Zaken Kabinet, Wacana Mubadzir dan Momen Pembuktian Prabowo
Senin, 16 September 2024 12:18 WIBWacana Zaken Kabinet itu bisa dibaca dengan satirnya Kruschev. Bukan karena tidak ada ahli atau profesional yang bisa diberi mandat memimpin kementerian oleh Presiden Prabowo kelak. Melainkan karena rencana ini pada saatnya nanti bakal berhadapan dengan logika politik para elit partai, yang tidak akan membiarkan Prabowo mewujudkan niat atau rencananya.
Nikita Kruschev, mantan pemimpin Uni Soviet tempo dulu pernah mengatakan, bahwa semua politisi sama saja. Mereka berjanji akan membangun jembatan meski tidak ada sungai (di daerah atau negaranya).
Hemat saya isu Zaken Kabinet itu bisa dibaca dengan satirnya Kruschev. Bukan karena tidak ada ahli atau professional yang bisa diberi mandat memimpin Kementerian oleh Presiden Prabowo kelak. Melainkan karena rencana ini pada saatnya nanti bakal berhadapan dengan logika politik para elit partai, yang tidak akan membiarkan Prabowo mewujudkan niat atau rencananya.
Logika pertama mereka bermuara pada tabiat alamiah, bahwa “tidak ada makan siang gratis” dalam politik. Dukungan mereka kepada Prabowo-Gibran sejak awal kontestasi Pilpres bukanlah barang gratis. Pun demikian dengan komitmen mereka untuk menjadi bagian yang loyal dari koalisi pemerintahan pasca pelantikan nanti. Semua pasti ada harga atau kompensasinya. Dan kompensasi itu, salah satu yang paling strategis dan pasti dibidik oleh semua elit partai adalah jabatan di Kabinet dan lingkar satu istana.
Mungkin saja, publik bakal sangat kritis terkait isu rencana pembentukan Zaken Kabinet ini nanti. Mereka bakal mendesak Prabowo untuk sungguh-sugguh memberikan prioritas pertimbangan meritokratif dan profesional. Tetapi percayalah, jika Zaken Kabinet itu dimaknai secara otentik maka para elit partai sudah menyiapkan jurus untuk mengcounternya.
Jurus counter yang bakal mereka gunakan akan didasarkan pada logika yang kedua. Bahwa partai politik juga memiliki banyak ahli dan profesional yang cakap dan layak diberikan mandat memimpin Kementerian atau jabatan lain di ring satu istana.
Kedua logika itu bakal saling melengkapi nalar politik para elit. Termasuk akhirnya Prabowo sendiri, yang pada saatnya nanti akan satu frekwensi dan sampai pada simpulan bersama, bahwa Zaken Kabinet tidak harus selalu difahami sesuai konsep dasarnya. Tak harus otentik dan orisinil. Yakni Kabinet yang para Menterinya adalah individu-individu warga negara yang ahli di bidangnya sekaligus bukan berasal dari internal partai politik.
Maka Zaken Kabinet sebagaimana diungkapkan Ahmad Muzani (Jubir Partai Gerindra) dan direspon positif sejumlah elit partai itu nanti jadinya adalah “Zaken Kabinet khas Indonesia” kontemporer, dan boleh jadi bakal didefinisikan pula sebagai bagian dari “Asean Values.”
Kompetensi dan Rekam Jejak
Bertolak dari pemikiran hipotetik itu, maka isu Zaken Kabinet sebetulnya seperti janji politisi versi Kurschev tadi. Tidak ada artinya, dan buang-buang energi saja. Bahkan bisa menjadi bumerang bagi Prabowo. Terutama jika isu ini kemudian dimaknai publik sebagai tambahan janji politik Prabowo.
Maka ketimbang menambah daftar janji politik baru, jauh lebih efektif dan realistis bagi Prabowo untuk menyusun kriteria yang ketat bagi kader-kader partai politik yang bakal dipromosikan oleh partainya sesuai kebutuhan dan kemendesakan manajerial pemerintahannya nanti. Poin utama kriteria itu adalah kompetensi (kecakapan), integritas (kepantasan) dan rekam jejak. Lalu berbasis kriteria inilah calon-calon Menteri usulan partai politik diseleksi.
Itu artinya, bahwa partai politik bakal (atau bahkan mungkin sudah) saling mempromosikan kader-kadernya untuk menduduki jabatan Kementerian di Kabinet adalah fakta yang tidak mungkin dihindari. Dan dalam konteks relasi kuasa perhelatan elektoral dengan pembentukan pemerintahan yang dihasilkannya, fenomena ini bukanlah sesuatu yang tabu dan terlarang.
Jadi, Prabowo dan partai Gerindra yang dipimpinnya hemat saya tidak perlu merasa “kagok” dengan suara-suara publik yang kemungkinan besar bakal mengawasi dan mengkritisi proses pembentukan kabinet pemerintahan baru nanti. Lalu dari rasa “kagok” itu memaksakan diri membuat janji baru: Zaken Kabinet. Tidak perlu, tidak realistis pula dalam tradisi kepolitikan nasional mutakhir, dan hanya akan menambah beban politik saja bagi Prabowo.
Realistis dan Momen Pertama Pembuktian
Sekali lagi, langkah yang realistis namun dengan tetap menjaga kemungkinan watak akut pragmatis para elit partai yang kelewat ovredosis masuk dan mendominasi proses kompromi penyusunan kabinet pemerintahan baru nanti adalah dengan menyiapkan kriteria berstandar keahlian dan rekam jejak yang tinggi bagi para kandidat Menteri.
Dengan kriteria berstandar keahlian dan rekam jejak yang tinggi itulah calon-calon Menteri diseleksi tanpa membedakan figur mana berasal dari partai atau bukan. Jika kriteria semacam ini dipraktikan dengan sungguh-sungguh, taat azas dan konsisten, maka dengan sendirinya hanya para ahli di bidangnya dan memiliki rekam jejak unggul saja yang bisa menjadi Menteri tanpa harus menyebut kabinet pemerintahan Prabowo sebagai Zaken Kabinet.
Kabinet biasa saja tapi diisi oleh individu-individu yang kompeten dan professional di bidangnya dan dengan rekam jejak yang unggul jauh lebih baik daripada Kabinet yang disemat-sandingkan istilah “Zaken” kepadanya tetapi dihuni oleh figur-figur yang sesungguhnya tak kompeten sama sekali. Dan keberhasilannya masuk kabinet lebih karena faktor balas jasa atau karena posisinya di partai politik pengusung.
Penting juga diingat, bahwa muasal sumber darimana para sosok kandidat Menteri itu selama ini juga banyak yang berasal dari organisasi relawan, ormas dan kampus serta ranah profesional lainnya seperti media massa, sektor bisnis dll. Kepada mereka, kriteria berstandar tinggi tadi juga harus diberlakukan.
Dengan cara demikian, kelak Zaken Kabinet jadinya bukan soal konsep atau nama. Bukan pula sekedar keren-kerenan. Melainkan fakta sejarah bahwa Prabowo mengawali pemerintahannya dengan merekrut figur-figur warga negara yang kompeten, berintegritas tinggi dan rekam jejak yang unggul untuk mengoperasikan pemerintahannya sekaligus menunaikan janji-janji politiknya kepada rakyat.
Dan bagi Prabowo, langkah awal paling strategis, yakni menyusun kabinet pemerintahannya itu amat penting dan menentukan. Bukan saja dilihat dari sisi kebutuhan efektifitas birokrasi, tetapi juga dari sisi persepsi politik publik.
Dalam konteks ini, publik sedang menunggu pembuktian bahwa ia sungguh-sungguh Presiden yang memiliki hak prerogratif, mandiri dan berdaulat. Bukan sosok yang berada dibawah bayang-bayang kekuatan lain yang sudah “expired.” Dan ini akan dengan mudah terlihat pada saat Prabowo mengumumkan nama-nama Menteri di Kabinet pemerintahannya.
Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
5 Pengikut
Kampanye Deliberatif di Pilkada 2024
2 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler