Zaken Kabinet Hanya Merupakan Utopia?
Kamis, 12 September 2024 18:49 WIBJelang pergantian Presiden dari Jokowi ke Prabowo, isu mengenai kabinet zaken menjadi sorotan. Kabinet zaken idealnya berisi profesional, bukan politisi. Meski Kabinet Natsir dianggap pertama, sebagian besar anggotanya berasal dari partai. Kabinet Jokowi juga dipenuhi politisi, namun kompetensi tetap penting. Apakah kabinet zaken bisa terwujud?
Oleh: Harrist Riansyah
Satu bulan menjelang pergantian Presiden dari Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto berbagai isu mengenai pemerintah selanjutnya terus bergulir. Mulai dari perubahan ketua umum partai besar hingga penentuan calon-calon kepala daerah dalam Pilkada 2024 yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Terakhir, ada pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani pada Senin (9/9/2024), ia mengatakan Prabowo ingin membuat kabinet zaken di pemerintahannya yang sontak menjadi pembicaraan hangat dibeberapa media nasional.
Zaken Kabinet bagi perpolitikan Indonesia merupakan salahsatu hal yang paling didambakan masyarakat Indonesia. Zaken Kabinet sendiri merupakan suatu kabinet yang dimana anggotanya (para Menteri) diisi oleh orang-orang profesional atau ahli pada bidangnya dan bukan representasi dari partai politik tertentu.
Di Indonesia sendiri pemerintahan yang dianggap sebagai zaken kabinet pertama ialah Kabinet Natsir, isi kabinet sendiri teridiri dari para ahli seperi Sjafruddin Prawiranegara dan Sumitro Djojohadikusumo. Kabinet Natsir dianggap berhasil dalam mengatasi inflasi yang terjadi pada saat itu dengan memanfaatkan perang Korea yang membuat ekspor Indonesia menjadi meningkat yang bisa menguarangi defisit pemerintahan.
Benarkah Bersih dari Partai Politik?
Meski diisi oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya tetapi Kabinet Natsir ini justru hampir seluruh jajaran Menteri merupakan anggota partai politik pada masa itu. Dari 18 menteri dalam kabinet ini hanya 2 orang yang tidak berafiliasi dengan parpol manapun.
Hal ini bisa dibilang wajar karena memang pada masa Demokrasi Parlementer perebutan pengaruh oleh sesama partai politik memang besar yang membuat kabinet yang berdiri tidak bertahan lama karena mosi tidak percaya oleh dari berbagai parpol pesaing.
Namun jika kita kembali lagi mengenai definisi zaken kabinet yag berkembang sekarang ini tentu saja bisa dibilang bahwa kabinet Natsir tidak bisa dianggap sebagai kabinet yang zaken karena mayoritas Menteri pada kabinet ini justru diisi oleh orang-orang dari partai politik yang berkuasa pada saat itu, meski memang tidak bisa dipungkiri tokoh-tokoh dari parpol tersebut bukan hanya sekadar kader partai tetapi memiliki keahlian yang mumpuni yang justru berhasil memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia pada saat itu sehingga kabinet tersebut tetap dipandang sebagai kabinet yang zaken.
Profesional dalam Partai Politik
Meski sering diragukan oleh masyarakat tetapi para Menteri yang berasal dari parpol sebenarnya bukan berarti orang yang tidak kompeten dan hanya mendapatkan jabatannya karena alasan politis. Namun tidak sedikit para profesional yang merupakan kader dari partai politik. Seperti kabinet Natsir yang dianggap sebagai zaken kabinet, tokoh-tokoh yang berjasa ketika itu seperti Sumitro dan Sjafruddin merupakan kader dari partai politik dimana Sumitro merupakan kader Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Sjafruddin Prawiranegara berasal dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Kabinet Indonesia Maju
Setelah melihat susunan dari Kabinet Natsir yang dianggap sebagai zaken kabinet pertama di Indonesia, sekarang cob akita bandingkan dengan kabinet Presiden Joko Widodo sekarang yang bernama kabinet "Indonesia Maju" yang banyak dikritik karena banyak tokoh politik terkhususnya ketua umum partai pendukung yang berada didalam jajaran menko dan menterinya.
Dari 34 menko dan menteri pada kabinet ini 19 diantaranya merupakan kader partai politik bahkan 4 diantara diangkat saat menjadi Ketua Umum Partai (untuk Suharso Monoarfa sudah tidak menjadi ketua umum partainya). Dan berarti lebih dari separuh kabinet Presiden Jokowi sekarang ini diisi oleh orang-orang parpol dibandingkan diisi oleh orang independen.
Namun kembali lagi seperti yang terjadi pada kabinet Natsir tidak berarti menteri yang berasal atau memiliki hubungan dengan partai politik tertentu memiliki performa yang buruk, kita bisa mengambil contoh Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto yang merupakan Ketum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memiliki penilaian baik di masyarakat mengenai kinerja di kementerian pertahanan yang berhasil dalam pengembangan industri pertahanan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia untuk mengimpor alat utama sistem senjata (alutista).
Kemudian ada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, yang baru 2022 lalu diumumkan oleh Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang mengatakan bahwa Basuki Hadimuljono merupakan kader PDIP yang selama ini dikenal masyarakat bukan merupkan kader partai manapun dan memiliki kinerja yang baik dari periode pertama hingga periode kedua Jokowi sekarang ini ia tidak pernah sekalipun mendapat isu akan di reshuffle. Basuki sendiri memang memiliki performa yang dapat dilihat oleh masyarakat dengan pembangunan infrastuktur yang masif pada pemerintahan Jokowi.
Disisi lain menteri non-partai pada kabinet Jokowi juga tidak luput dari tidak profesionalitas seperti mantan Menteri Kesehatan, dr. Terawan Agus Putranto yang pada saat Pandemi COVID-19 dianggap kurang sigap menangani penyebarannya di Indonesia hingga dicopot dari kursi menteri dan digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin. Paling terbaru Menkominfo Budi Arie yang terus mendapat kritik dan cibiran akibat kinerja maupun pernyataannya yang kerap mengecewakan publik.
Zaken Kabinet Hanya Utopia?
Membaca penjelasan diatas definisi zaken kabinet yang dikenal sekarang ini tentu bisa saja didebatkan terutama mengenai representasi partai tertentu karena dalam kabinet-kabinet yang sudah ada di Indonesia tidak bisa terlepas dari partai-partai politik pendukung Presiden Jokowi karena dalam membangun pemerintahan yang stabil dimanapun diperlukan pembagian kekuasaan supaya tidak mudah dilengserkan seperti yang terjadi pada masa Demokrasi Parlementer yang dimana kabinet seperti Natsir pun yang dianggap sebagai zaken kabinet tidak bisa bertahan lama karena perselisihan yang terjadi antara partai politik yang kunjung tidak bisa diselesaikan.
Namun meski kabinet diisi oleh orang-orang partai politik bukan berarti kader-kader parpol ini bukan merupakan orang kompeten, banyak nama menteri-menteri yang merupakan kader berbagai parpol di Indonesia yang memiliki prestasi yang mentereng dan tak jarang memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan menteri-menteri yang bukan berafiliasi dengan partai politik.
Mungkin bisa disimpulkan bahwa zaken kabinet bukan berarti tidak berasal dari partai politik, namun asalkan memiliki keahlian dan pengalaman yang mumpuni meski berasal dari partai politik sekalipun, karena selain orang-orang ahli pembagian kekuasaan juga diperlukan untuk menjamin lancarnya roda pemerintahan tanpa ada intervensi atau konflik kepentingan dari luar.
Dan ditengahnya isu calon-calon menteri pada pemerintahan Prabowo nanti, tentu yang diharapkan oleh masyarakat luas terjadi pengangkatan menteri berdasarkan performanya menjadi menteri bukan karena alasan politis.
Namun jika terjadi memang pengangkatan menteri diharapkan munculnya tokoh-tokoh yang memang memiliki kemampuan untuk mengampu tugasnya sebagai menteri tidak hanya karena berasal dari partai politik pengusung dan pro-pemerintah saja.
Sumber:
Feith, H. (2006). The decline of constitutional democracy in Indonesia. Equinox Publishing.
Nggilu, N., & Wantu, F. M. (2020). Menapaki Jalan Konstitusional Menuju Zaken Cabinet: Ikhtiar Mewujudkan Pemerintah Berkualitas Konstitusi. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 15(1), 126-140.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Zaken Kabinet Hanya Merupakan Utopia?
Kamis, 12 September 2024 18:49 WIBSaatnya Anies Buat Partai Baru
Rabu, 21 Agustus 2024 18:52 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler