Tren Vermak Wajah: Mengejar Standar Kecantikan yang Tak Berujung (3 - Habis)

Sabtu, 21 September 2024 20:41 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Inilah saatnya kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: apakah standar kecantikan yang kita kejar benar-benar milik kita? Ataukah kita hanya menjadi korban dari industri kecantikan yang terus-menerus menjual impian akan kesempurnaan yang tidak pernah ada?

Oleh Asep K Nur Zaman

Setelah kita membahas tren operasi hidung yang absurd di satu sisi dunia, serta perang warna kulit di sisi lainnya, kita dihadapkan pada satu pertanyaan besar: apakah kecantikan itu benar-benar bisa dikejar?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika jawabannya “ya”, kapan kita akan merasa cukup? Dunia yang terus-menerus memberi kita standar baru tentang apa yang cantik dan apa yang tidak, seolah-olah kecantikan itu sesuatu yang harus dicapai, bukan diterima.

Di berbagai belahan dunia, kita terus-menerus mendengar cerita orang-orang yang tidak puas dengan penampilan mereka. Ada yang rela mengubah hidungnya, ada yang mengorbankan kesehatan demi kulit yang lebih putih atau lebih gelap, dan ada yang menghabiskan waktu dan uang demi tubuh yang dianggap "sempurna”.

Namun, berapa banyak dari mereka yang benar-benar merasa bahagia setelah menjalani semua itu? Apakah benar hidung mancung atau kulit putih akan membawa kebahagiaan, ataukah semua itu hanya membuat kita terjebak dalam lingkaran tak berujung yang diciptakan oleh standar kecantikan yang tidak ajeg?

Dalam mengejar definisi kecantikan yang ideal, banyak orang melupakan satu hal penting: bahwa kecantikan sejati bukan sesuatu yang bisa dipaksakan dari luar, melainkan berasal dari penerimaan diri.

Setiap budaya, setiap generasi, dan setiap individu memiliki pandangan yang berbeda tentang kecantikan. Dan, jika kita terus-menerus berusaha mengikuti tren yang datang dari luar diri kita, kita akan selalu merasa kurang.

Menjadi Magnet tanpa Vermak

Operasi hidung, krim pemutih, dan tanning bed hanyalah beberapa contoh dari bagaimana kita sering kali merasa bahwa diri kita tidak cukup baik. Namun, pada akhirnya, kecantikan adalah tentang bagaimana kita menerima diri sendiri dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia di sekitar kita.

Orang yang merasa puas dengan dirinya sendiri -- mampu melihat kekurangan atau kelemahan sebagai keunikan -- justru menjadi  magnet besar.  Mereka sering kali terlihat lebih menarik tanpa harus menjalani prosedur vermak apapun.

Mungkin inilah saatnya kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: apakah standar kecantikan yang kita kejar benar-benar milik kita? Ataukah kita hanya menjadi korban dari industri kecantikan yang terus-menerus menjual impian akan kesempurnaan yang tidak pernah ada?

Tren akan terus datang dan pergi, dan setiap tahun akan ada prosedur baru yang menjanjikan kita penampilan yang lebih cantik, lebih proporsional, atau lebih menarik. Tapi, kebahagiaan sejati tidak datang dari mengejar standar tersebut. Kebahagiaan datang dari rasa cukup dengan diri kita sendiri—apapun bentuk, warna, atau ciri fisik yang kita miliki.

Jika kita terus-menerus berusaha meraih standar kecantikan yang tidak pernah stabil, kapan kita akan berhenti dan merasa puas? Di dunia yang dipenuhi dengan pilihan operasi plastik, krim pemutih, dan tanning bed, mungkin langkah paling radikal yang bisa kita ambil adalah menerima diri kita apa adanya.

Sebab, pada akhirnya, kebahagiaan bukan tentang bagaimana kita dilihat orang lain, tetapi tentang bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Kecantikan adalah tentang menerima ketidaksempurnaan sebagai bagian dari diri kita, bukan mengubahnya untuk memenuhi ekspektasi orang lain.

Pesohor Tampil Alami

Bahkan, tidak semua pesohor dunia memacu kita untuk mengikuti tren standar kecantikan. Alicia Keys misalnya, memilih tampil alami, tanpa make-up, dalam kampanye yang menginspirasi banyak perempuan untuk mencintai diri mereka apa adanya.

Emma Watson juga dikenal menolak tuntutan untuk selalu tampil sempurna di depan kamera. Ia mengajak para penggemarnya untuk memahami bahwa kecantikan sejati ada di dalam diri (inner beauty), bukan di luar.

Psikolog Brene Brown, yang dikenal dengan penelitiannya tentang keberanian dan kerentanan, menekankan bahwa penerimaan diri adalah kunci kebahagiaan. Kita tidak akan pernah merasa cukup jika terus mengejar standar kecantikan yang dipaksakan.

"Kebahagiaan datang ketika kita bisa menerima siapa diri kita, dengan segala ketidaksempurnaannya," ucap Brown. Paham?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

3 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler