahui potensi besar dan manfaat aspal Buton secara luas, sehingga dukungan publik untuk memanfaatkan sumber daya ini masih belum optimal.

Adapun belajar dari fenomena kegagalan hilirisasi aspal Buton tersebut, maka sekarang untuk mewujudkan program swasembada aspal, kita harus mampu memberikan pencerahan, edukasi, dan pemahaman kepada masyarakat luas mengenai program swasembada aspal untuk memperoleh dukungan publik.

Swasembada aspal memiliki sejumlah keuntungan yang signifikan bagi negara, terutama dalam konteks ekonomi, infrastruktur, dan ketahanan nasional. Berikut ini adalah beberapa keuntungan utama dari swasembada aspal adalah sebagai berikut:

  1. Mengurangi ketergantungan pada impor.
  2. Meningkatkan kemandirian ekonomi.
  3. Menciptakan lapangan kerja.
  4. Mendorong pertumbuhan industri lokal.
  5. Stabilitas harga.
  6. Keamanan infrastruktur.
  7. Dukungan untuk kebijakan pembangunan berlanjutan.
  8. Menjaga harga diri, kemerdekaan, dan kedaulatan negara.

Secara keseluruhan, swasembada aspal akan memberikan banyak nilai tambah yang penting bagi pembangunan ekonomi, sosial, dan kedaulatan sebuah negara. Ini juga akan berkontribusi signifikan pada tujuan jangka panjang untuk pebangunan berkelanjutan dan kemandirian nasional.

Apabila kita semua sudah setuju dan sepaham bahwa swasembada aspal memiliki banyak keuntungan dan nilai tambah, lalu apa tindak lanjutnya? Aspal Buton selama ini telah berjuang tanpa henti. Tetapi siapakah yang akan paling diuntungkan kalau Indonesia sudah mampu berswasembada aspal? Tentu saja rakyat Buton sendiri, bukan?. Oleh karena itu, Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton harus mempunyai program kerja yang canggih untuk mampu mewujudkan program swasembada aspal secara bermartabat. Bagaimana caranya?

Sehubungan sekarang sedang akan diadakan Pilkada Sulawesi Tenggara 2024, maka calon Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton harus mampu memaparkan apa gagasan dan pemikirannya yang cemerlang untuk mewujudkan program swasempada aspal. Adapun gagasan dan pemikiran ini wajib dituangkan dalam bentuk “Kontrak Politik” dengan rakyat. Dengan demikian, diharapkan rakyat akan mulai sadar dan paham mengenai betapa penting dan seriusnya swasembada aspal ini bagi Indonesia, dan mau mendukungnya.

Aspal Buton tidak bisa berjuang sendirian. Adapun Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton adalah faktor kunci utama keberhasilan untuk mewujudkan program swasembada aspal. Dan mereka juga tidak bisa berjuang sendirian. Jadi untuk mewujudkan program swasembada aspal ini, maka semua elemen masyarakat dan rakyat Sulawesi Tenggara harus bahu-membahu, berani bersatu padu, dan berkomitmen untuk menyukseskan Pilkada Sulawesi Tenggara 2024, dengan memilih calon Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton yang berani membuat “Kontrak Politik” untuk mewujudkan program swasembada aspal.

Kalau perlu, rakyat Sulawesi Tenggara menuntut paksa agar calon Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton yang telah berani membuat “Kontrak Politik” untuk mewujudkan swasembada aspal tersebut, untuk wajib melakukan “Sumpah Palapa”, seperti yang sudah pernah diucapkan oleh Patih Gajah Mada pada tahun 1336. Dalam sumpahnya, Patih Gajah Mada bersumpah untuk tidak akan menikmati “palapa (kenikmatan dunia)” sebelum berhasil menundukkan seluruh Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. 

Swasembada aspal merupakan sebuah perjuangan tanpa henti. Perjuangan ini baru akan berhenti, apabila swasembada aspal sudah terwujud. Apakah calon Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Buton berani mengucapkan “Sumpah Palapa” untuk mewujudkan swasembada aspal ini? Kalau takut, lebih baik mundur dan jangan ikut mencalonkan diri sebagai kepala daerah provinsi Sulawesi Tenggara.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler