Hati-hati, Diabetes Melitus Mengancam Remaja!

Sabtu, 14 September 2024 20:26 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di depan layar laptop dan kurang bergerak, risiko mereka mengalami diabetes tipe 2 meningkat secara signifikan.

Oleh: Dian Sasami, Mikada

Teman-teman muda, dari berbagai pemberitaan kita mengetahui bahwa diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang semakin mengancam kesehatan remaja di seluruh dunia. Penyakit ini terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, mengakibatkan kadar gula darah yang tinggi.  Diabetes melitus dibagi menjadi tiga tipe utama: tipe 1, tipe 2, dan gestasional. Dibetes tipe 2 kini menjadi semakin umum di kalangan remaja, terutama akibat gaya hidup tidak sehat.

Berdasarkan data terbaru, prevalensi diabetes tipe 2 pada anak dan remaja terus meningkat, termasuk di Indonesia. Saat ini sekitar 13% anak usia sekolah terdiagnosis penyakit ini.

Menurut Dr. Jessica Lin, seorang ahli endokrinologi anak di Johns Hopkins University, diabetes tipe 2 pada remaja berhubungan dengan obesitas dan gaya hidup. Ia mengatakan ketika anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di depan layar dan kurang bergerak, risiko mereka untuk mengalami diabetes tipe 2 meningkat secara signifikan.

Diet tinggi gula dan rendah serat juga berkontribusi besar terhadap perkembangan penyakit ini. Pola makan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan tubuh kesulitan mengatur kadar gula darah, menjadikannya faktor risiko utama bagi diabetes tipe 2 di usia muda.

Gaya hidup yang tidak sehat bukan satu-satunya faktor risiko. Menurut Dr. Michael Green, seorang ahli gizi dari Harvard School of Public Health, “Konsumsi makanan manis dan minuman berkalori tinggi sangat mempengaruhi kesehatan metabolisme remaja. Remaja yang sering mengonsumsi makanan tinggi gula cenderung memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi dan berisiko mengembangkan diabetes tipe 2.”

Data menunjukkan bahwa konsumsi makanan dan minuman manis yang tinggi di kalangan anak-anak Indonesia berkontribusi terhadap meningkatnya prevalensi diabetes. Survei Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa anak-anak usia 3-4 tahun memiliki prevalensi konsumsi makanan manis yang sangat tinggi, yang jelas berhubungan dengan kenaikan kasus diabetes.

Gejala diabetes melitus pada remaja seringkali mirip dengan gejala pada orang dewasa, tetapi mungkin lebih sulit dikenali karena perubahan hormonal dan gaya hidup aktif pada usia ini. Gejala yang umum meliputi sering merasa haus, sering berkemih, penurunan berat badan yang tidak diinginkan, kelelahan, dan penglihatan kabur. “Pada diabetes tipe 1, gejala bisa muncul dengan cepat dan cukup parah. Sebaliknya, diabetes tipe 2 cenderung berkembang perlahan dan sering tidak disadari sampai komplikasi serius terjadi,” kata Dr. Green.

Oleh karena itu, sangat penting bagi remaja dan orang tua untuk mengenali gejala-gejala ini sejak dini. Lalu,  segera berkonsultasi dengan dokter jika ada tanda-tanda yang mencurigakan.

Pencegahan diabetes pada usia muda memerlukan pendekatan multifaset yang melibatkan pendidikan gizi, perubahan gaya hidup, dan regulasi kebijakan. Langkah pertama yang penting adalah pendidikan gizi. Orang tua dan pendidik perlu memberikan informasi yang jelas tentang risiko konsumsi gula berlebih dan pentingnya pola makan sehat.

Dr. Lin menegaskan bahwa edukasi tentang nilai gizi dan kebiasaan makan yang sehat dapat mengubah perilaku konsumsi makanan. Anak-anak yang memahami dampak negatif dari makanan manis lebih mungkin untuk membuat pilihan yang lebih sehat.

Selain itu, pengaturan kebijakan yang ketat terhadap penjualan makanan dan minuman manis di sekitar sekolah dan tempat bermain anak sangat penting. Regulasi terbaru di Indonesia, seperti PP 28 Tahun 2024, menetapkan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak pada pangan olahan, serta larangan penjualan pangan dengan kandungan gula tinggi di sarana pendidikan dan tempat bermain anak. Regulasi ini merupakan langkah positif untuk mengurangi konsumsi makanan manis dan meningkatkan kesehatan anak-anak. Namun, implementasi regulasi ini memerlukan komitmen dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat.

Menciptakan lingkungan yang mendukung pola makan sehat di sekolah juga merupakan langkah yang tak kalah penting. Kantin sekolah harus menyediakan pilihan makanan sehat dan menghindari penjualan makanan dan minuman manis. Program edukasi di sekolah tentang gizi dan kesehatan dapat membantu anak-anak memahami pentingnya pola makan sehat. Kolaborasi antara pihak sekolah, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan anak.

Kampanye kesadaran publik tentang bahaya konsumsi gula berlebih juga diperlukan untuk mengubah pola pikir dan perilaku. Banyak orang tua belum sepenuhnya menyadari dampak negatif dari konsumsi gula berlebih pada kesehatan anak. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran melalui kampanye informasi yang melibatkan media sosial, komunitas, dan program kesehatan masyarakat dapat membantu mengubah kebiasaan makan yang buruk di kalangan remaja.

Dalam hal pengelolaan diabetes pada remaja, dukungan emosional dan pendidikan yang memadai sangat penting. Remaja yang didiagnosis dengan diabetes perlu belajar cara mengelola penyakitnya secara mandiri, termasuk memonitor kadar gula darah mereka dan mengikuti rencana pengobatan. Orang tua dan penyedia layanan kesehatan harus mendukung remaja dalam proses ini, memastikan bahwa mereka memahami penyakitnya dan cara mengelolanya dengan baik. Dukungan ini tidak hanya mencakup aspek medis, tetapi juga emosional, membantu remaja merasa lebih siap menghadapi tantangan.

Jadi, upaya pencegahan dan pengendalian diabetes melitus pada remaja memerlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan pendidikan, regulasi, dan dukungan masyarakat. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan prevalensi diabetes pada remaja dapat ditekan, dan generasi muda dapat tumbuh dengan pola hidup sehat yang mengurangi risiko penyakit diabetes melitus. Penting untuk diingat bahwa meskipun diabetes sering dikaitkan dengan orang dewasa, remaja juga berisiko. Oleh karena itu, harus mengambil tindakan proaktif-preventif untuk mencegah ancaman diabetes melitus.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Dian Sasami, Mikada

Generasi Z peduli hidup sehat dan gembira

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler