Bahaya Nuklir Korea Utara dan Upaya Dunia Menghentikannya
Jumat, 13 September 2024 18:54 WIBKetegangan antara Korea Utara dan negara- negara di region Asia Timur bukanlah hal asing bagi semua orang. Pengembangan senjata nuklir dan uji coba yang terus dilakukan oleh pemerintah Korea Utara terus menimbulkan ketegangan dan kewaswasan akan terjadinya bahaya massal akibat penggunaan senjata nuklir. Banyak negara yang mengecam tindakan ini, apa saja upaya - upaya yang sudah dilakukan dunia internasional untuk menangani masalah nukllir Korea Utara? dan bagaimana Indonesia bisa ikut berperan dalam upaya ini?
Belakangan ini, banyak terdengar kabar terkait ketegangan ancaman nuklir di wilayah Semenanjung Korea. Situasi ini mulai terjadi sejak latihan simulasi militer yang bernama “Freedom Edge” yang diadakan oleh AS, Korea Selatan dan Jepang pada awal Maret 2024 lalu. Dalam simulasi tersebut digunakan skenario perang nuklir dan berlangsung selama tiga hari.
Menurut kepala staff gabungan militer Korea Selatan, tujuan dari latihan militer ini adalah untuk mempertajam kemampuan pencegahan dan merespon ancaman nuklir, ancaman rudal dan ancaman bawah laut Korea Utara. Setelah mendengar latihan militer gabungan tersebut, Korea Utara mengeluarkan pernyataan bahwa latihan tersebut bersifat provokatif dan menganggap latihan tersebut adalah latihan invansi dan akan ada konsekuensinya.
Ketegangan ancaman nuklir ini tentunya tidak terjadi dalam semalam, ini merupakan hasil akumulasi ketegangan Korea Utara, Korea Selatan dan Jepang. Akumulasi yang ditimbulkan dari Korea Utara yang selalu melakukan uji coba nuklir dan rudal balistik, program nuklir Korea Utara telah menjadi perhatian global sejak tahun 2006 dan kegiatan uji coba senjata nuklir ini masih terus berlangsung hingga sekarang.
Korea Utara terus menjalankan usaha pengembangan senjata nuklir selama tiga dekade belakangan ini dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara tersebut, atau paling tidak itu pernyataan yang disampaikan oleh Korea Utara pada saat Kongres Kedelapan Partai Pekerja Korea pada bulan Januari 2021. Usaha pengembangan senjata nuklir yang terus dilakukan oleh Korea Utara menimbulkan ketegangan dengan negara tetangganya, Korea Utara telah melakukan begitu banyak percobaan rudal balistik, dan salah satu percobaan mereka baru – baru ini yakni uji coba sistem senjata nuklir bawah air “Haeil – 5 – 23” yang dikembangkan di laut timur Korea pada Januari 2024 lalu.
I. Ancaman Nuklir Korea Utara Terhadap Keamanan Global
Kegiatan pengembangan senjata nuklir ini adalah ancaman besar bagi negara – negara yang berlokasi dekat dengan Korea Utara dan negara negara yang lokasi geografinya berada di wilayah Asia Timur, beberapa diantaranya adalah Jepang dan Korea Selatan. Ada tiga hal yang menjadi dasar mengapa pengembangan senjata nuklir Korea Utara bisa dianggap sebagai ancaman keamanan regional dan internasional. Pertama, proliferasi nuklir Korea Utara bisa dikatakan sebagai proliferasi nuklir yang tengah terjadi di negara yang memiliki “rezim yang tak bisa dipercaya” atau “negara yang berbahaya” (Ayson and Taylor, 2004: 269). Menurut Ayson and Taylor, rezim Kim Jong Un yang bersifat otoriter termasuk berbahaya karena kecenderungannya untuk menggunakan senjata nuklir, selain itu, Korea Utara juga sering melakukan tindakan provokatif terkait senjata nuklir.
Kedua, Korea Utara telah dicap sebagai salah satu negara “axis of evil/poros kejahatan” yang menimbulkan “bahaya yang serius dan terus meningkat” terhadap keamanan internasional (Howard, 2004: 806). Dalam artikel berjudul “Proliferation ring;New Challenges to the Nuclear Nonproliferation Regime. Chaim Braun dan Christopher F.Chyba menjabarkan bahwa Korea Utara merupakan negara dengan proliferasi yang laten, berarti negara ini memiliki kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir dan kemungkinan akan mengekspor teknologinya ke negara-negara berbahaya lain atau ke pelaku non negara seperti militant di Pakistan, Iraq dll. Braun dan Chyba juga menjabarkan bahwa, pada 2002 silam, Korea Utara telah beralih kepada Pakistan yang mana pertemuan ini mengarah kepada kesepakatan pertukaran teknologi pengembangan rudal antara kedua negara tersebut.
Ketiga, Korea Utara berpotensi akan memfasilitasi persaingan senjata di negara-negara yang tercakup dalam region sekitarnya. Negara – negara punya kecenderungan untuk memperkuat persenjataannya dikarenakan adanya ancaman yang mereka rasakan dari negara lain. Dalam hal ini, negara – negara tetangga Korea Utara seperti Jepang, Korea Selatan dan negara Asia lainnya berpotensi untuk mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik mereka sendiri untuk memastikan keamanan dari ancaman Korea Utara (Demetriou, 2009: 8).
II. Solusi yang Diambil Oleh Komunitas Internasional
Banyak negara yang menentang pengembangan senjata nuklir yang terus dilakukan oleh Korea Utara, beberapa negara diantaranya adalah negara – negara yang ada di dekat semenanjung Korea dan Asia Timur, selain negara yang ada di wilayah semenanjung Korea, salah satu negara yang cukup aktif dalam upaya untuk menghentikan Korea Utara untuk menghentikan penggunaan senjata nuklir adalah Amerika Serikat dan banyak negara-negara lain yang tergabung dalam NPT(Non-proliferationTreaty) yang juga menentang pengembangan senjata nuklir di Korea Utara. Semenjak unjuk daya kapabilitas senjata nuklir yang telah dilakukan pada tiga dekade lalu, sudah banyak metode yang dilakukan guna membuat pemerintah Korea Utara untuk berhenti melakukan uji coba senjata nuklir, namun hasilnya sejauh ini, apabila bisa dideskripsikan ke dalam kata - kata, hasilnya sejauh ini cenderung naik turun.
Melihat balik pada sejarah, negara – negara banyak menggunakan pendekatan diplomasi dalam menghadapi masalah nuklir Korea Utara ini, mengingat menyerang Korea Utara secara militer hanya akan meningkatkan ketegangan dan malah berkemungkinan senjata nuklir digunakan apabila konflik itu sampai terjadi. Hal ini justru berlawanan dari tujuan untuk menghentikan penggunaan senjata nuklir.
Pendekatan diplomasi mulai dilakukan pada tahun 2003, guna menghadapi masalah nuklir Korea Utara, diadakan dialog enam pihak yang dihadiri oleh Korea Utara, Korea Selatan, Rusia, Jepang dan China. Proses dialog ini sempat mendapatkan perkembangan yang baik guna menemukan solusi untuk masalah nuklir Korea Utara dan dialog itu hampir mengarah pada suatu konsensus. Namun, semenjak Desember 2008, para negara pihak gagal untuk mencapai kesimpulan terkait protokol verifikasi untuk bahan dan fasilitas nuklir (Ministry of Foreign Affair of Korea, Understanding the North Korean Nuclear Issue). Pada 2012, negosiasi -negosiasi terkait senjata nuklir antara Amerika Serikat dan Korea Utara membuahkan sebuah hasil yakni moratorium/penundaan uji coba nuklir dan peluncuran misil, perjanjian ini juga dikenal dengan nama “Leap Day Deal”. Sayangnya, tidak lama kemudian, Korea Utara meluncurkan misil jarak jauh dan membuat proklamasi bahwa negaranya adalah negara bersenjata nuklir. Usaha denuklirisasi Korea Utara melalui usaha diplomasi masih terus dilakukan hingga saat ini namun, progresnya terus mengalami Tarik ulur.
Untuk sanksi internasional, sejauh ini, sanksi yang telah diberikan adalah sanksi ekspor impor barang – barang mewah yang diberikan oleh PBB dan Amerika, dan kegiatan ekspor impor antara Korea Utara dengan Jepang, Korea Selatan dan Amerika sudah sepenuhnya tidak berjalan. Namun masih ada China yang masih melakukan kegiatan ekspor impor dengan Korea Utara, China memberikan bantuan berupa persediaan pangan, bahan bakar, peralatan industry dan bahkan bantuan politis kepada Korea Utara. (Nanto dan Manyin, 2010), bisa dikatakan Korea Utara masih bisa tetap menjalankan kegiatan pengembangan nuklirnya dan masih berada dalam kondisi yang stabil walaupun mendapat sanksi ekonomi dari komunitas internasional dikarenakan bantuan dari Cina.
III. Peran Indonesia dan ASEAN dalam Membantu Denuklirisasi Korea
Utara
ASEAN bisa ikut mendukung dalam upaya diplomatis dan pemberian sanksi ekonomi terhadap Korea Utara. Secara diplomasi, Indonesia memiliki nilai unggul karena memiliki hubungan diplomasi yang baik dengan Cina, Indonesia pernah bekerjasama dengan Cina dalam pembuatan kereta cepat Jakarta – Bandung dan berbagai proyek kerjasama lainnya, dan Presiden Joko Widodo pernah beberapa kali mengunjungi pemerintah Cina. Cina merupakan kunci dalam mendorong denuklirisasi Korea Utara, Indonesia bisa bekerja sama dengan Cina untuk mengurangi jumlah bantuan yang dikirimkan kepada Korea Utara, atau bahkan bekerja sama dengan Cina untuk membuka dialog dengan Korea Utara untuk menghentikan penggunaan senjata nuklir.
IV. Kesimpulan
Pengembangan senjata nuklir di Korea Utara merupakan masalah yang kompleks, sudah banyak upaya diplomasi dan sanksi Ekonomi yang dikerahkan selama tiga dekade belakangan ini namun Korea Utara tetap kukuh pada pendirian untuk menggunakan senjata nuklir. Salah satu kunci untuk membuat Korea Utara tunduk untuk tidak lagi menggunakan nuklir jatuh kepada Cina, ada baiknya untuk tetap mendorong upaya diplomasi dan sanksi ekonomi dengan mempertimbangkan potensi Cina. ASEAN, khususnya Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan Cina, mungkin bisa menjadi faktor yang mendorong upaya denuklirisasi di Korea Utara menjadi kenyataan.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Bahaya Nuklir Korea Utara dan Upaya Dunia Menghentikannya
Jumat, 13 September 2024 18:54 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler