Penanganan Fufufafa, Indikator UU ITE Bukan untuk Semua Kalangan

Sabtu, 21 September 2024 21:19 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akun lawas Fufufafa saat ini masih menjadi pusat perhatian netizen Indonesia. Sejak awal mula ke-viral-annya karena banyak tulisannya di masa lalu yang mengkritik dan melontarkan kata-kata kasar kepada presiden terpilih Prabowo Subianto di tahun 2014 silam. Pada saat itu Prabowo merupakan lawan politik Joko Widodo (Jokowi).

Viralnya akun Kaskus Fufufafa ini dikaitkan dengan sosok Gibran Rakabuming Raka yang merupakan anak dari Joko Widodo sekaligus wakil presiden terpilih saat ini. Pasalnya, dari banyaknya penelitian dan penelusuran netizen terhadap email dan nomor HP yang digunakan akun tersebut, muncul berbagai kesesuaian dan kebetulan yang semakin menguatkan asumsi publik bahwa pemilik akun tersebut adalah benar Gibran, Putra Presiden Jokowi.

Tidak hanya berisi tulisan-tulisan yang mengkritik dan memaki Prabowo, akun Fufufafa ini ternyata juga memiliki beberapa tulisan yang menyenggol beberapa artis, dan nahasnya tulisan tersebut mengandung kaimat-kalimat mesum dan pelecehan. “Celotehan kata-kata yang diposting oleh akun Fufufafa pada rentang waktu antara 2014-2020 ini selain vulgar dan norak juga terasa sangat kampungan, seperti orang yang tidak berpendidikan sama sekali,” kata pakar telematika Roy Suryo (RMOL.ID, 16/9).

Bagai kotak pandora, aktivitas menguliti para netizen membuka tabir-tabir kontroversi yang tiada habisnya. Terbaru, salah satu akun X/Twitter @BudiBukanIntel membuat cuwitan untuk mengajak warganet mencoba email chillipari yang merupakan email milik akun Fufufafa di situs porno, dan alhasil banyak komentar-komentar netizen yang mengirimkan bukti screenshoot bahwa email milik akun Fufufafa tersebut telah terdaftar di berbagai web situs porno baik lokal maupun mancanegara.

Bagaimana dengan respon terduga? Tentu saja Gibran Rakabuming Raka tidak mengakui bahwa akun tersebut adalah miliknya dan dia tidak tahu menahu terkait Fufufafa, ketika ditanya oleh wartawan jawabannya. “Lha mbuh, takono seng nduwe akun (tidak tahu, tanya yang punya akun)”.

Satu frekuensi dengan pernyataan Gibran, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa pihaknya akan segera mengumumkan siapa pemilik akun Kaskus bernama Fufufafa yang beberapa waktu terakhir menjadi sorortan publik. Sebelumnya akun tersebut diduga milik wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, namun Budi Arie memastikan bahwa akun tersebut bukan milik Gibran (suaraindonews.com, 20/9).

Menjauh dari kasus Fufufafa, kita sering mendapati bahwa ada banyak sekali kasus terjadi yang menyenggol UU ITE dan membuat pelakunya masuk bui. Kritik bisa berujung pada kasus pencemaran nama baik, seperti yang dialami oleh Prita Mulyasari di tahun 2011. Terbaru, beberapa bulan lalu ada seorang istri di Bali yang justru menjadi tersangka UU ITE setelah mengunggah bukti-bukti dugaan perselingkuhan suaminya, hal tersebut dikarenakan dia dilaporkan oleh selingkuhan suaminya yang diduga anak dari salah satu pejabat kepolisian.

Potret yang kontradiktif, pihak penegak hukum yang biasanya sat-set-wat-wet dalam menangani kasus pelanggaran UU-ITE, justru dalam penanganan kasus Fufufafa cenderung terkesan lamban dan enggan. Meskipun Kominfo menyatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk memastikan, dan nanti akan memberikan pengumuman resmi terkait pemilik asli akun tersebut, tapi tentu janji-janji itu tidak mampu membendung kericuhan publik. Stigma negatif kepada terduga semakin menguat dan meluas.

Inilah salah satu kelemahan dari UU-ITE yang punya kecenderungan overcriminalization, dia bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk mengkriminalkan seseorang dengan mudah, hanya karena tulisan/unggahannya di sosial media dinilai merugikannya. Alih-alih mendapat kepastian hukum, masyarakat justru dihantui ketakutan overcriminalization.

Di tangan orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang, UU-ITE bisa digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik. Karena apapun bentuk kritiknya, meskipun disampaikan dengan diksi yang sopan, bersifat ilmiah dan sesuai fakta, selama pihak tersebut merasa dirugikan maka peluang menjadikan pengkritik tersebut jadi tersangka sangatlah mudah. Ini akan berdampak pada melemahnya koreksi/muhasabah terhadap pemimpin atau penguasa.

Tidak bisa dipungkiri, dan sudah terpampang nyata, bahwa budaya hukum di negeri kita bak pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Pun UU-ITE bersifat demikian, mudah untuk memenjarakan pihak-pihak yang lemah dan/atau dinilai berisik melawan penguasa, tetapi sangat alot untuk memborgol tangan-tangan orang yang berkuasa. Meskipun secara nyata mereka melakukan jenis pelanggaran yang sama atau lebih berat. Sehigga bisa disimpulkan bahwa UU-ITE tidak diperuntukan bagi semua kalangan. Ini merupakan gambaran hukum made-in manusia, yang manusia-manusia tersebut memiliki kepentingan, sehingga hukum produksi mereka pun bisa disesuaikan dengan kepentingan mereka pula.

Tidak hanya itu, bahkan pelaksanaan hukum itupun juga mengalami inkonsistensi dan multi tafsir. Kepada siapa moncong hukum tersebut ditujukan, tidaklah sama lunak-kerasnya. Kita bisa melihat bagaimana anak anggota DPR dinyatakan bebas oleh hakim setelah membunuh pacarnya, seorang koruptor yang merugikan negara 300 T tapi hanya didenda lima ribu rupiah saja, dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya, yang merupakan potret rusaknya hukum di Indonesia.

Ini bukan perkara hukumnya yang perlu direvisi dan diperbaiki, sehingga masih ada harapan kedepan akan diterapkan dengan benar dan penuh keadilan. Ini adalah masalah sistemis, dimana sistem demokrasi kapitalisme ini mendesain suasana hukum yang tidak manusiawi, dimana hukum mudah dibuat, didesain dan diubah sesuai kepentingan para kapitalis. Alhasil hukum akan dan selalu berpihak kepada mereka-mereka para kapitalis, yang menguasai negeri ini, bukan kepada masyarakat umum secara luas. Dan lalu, sampai kapan kita akan terus bertahan pada kondisi mengerikan semacam ini?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Hima Wati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler