The Sociopreneur - Perjuangan dr. Handojo Memerjuangkan Penyandang Disabilitas
Selasa, 17 September 2024 09:32 WIBDokter Handojo adalah seorang pejuang bagi penyandang disabilitas. Ia membangun penanganan masalah disabilitas berbasis masyarakat.
Judul: The Sociopreneur
Penulis: Esther Idayanti
Tahun Terbit: 2023
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tebal: xx + 156
ISBN: 978-623-160-123-0
Handojo Tjandrakusuma adalah teladan. Ia seorang dokter. Namun ia memilih untuk menjadi teman bagi para penyandang disabilitas. Keputusannya untuk menjadi pendamping disabilitas itu harus dibayar dengan karirnya sebagai dokter yang mandeg. Pilihan tersebut juga harus dibayar dengan potensi ekonomi yang terabaikan.
Handojo Tjandrakusuma adalah seorang Sociopreneur. Seorang perintis dalam dunia pelayanan sosial. Perannya dalam mengembangkan Community-Based Rehabilitation di Indonesia mendapatkan penghargaan dari dunia. Bahkan apa yang ia kembangkan dijadikan salah satu model pelayanan penyandang disabilitas di berbagai negara berkembang.
Handojo Tjandrakusuma lahir dari keluarga Tjan Ing Hong dan Khoe Aer Nio. Handojo lahir di Pacitan tanggal 20 November 1938. Meski lahir di Pacitan, tetapi masa kecil Handojo lebih banyak dihabiskan di Kota Solo. Orangtuanya bukan dari kelompok yang ekonominya mapan. Ayahnya mengelola bengkel kecil. Sedangkan ibunya berjualan karak (kerupuk beras).
Namun keterbatas ekonomi tersebut tidak menyebabkan Handojo terbengkalai pendidikannya. Handojo berhasil menyelesaikan studi kedokteran di Universitas Airlangga di Surabaya. Pendidikan adalah hal penting bagi keluarga Tjan Ing Hong. Itulah sebabnya keluarga ini mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya. Sikap terhadap pendidikan ini menurun kepada Handojo. Handojo menyekolahkan ketiga anaknya ke luar negeri, meski sebenarnya ia tidak memiliki cukup uang untuk membiayainya.
Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Handojo bekerja di Departemen Kesehatan dan bertugas di Lembaga Ortopedi dan Protease dan di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) di Solo.
Handojo mengembangkan Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat (PPRBM) di Solo. Saat bekerja di Lembaga Ortopedi dan Protease dan di YPAC, Handojo menyadari bahwa banyak anak-anak penyandang cacat di pedesaan sekitar Solo yang tidak mendapatkan pelayanan yang baik. Keluarga anak-anak cacat ini tidak mempunyai biaya untuk mengirimkan anaknya ke pusat pelatihan yang ada di Solo. Selain masalah biaya, ternyata banyak juga keluarga yang mempunyai anak disabilitas tidak tahu bahwa ada fasilitas pelatihan.
Kondisi tersebut di atas membuat Handojo merintis program deteksi dini dan menolong anak-anak penyandang cacat di pedesaan. Program rintisan Handojo ini melakukan kampanye penyadaran bahwa orang cacat adalah sesama manusia yang perlu diperkaukan sederajat, mendapatkan kasih sayang dan perhatian. Ia bekerjasama dengan berbagai pihak di desa, termasuk PKK untuk mendeteksi dini kecacatan. Program rintisan yang sukses ini membawanya mendirikan PPRBM. Dengan adanya PPRBM pelayanan kepada anak-anak cacat di pedesaan menjadi semakin baik.
Perjuangannya dalam dunia pelayanan sosial tersebut membuatnya diajak oleh berbagai pihak untuk ikut memikirkan pelayanan sosial lainnya di Solo. Handojo menjadi direktur Akademi Fisioterapi dan Akademi Okupasi Terapi. Akademi yang kemudian berganti nama menjadi Politeknis Kesehatan Kemenkes Surakarta. Saat menjadi direktur, Handojo berhasil meningkatkan kualitas pendidiknya. Ia mengirim beberapa dosen untuk belajar ke luar negeri. Ia juga menjalin kerjasama dengan Universitas of Alberta dari Kanada.
Handojo berperan besar dalam pendirian Poltekkes Jakarta Jurusan Ortotik Prostetik. Berawal dari perkenalannya dengan ahli kaki palsu dari Kamboja, Handojo bekerjasama dengan Nippon Foundation mendukung Kementerian Kesehatan mendirikan Poltekkes Jakarta Jurusan Ortotik Prostetik pada tahun 2009. Lembaga ini memberi layanan pembuatan pengganti anggota tubuh pada pasien yang mengalami amputasi atau yang membutuhkan alat bantu sehingga bisa memperbaiki fungsi anggota tubuh yang bermasalah.
Handojo juga diminta untuk menjadi Pengurus di sebuah lembaga pendidikan yang cukup tua di Solo. Yayasan Warga adalah sebuah lembaga pendidikan yang dulunya bernama TiongHoa Hwee Kwan (THHK) yang sudah berdiri sejak 1904. Selama periode 1974-2015 Handojo berkiprah menjadi Pengurus Yayasan, Ketua Yayasan dan Ketua Dewan Pembina.
Melihat kegigihan dan keberaniannya membuat terobosan, Handojo diajak oleh Djoenaedi Joesoef sebagai Ketua Yayasan untuk ikut mengurusi Yasayan Kesehatan Panti Kosala. Yayasan Kesehatan Panti Kosala dulunya bernama Tsi Sheng Yuan ini adalah lembaga kesehatan yang berdiri di Kota Solo. Yayasan Kesehatan Panti Kosala mendirikan rumah sakit dengan nama Rumah Sakit Dr. Oen Kandang Sapi. Pemilihan nama Dr. Oen ini adalah untuk menghormati Dr. Oen Boen Ing yang berjasa besar dalam pelayanan kesehatan melalui Yayasan Kesehatan Panti Kosala. Selain mendirikan RS Dr. Oen Kandang Sapi, Yayasan Panti Kosala juga mendirikan Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru.
Dalam buku ini disampaikan juga penghargaan dari para sahabat, kolega dan para pihak yang pernah bekerjasama dengan Handojo Tjandrakusuma. Para sahabat, kolega dan para pihak yang pernah bekerjasama dengan Handojo menyatakan bahwa Handojo adalah seorang yang pandai melobi, bekerja dengan detail, berpikir dan bekerja kreatif, berani mengambil keputusan, motivator yang unggul, penuh perhatian dan menghargai orang lain. Satu hal yang menjadi catatan Djoenaedi Joesoef, Handojo hatinya terlalu baik, kadang mudah ditipu orang.
Di bagian akhir buku ini dimuat tulisan Handojo tentang bagaimana budaya Jawa, khususnya wayang telah menginspirasinya dalam mengembangkan Community-Based Rehabilitation. Melalui cerita wayang dan filosofi Jawa Handojo mengembangkan PPRBM. 862
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler