Hilangnya Pabrik Tempe di Dalam Gang Tempo
Sabtu, 21 September 2024 20:50 WIBKetika Majalah Tempo seringkali berurusan dengan pemerintah dan dibredel karena keberaniannya, di Gang Tempo, namanya dibawa dengan keakraban dalam proses pembuatan tempe.
Oleh Asep K Nur Zaman
Di suatu masa, kurun 1980-an, di sebuah gang sempit yang terlindung oleh rumah-rumah di kota Kecamatan Kadungora, Garut, Jawa Barat, berdiri sebuah pabrik tempe kecil. Gang itu, yang seharusnya tak lebih dari lorong biasa, memiliki sebuah pesona yang tak disadari banyak orang.
Di sana, entah siapa yang memulai, orang-orang ramai memanggilnya dengan sebutan “Gang Tempo”, sebuah plesetan jenaka yang terinspirasi dari sosok majalah berita terkenal, Tempo, dengan jargon "Enak Dibaca, dan Perlu". Gang itu tak ada hubungannya dengan dunia jurnalistik, namun entah bagaimana, namanya begitu lekat.
Setiap orang yang melangkahkan kaki ke dalam gang tersebut, seolah-olah tahu bahwa mereka sedang memasuki dunia kecil. Di dalamnya sarat dengan aroma tempe dan kabar berita yang terbawa angin dari luar.
Itulah pabrik tempe di dalam Gang Tempo. Bukanlah pabrik besar, hanya usaha keluarga yang dibandari oleh ayah muda bernama Wawan dan digerakkan oleh beberapa pekerja lokal. Setiap pagi, kedelai direndam, digiling, dan dibiarkan berfermentasi dengan proses yang sabar.
Begitu pula kehidupan di sekitar gang ini, berjalan dengan ritme lambat, seolah waktu bergerak lebih pelan di dalam sana. Di sini, kabar-kabar dari dunia luar datang dalam bentuk cerita dari mulut ke mulut—tentang politik, harga-harga yang naik, dan juga berita nasional yang terselip di antara percakapan ringan.
Ketika majalah Tempo seringkali berurusan dengan pemerintah dan dibredel karena keberaniannya, di Gang Tempo, namanya dibawa dengan keakraban dalam proses pembuatan tempe. Nama majalah itu mungkin terdengar seperti simbol perjuangan bagi banyak orang, tetapi bagi penduduk di gang ini, Tempo adalah nama yang akrab di telinga, seperti keluarga sendiri.
Namun, semua ini kini hanya tinggal kenangan. Pabrik tempe di Gang Tempo yang dulu berdiri dalam bangunan berdinding bilik bambu, kini sudah tinggal kenangan. Modernisasi merambah ke Kadungora, bangunan-bangunan baru tumbuh di setiap sudut, menutup lorong-lorong kecil yang dulu menjadi urat nadi kehidupan masyarakat lokal.
Gang Tempo—yang mungkin tak pernah tercatat di peta resmi—perlahan terhapus oleh tembok-tembok tinggi, beton, dan ruko-ruko yang menjamur. Pabrik tempe yang pernah menjadi denyut jantung gang itu, kini hanya tinggal cerita yang dibawa oleh mereka yang sempat mengenalnya.
Orang-orang yang dulu bekerja di pabrik itu telah berpindah, mencari penghidupan lain, atau mungkin telah pensiun. Gang Tempo sendiri kini tertutup, terhalang oleh deretan bangunan yang menghapus jejak sejarah kecilnya.
Namun, bagi sebagian orang, termasuk saya, tempat itu bukan sekadar gang. Ia adalah simbol, bukan hanya dari kenangan akan pabrik tempe, tetapi juga tentang bagaimana perubahan dapat melupakan hal-hal kecil yang pernah menjadi bagian penting dari kehidupan kita.
Sekarang, saat melintasi daerah itu, tidak lagi melihat gang kecil tempat pabrik tempe tersebut berdiri. Namun, dalam benak saya, Gang Tempo terus hidup. Cerita-ceritanya, percakapannya, dan aroma tempenya -- yang enak disantap dan bergizi -- tetap terjaga dalam ingatan.
Mungkin bagi banyak orang, ini hanya cerita kecil tentang gang yang hilang. Tetapi bagi saya, Gang Tempo adalah potret kecil dari kehidupan yang dulu begitu dekat dengan pers, dengan kerja keras, dan dengan perubahan yang tak terhindarkan.
Catatan tentang "Hilangnya Pabrik Tempe di Dalam Gang Tempo" ini adalah kisah sederhana tentang bagaimana sebuah tempat, sekecil apa pun, bisa meninggalkan jejak yang sangat berkesan daripada yang pernah kita sadari. Tempat itu kini boleh hilang, tetapi namanya, ceritanya, dan maknanya akan terus dikenang.
Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis
3 Pengikut
Kini Katakan Sejujurnya, Miskin itu Ya Miskin!
19 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler