Indonesia, ASEAN, dan Diplomasi Denuklirisasi: Menjaga Perdamaian di Tengah Ancaman Nuklir Korea Utara

Senin, 16 September 2024 12:16 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia dan ASEAN dapar berperan menjaga perdamaian di Semenanjung Korea, melalui diplomasi multilateral dan upaya denuklirisasi.

 Oleh: Enrico Aryyaguna

Itaewon, Seoul, Republik Korea

Jumat, 22 Desember 2024

Andre mengucapkan selamat tinggal kepada rekan kantornya setelah bar terakhir di Itaewon yang dia kunjungi. Dia ingin pulang ke apartemennya tanpa terjerembab di pojokan taman. “Mumpung masih siuman,” batinnya, seraya membuka ponselnya. Dia ingin melihat kembali foto istri dan bayi kecilnya di Jakarta. Tapi sebelum aplikasi WhatsApp dia dapat terbuka, notifikasi di ponsel Andre muncul. “Mendekati tengah malam begini, tumben?” pikirnya. Pesan peringatan itu singkat dan jelas:  

2024-12-22 23:35 

Potential missile inbound.  Estimated impact on Seoul. Seek shelter immediately.

Tanpa sempat Andre memahami apa yang baru saja dia terima, beberapa detik kemudian ponselnya kembali bergetar, kali ini dari aplikasi Safe Travel Kemlu RI:

 “Ancaman rudal balistik menuju Seoul. KBRI Seoul mengimbau kepada seluruh WNI untuk segera berlindung di shelter yang telah disediakan. Tetap tenang, ikuti instruksi pihak berwenang, dan hubungi hotline KBRI Seoul di +82-10-5394-2546 jika ada situasi darurat."*

Di saat yang bersamaan, sirene peringatan bahaya udara menggema di seluruh penjuru Seoul. Andre memandang ke angkasa dengan gelisah, seraya mencerna rentetan kejadian ini. Namun kepanikannya berubah menjadi penyerahan diri, ketika ponselnya terjatuh saat dia melihat dua... Tidak, tiga buah kilatan cahaya di udara. Bukan bintang jatuh, karena kilatan tersebut menuju arah Andre.

“Ah... Kantor Presiden dan Kementerian Pertahanan Nasional...”, batin Andre, mengingat pesan rekannya dari Tim Gercep komunitas WNI Korsel, yang mengabarkan memburuknya situasi keamanan beberapa bulan terakhir. Andre hanya bisa pasrah. “Tuhan, aku berserah pada-Mu...”. Setelah rudal-rudal balistik Korea Utara menghunjam Seoul,  cahaya putih pun memenuhi langit—sebuah kehancuran yang tak terelakkan.

---

Skenario fiktif di atas adalah gambaran ancaman nyata berupa potensi konflik nuklir yang dapat terjadi di Semenanjung Korea. Namun harus disadari bahwa ancaman nyata ini hanya membutuhkan beberapa “sekrup politis” yang lepas dari dudukannya untuk dapat terjadi, dengan skenario seperti: Apabila pemerintahan Amerika Serikat bersikap menjurus warmongering untuk mengalihkan perhatian dari masalah ekonomi domestik; Terjadinya latihan militer bersama Amerika Serikat dan Korea Selatan yang diwarnai mati mendadak mesin dan transponder sebuah pesawat penumpang yang mengarah ke dekat Korea Utara, dan diakhiri penembakan jatuh pesawat tersebut oleh militer Korea Utara; Dan mungkin, cuitan pimpinan negara yang disalah artikan oleh Kim Jong Un sebagai ancaman langsung atas kelangsungan rezimnya.

Sebagian kemungkinan-kemungkinan buruk ini termaktub dalam buku The 2020 Commission Report on the North Korean Nuclear Attacks Against the United States karangan Jeffrey Lewis. Lewis menyampaikan bahwa “...walaupun semua kejadian ini terdeteksi, diperiksa, dan selekasnya disampaikan ke rantai komando atas, sistem secara keseluruhan tidak bekerja sesuai fungsinya”, dengan penekanan dampak geopolitis dari penilaian dan kesalahan manusiawi para pejabat yang mengambil keputusan di tingkat nasional.

Data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) per September 2023, jumlah WNI di Korea Selatan adalah sebanyak 55.991 orang. Dengan puluhan ribu WNI yang tinggal dan bekerja di Seoul, Pemerintah Indonesia tentunya sangat berkepentingan atas perdamaian di Semenanjung Korea, tempat di mana Dua Korea telah lebih dari tujuh puluh tahun berada dalam status gencatan senjata, tanpa pengakhiran perang.

 

Sikap Pemerintah Indonesia masih sama sejak lama: menyerukan perlucutan senjata nuklir melalui diplomasi multilateral. Komunitas epistemik juga menyerukan agar Indonesia aktif mendorong penguatan Traktat Larangan Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty/CTBT) dan melibatkan ASEAN dalam menurunkan eskalasi konflik. Kementerian Luar Negeri RI/Kemlu RI juga mengajak semua pihak untuk berkontribusi terhadap penciptaan perdamaian, termasuk dengan mewujudkan denuklirisasi di Semenanjung Korea.

 

Dari ranah akademisi, di Seminar Nasional “Diplomasi Pertahanan Republik Indonesia Menanggapi Krisis di Semenanjung Korea” pada Desember 2017 lalu, Laksda TNI Amarulla Octavian dari Universitas Pertahanan menyampaikan usulan untuk adanya negosiasi dengan masing-masing negara Six-Party Talks sekaligus untuk saling menahan diri dan memikirkan stabilitas keamanan global, guna mendiplomasikan aktivitas militer defensif kontemporer dari negara-negara di Semenanjung Korea.

 

Sementara itu Hasto Kristiyanto melalui tulisannya di Kompas pertengahan 2020 lalu mengusulkan agar gencatan senjata Dua Korea dibawa satu tingkat lebih tinggi melalui sebuah deklarasi perdamaian, dengan Indonesia memainkan perannya sebagai salah satu negara yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. Mulai dari diplomasi bunga anggrek Kimilsungia pada 1965 hingga penandatanganan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA), Indonesia telah puluhan tahun berperan aktif sebagai sahabat Dua Korea.

 

Maka dari itu, hal ini adalah modal utama untuk menghadapi tantangan dalam upaya memfasilitasi dialog internasional, terutama dengan negara-negara besar dan pemain kunci dalam isu ini seperti AS, Rusia, dan China.

 

Modal berikutnya adalah peran ASEAN dalam penciptaan perdamaian di Semenanjung Korea, sebagai penyedia lingkungan yang kondusif untuk pendekatan diplomasi yang inklusif dan multilateral. Teo Ang Guan dalam tulisannya untuk ASEAN-Korea Centre menyarankan ASEAN bersama Korsel mengajak Korut mengonsolidasikan diri ke dalam arsitektur keamanan regional yang dipimpin ASEAN, sehingga mengurangi trust deficit yang dialami Pyongyang di kancah global. Momen ASEAN Regional Forum (ARF) dapat digunakan untuk menyelenggarakan pertemuan informal bersifat ad-hoc antara Menteri Luar Negeri dari Korea Selatan dan Korea Utara, dengan detil pertemuan bersifat off the record, dan hanya menghasilkan dokumen tertulis berupa rilis pers oleh Ketua ARF. Sebagai platform multilateral satu-satunya dimana Korea Selatan dan Korea Utara dapat bertemu membahas isu keamanan setelah kegagalan Six-Party Talks, ARF dapat turut membantu meredakan ketegangan di Semenanjung Korea, termasuk dalam isu denuklirisasi.

 

Dengan demikian, kita dapat mengidentifikasi para aktor yang dapat berperan penting dalam isu arsitektur keamanan di Semenanjung Korea. Kehadiran Indonesia sebagai pemain regional yang bertindak selaku sahabat Dua Korea dengan latar belakang pengalaman diplomatik yang kaya, ASEAN dengan beragam forum multilateral termasuk ARF yang dapat menjadi tempat pertemuan informal pejabat Dua Korea, serta kesediaan negara-negara besar pemain kunci lainnya seperti Amerika Serikat, Rusia dan Tiongkok untuk berpartisipasi aktif, menjadi katalis penting solusi penurunan ketegangan di Semenanjung Korea, memajukan agenda denuklirisasi kawasan, bahkan memfasilitasi proses reunifikasi Dua Korea. Maka, diplomasi multilateral, inklusif, dan berkesinambungan ini adalah langkah penting guna mematahkan ancaman nuklir Korea Utara dalam konflik di Semenanjung Korea bagi perdamaian dunia.

---

Referensi:

  1. Jeffrey Lewis, The 2020 Commission Report on the North Korean Nuclear Attacks Against the United States, Houghton Mifflin Harcourt, 2018.
  2. East Asia Forum, "A Role for ASEAN on the Korean Peninsula," 28 Agustus 2020.

https://eastasiaforum.org/2020/08/28/a-role-for-asean-on-the-korean-peninsula/

  1. ASC FISIPOL UGM, "Panmunjom Agreement: Role of ASEAN Behind a Pacified Peninsula," 1 September 2018.

https://asc.fisipol.ugm.ac.id/2018/09/01/panmunjom-agreement-role-asean-behind-pacified-peninsula/

  1. Seminar Nasional "Diplomasi Pertahanan Republik Indonesia Menanggapi Krisis di Semenanjung Korea," Laksda TNI Amarulla Octavian, Universitas Pertahanan, Desember 2017.
  2. Hasto Kristiyanto, "Indonesia dan Upaya Perdamaian Semenanjung Korea," Kompas, 9 November 2020.

https://www.kompas.id/baca/opini/2020/11/09/indonesia-dan-upaya-perdamaian-semenanjung-korea

  1. Kementerian Luar Negeri RI, "Menlu RI Serukan Aksi Nyata untuk Dorong Perlucutan Senjata Nuklir," Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 25 Oktober 2022.

https://kemlu.go.id/portal/id/read/4494/berita/menlu-ri-serukan-aksi-nyata-untuk-dorong-perlucutan-senjata-nuklir

  1. Kementerian Luar Negeri RI, "Dukung Multilateralisme: Menlu RI Dorong Ratifikasi Traktat Larangan Uji Coba Nuklir," Portal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 5 September 2023.

https://kemlu.go.id/portal/id/read/6004/berita/dukung-multilateralisme-menlu-ri-dorong-ratifikasi-traktat-larangan-uji-coba-nuklir

  1. BP2MI, "KBRI Seoul Beberkan Peluang Kerja Baru Skema G to G di Korea Selatan," 5 September 2023.

https://bp2mi.go.id/berita-detail/kbri-seoul-beberkan-peluang-kerja-baru-skema-g-to-g-di-korea-selatan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler