Pensiunan PT Chevron Pacific Indonesia. Menjadi Pemerhati aspal Buton sejak 2005.
Meluruskan Paradigma Hilirisasi Aspal Buton
Minggu, 15 September 2024 14:40 WIBPresiden terpilih pak Prabowo Subianto, pada saat berkampanye pernah mengatakan bahwa program Hilirisasi sebanyak 21 komoditas, mulai dari mineral hingga hasil perkebunan membutuhkan dana investasi hingga US$ 545 milyar atau sebesar Rp. 8.476 triliun.
Dari 21 komoditas tersebut, ternyata aspal Buton berada di urutan ke-6, setelah batu bara, nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak. Apabila kita asumsikan bahwa daftar urut-urutan ini merupakan urutan prioritas implementasinya, maka timbul pertanyaan di hati kita. Mengapa prioritas aspal Buton berada di urutan ke-6?
Menurut hemat penulis, seharusnya implementasi hilirisasi aspal Buton menempati prioritas di urutan pertama. Mengapa? Penjelasannya adalah sebagai berikut:
- Komoditas aspal adalah komoditas produk impor. Bukan produk ekspor. Sedangkan tujuan daripada program hilirisasi adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas ekspor. Oleh karena itu, selama ini pemerintah telah melakukan kesalahan besar dengan mengkategorikan produk aspal ke dalam program hilirisasi. Seharusnya produk aspal masuk ke dalam kategori program swasembada aspal.
- Indonesia sudah mengimpor aspal selama 45 tahun. Hal ini tidak dapat diterima oleh akal sehat sama sekali. Karena Indonesia memiliki deposit aspal alam Buton yang jumlahnya sangat melimpah. Tetapi anehnya, pemerintah tidak memiliki misi dan visi untuk mau berswasembada aspal. Hal ini berarti pemerintah bermaksud ingin tetap terus melakukan impor aspal selamanya.
- Harga aspal impor lebih mahal daripada harga aspal Buton ekstraksi. Hal ini juga merupakan kesalahan besar pemerintah, karena tidak mau beralih dan memanfaatkan aspal Buton yang harganya bisa lebih murah. Kerugian negara akibat kesalahan besar pemerintah ini sangat besar sekali.
- Deposit aspal Buton jumlahnya sangat besar sekali. Dan apabila diolah menjadi aspal Buton ekstraksi, maka akan mampu memenuhi kebutuhan aspal nasional selama 100 tahun lebih. Hal ini sudah diketahui oleh pemerintah sejak lama. Tetapi anehnya, pemerintah tidak mempunyai niat baik dan kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton.
- Pada tanggal 27 September 2022, pak Jokowi berkunjung ke Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Pak Jokowi telah memutuskan Indonesia akan stop impor aspal pada tahun 2024. Tetapi mirisnya, keputusan pak Jokowi ini tidak mampu pak Jokowi wujudkan. Adapun hal ini telah memperkuat paradigma, bahwa sejatinya pemerintah memang tidak mempunyai kemauan politik sama sekali untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton.
- Pada tanggal 27 September 2022, Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinasi Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) mengusulkan kepada pemerintah, Indonesia mempunyai target khusus untuk berswasembada aspal. Tetapi usulan yang cemerlang ini tidak mendapat tanggapan sama sekali dari pemerintah. Hal ini telah memperkuat paradigma kita bahwa peribahasa ini berlaku: “Anjing menggonggong kafilah berlalu”. Yaitu; apapun yang akan terjadi, impor aspal harus tetap terus berjalan.
- DPR RI sebagai badan pengawas pelaksana dan kebijakan pemerintah yang diatur dalam Undang-undang negara belum pernah melakukan audensi sekalipun dengan pemerintah untuk mempertanyakan, mengapa Indonesia sudah 45 tahun mengimpor aspal, tetapi masih belum memiliki misi dan visi untuk mau berswasembada aspal? Hal ini telah menjadi pertanyaan rakyat, mengapa?.
- Pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara dan pemerintah daerah Kabupaten Buton dinilai kurang aktif dan berani memperjuangkan terwujudnya hilirisasi aspal Buton. Mungkin masalah hilirisasi aspal Buton telah dianggap merupakan hak prerogatif, peranan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat, dan presiden. Sehingga orang-orang daerah hanya menjadi sebagai penonton bisu.
- Masyarakat Buton sudah pernah memohon kepada pak Jokowi untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Permohonan ini telah dikabulkan oleh pak Jokowi. Pada awal tahun 2015, pak Jokowi telah menginstruksikan kepada semua jajaran kementerian-kementerian terkait untuk mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Tetapi mirisnya, instruksi pak Jokowi ini telah diabaikan begitu saja oleh jajaran kementerian-kementerian terkait tersebut. Mengapa? Dan mirisnya, pak Jokowi pura-pura tidak tahu, dan menutup mata.
- Adapun semua faktor kunci dan pendukung utama untuk mewujudkan hilirisasi aspal Buton sudah ada dan siap sejak lama. Tetapi mirisnya, masalah ini tidak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Lagi-lagi, hal ini telah menunjukkan dan memperkuat paradigma, bahwa sejatinya memang pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton. Sejatinya, apa sih yang ditakutkan oleh pemerintah dari aspal Buton?
Setelah kita tahu pasti bahwa aspal Buton telah salah, dan tidak cocok dikategorikan ke dalam program hilirisasi mineral, maka prioritas komoditas aspal sudah tidak bisa dibandingkan lagi dengan komoditas-komoditas mineral ekspor lainnya. Komoditas aspal harus sudah diperlakukan secara lebih istimewa dan spesial, karena aspal adalah produk impor, dan bukan produk ekspor. Oleh karena itu posisi aspal Buton adalah sangat penting dan mendesak untuk mensubstitusi aspal impor.
Sesuai dengan Peta Hilirisasi Aspal Buton yang telah dibuat oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2023 sebagai persiapan implementasi pada 2024, adapun dana investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik ekstraksi aspal Buton menjadi aspal murni dengan kapasitas produksi 500.000 ton per tahun adalah sebesar Rp 4 triliun. Hal ini berarti agar Indonesia mampu berswasembada aspal dengan memproduksi 2 juta ton per tahun aspal Buton ekstraksi, maka dibutuhkan dana investasi sebesar Rp 20 triliun.
Apabila pak Prabowo mengatakan bahwa untuk mewujudkan hilirisasi 21 komoditas membutuhkan dana investasi sebesar Rp. 8.476 triliun, maka dana yang dibutuhkan untuk Indonesia mampu berswasembada aspal hanya sebesar Rp 20 triliun, atau 0,25%.
Nilai ini sungguh sangat kecil sekali, bukan? Oleh karena itu, mengapa program swasembada aspal ini tidak menjadi program prioritas utama pemerintahan pak Prabowo?. Pak Prabowo harus mempertimbangkan hal ini dengan sangat bijaksana, mengingat kerugian negara selama 45 tahun mengimpor aspal adalah sudah sangat luar biasa besarnya.
Sebagai pembanding, Indonesia mengimpor aspal sebesar 2 juta ton per tahun, atau senilai Rp 20-25 triliun per tahun. Berdasarkan data ini, maka besarnya dana investasi yang dibutuhkan agar Indonesia mampu berswasembada aspal, jumlahnya kurang lebih sama besarnya dengan jumlah devisa negara yang harus dikeluarkan untuk mengimpor aspal per tahun.
Hal ini berarti bahwa apabila Indonesia sudah mampu berswasembada aspal, maka devisa negara yang seharusnya dibelanjakan untuk membeli aspal impor tersebut akan dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk tujuan menggerakkan roda perekonomian di dalam negeri.
Mungkin pak Prabowo perlu mendapatkan pencerahan, bahwa sejatinya paradigma adalah kerangka berpikir, model, atau pola dasar yang menjadi acuan dalam memahami, menjelaskan, dan menafsirkan suatu fenomena atau konsep.
Oleh karena itu, dengan adanya fenomena bahwa pemerintah selama ini tidak mempunyai kemauan politik untuk mau mensubstitusi aspal impor dengan aspal Buton, maka kita perlu meluruskannya. Kita harus meluruskannya dengan cara mewujudkan segera Indonesia berswasembada aspal. Karena paradigma hanya berada di dalam alam pikiran. Sedangkan Indonesia berswasembada aspal berada di dalam alam nyata. Pak Prabowo dan rakyat Indonesia hidup di dalam alam nyata. Dan oleh karena itu pak Prabowo harus berani hidup untuk mewujudkan Indonesia berswasembada aspal !
Pemerhati Aspal Buton
3 Pengikut
Aspal Buton dan Hari Prank Nasional
2 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler