Solusi Program Senjata Nuklir Korea Utara
Senin, 16 September 2024 12:26 WIBAsia Timur merupakan wilayah pertama di dunia yang menyaksikan penggunaan jenis senjata baru dalam suatu konflik yang kekuatannya tidak pernah dilihat dalam sejarah manusia.
Pada 6 dan 9 Agustus 1945 masing-masing di Hiroshima dan Nagasaki, senjata nuklir (Little Boy di Hiroshima dan Fat Man di Nagasaki) digunakan oleh Amerika Serikat untuk pertama kali dan satu-satunya dalam perang. Kemunculan jenis senjata baru ini mengubah balance of power yang ada antara kuasa besar dunia: Amerika Serikat merupakan satunya-satunya negara di dunia pada akhir Perang Dunia 2 yang memiliki senjata nuklir, dan fakta tersebut menjadikan Uni Soviet sangat rentan mengalami kekalahan yang katastrofik dalam hal terjadinya konflik dengan Amerika Serikat. Secara sederhana, perlombaan senjata nuklir telah dimulai.
Dalam paranoia tipikalnya, para petinggi Uni Soviet di politburo memerintahkan dipercepatnya pengembangan, desain, dan uji coba detonasi perangkat nuklir. Usaha daripada ilmuwan dan insinyur Uni Soviet membuahkan hasil dengan berhasilnya uji coba detonasi perangkat nuklir mereka, RDS-1, pada 29 Agustus 1949, empat tahun setelah Hiroshima dan Nagasaki. Setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet, rentetan negara lain yang memiliki kemampuan industri tinggi juga mengembangkan dan menguji coba perangkat nuklir mereka sendiri: Britania Raya pada 1952, Prancis pada 1960, Tiongkok pada 1964, India pada 1974, Pakistan pada 1983, dan Korea Utara pada 2006. Mari kita lakukan analisis terhadap Korea Utara.
Korea Utara, setelah beberapa dekade dibawah perlindungan nuklir Uni Soviet dan kemudian Tiongkok (walau secara tidak resmi) akhirnya memiliki bargaining chip dalam diplomasi internasional yang tidak lagi dapat diacuhkan oleh siapapun, baik oleh musuh (Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya) maupun negara yang dapat mentolerir sikap dan tindakan Korea Utara (Rusia dan Tiongkok). Ancaman yang dapat diberikan Korea Utara tidak lagi terbatas pada Semenanjung Korea saja, namun juga dapat menempatkan Jepang dan personel militer Amerika Serikat di Jepang dalam bahaya yang nyata.
Partai pemerintah Korea Utara, Workers’ Party of Korea (조선로동당, Chosŏn Rodongdang), telah dikuasai oleh dinasti Kim, dengan seluruh pemimpin agung (supreme leader) Korea Utara: Kim Il-Sung, Kim Jong-Il, dan Kim Jong-Un, merupakan masing-masing adalah kakek, ayah, dan anak. Supremasi dinasti Kim dalam dunia politik Korea Utara telah menghasilkan suatu pengkultusan kepribadian bagi Kim Il-Sung dan Kim Jong-Il; dan bagi Kim Jong-Un, loyalitas yang tampaknya tidak ada batasnya oleh militer dan rakyat Korea Utara.
Dalam menghadapi dan/atau menangani suatu permasalahan atau konflik, adalah suatu hal yang penting untuk dapat terlebih dahulu menentukan adversary yang dihadapi merupakan aktor yang rasional atau irasional. Seorang aktor yang rasional akan memikirkan berbagai kemungkinan yang ada dan menganalisis kemungkinan yang paling baik untuk dirinya. Sedangkan seorang aktor irasional akan berpegang teguh pada suatu dogma, yang mana sikap dogmatis ini akan menghasilkan suatu adversary yang fanatikal dalam pembelaannya terhadap nilai-nilai yang dipegang, dan baik aktor irasional maupun pendukungnya akan melakukan tindakan apapun yang dapat melindungi dan sesuai dengan dogma yang yang dipegang. Hal tersebut menjadikan aktor irasional sulit untuk dihadapi, karena suatu hal yang dianggap rasional oleh suatu aktor, mungkin tidak dianggap rasional bagi aktor irasional. Dalam perpektif analisis ini, Korea Utara merupakan aktor irasional, sebagaimana yang telah terlihat jelas dalam pengagungan dinasti Kim di negara tersebut. Dengan demikian, menghadapi Korea Utara adalah yang sulit secara diplomatik.
Sejak pertama kali melakukan uji coba pada tahun 2006, Korea Utara telah secara konsisten meningkatkan kemampuan senjata nuklirnya dengan melakukan uji coba misil balistik yang dapat menjangkau jarak yang lebih jauh, dengan misil balistik terbaik yang dimiliki oleh Korea Utara adalah Hwasong-17 yang memiliki klasifikasi ICBM (Intercontinental Ballistic Missile) dengan jarak operasional sekitar 15.000 km. Dengan jarak operasional yang begitu jauh, Korea Utara dengan Hwasong-17 tidak hanya dapat mengancam Semenanjung Korea, Jepang, maupun Guam; namun juga dapat mengancam Hawai dan kontinental Amerika Serikat. Dengan termasuknya teritori rumah (home territory) daripada Amerika Serikat dalam jangkauan senjata nuklir Korea Utara, adalah suatu hal yang bijaksana bagi pemerintah Amerika Serikat untuk sangat berhati-hati dalam setiap sikap, ucapan, dan tindakan yang diambilnya dalam menghadapi masalah dengan Korea Utara.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Korea Utara merupakan aktor irasional, aktor irasional yang akan mempertahankan dogma yang dipegang dengan tindakan-tindakan yang memiliki kemungkinan bukanlah tindakan yang rasional. Menurut pandangan penulis sebagai seorang mahasiswa Teknik Nuklir, yang tertarik terhadap penggunaan energi nuklir untuk penghasilan listrik maupun senjata, terdapat setidaknya dua jalan yang dapat ditempuh untuk mengurangi potensi ancaman senjata nuklir Korea Utara. Jalan kesatu adalah dengan melakukan disarmament senjata nuklir di seluruh dunia dan pelarangan penjualan peralatan dual-use yang dapat digunakan sebagai alat produksi senjata nuklir. Jalan kedua adalah dengan melakukan penekanan baik secara diplomatik maupun ekonomik yang menyasar kepada anggota pemerintahan Korea Utara agar dapat meninggalkan pengembangan, menghentikan uji coba, dan mengurangi jumlah senjata nuklir yang dimiliki. Penulis berpendapat bahwa jalan kedua adalah jalan yang lebih mungkin untuk ditempuh dan kemungkinan sukses yang lebih tinggi daripada jalan kesatu.
Penekanan diplomatik maupun ekonomik yang penulis maksudkan dalam paragraf sebelumnya adalah pembatasan kepada pemerintah Korea Utara untuk dapat melakukan fungsi-fungsi dasar dan kebutuhan dasar pemerintahan. Pembatasan dapat dilakukan berupa pembatasan jumlah bahan bakar pesawat yang dijual kepada Korea Utara yang digunakan untuk keperluan perjalanan diplomat, dan embargo penggunaan saluran pembayaran internasional yang digunakan oleh pemerintah Korea Utara untuk mendapatkan pendapatan dari berbagai macam usaha ekonomi yang dilakukan (restoran, karya seni, dan senjata).
Dengan dilakukannya penekanan diplomatik maupun ekonomik tersebut secara perlahan-lahan, maka Korea Utara yang merupakan aktor irasional akan dipaksa untuk berpikir tentang keselamatannya sendiri dan akan mengurangi atau bahkan sama sekali tidak memberikan ancaman kepada negara-negara lain. Karena yang penulis amati daripada sanksi yang diberikan kepada Korea Utara selama ini berfokus secara umum dan menjadikan rakyat biasa Korea Utara sebagai korban sanksi, sedangkan pemerintah Korea Utara tetap nyaman dengan kekuasaannya dan dapat melakukan operasional pemerintahan dengan baik. Dengan menyasar penekanan diplomatik dan ekonomik pada hal-hal yang penting terhadap keberlangsungan pemerintah Korea Utara, penulis yakin bahwa setidaknya akan adanya pengurangan potensi ancaman yang diberikan oleh Korea Utara.
Karena walaupun aktor rasional seperti Korea Utara dapat tetap berfungsi di tengah penderitaan rakyatnya, apabila yang menjadi sasaran suatu sanksi adalah keberlangsungan daripada pemerintahan Korea Utara itu sendiri, maka konsesi oleh Korea Utara akan terjadi mengenai senjata nuklirnya. Tidak ada pemerintah yang ingin mensabotase diri mereka sendiri.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Solusi Program Senjata Nuklir Korea Utara
Senin, 16 September 2024 12:26 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler