Racikan Hype Cold Brew di Kafe Hipster dan Nostalgia Kopi Tubruk Warkop
Rabu, 25 September 2024 17:10 WIBNgopi, yang dulunya menyimbolkan kesederhanaan, sekarang jadi salah satu tanda kemajuan zaman dan ajang gaul penuh style kawula muda.
Tradisi menyeruput kopi adalah ritual yang tidak pernah mati. Dari generasi ke generasi, kopi selalu punya tempat tersendiri dalam keseharian kita, terutama di Indonesia—negara yang jadi salah satu penghasil kopi terbesar di dunia.
Tapi, seperti halnya tren mode atau musik, gaya ngopi pun berubah seiring waktu. Dulu, mungkin kita lebih akrab dengan kopi tubruk di warung atau kopi sachet serba instan.
Kini, tren kopi kekinian seperti racikan cold brew, latte, atau flat white merajai kafe-kafe di kota besar. Seolah-olah, kopi jadi lebih dari sekadar minuman dengan naik kelas menjadi gaya hidup.
Dulu, ngopi itu identik dengan bapak-bapak di warung kopi (warkop) pinggir jalan berdebu dan becek, ujung gang sempit, atau di tengah pasar kumuh. Mereka mengawali pagi atau menghabiskan sore sambil ngobrol tentang cuaca, harga sembako, politik, atau kadang sekadar nonton pertandingan bola dan mendengarkan siaran radio. Kopinya sederhana: hitam, pahit, dan disajikan dalam gelas kecil tanpa embel-embel.
Mau manis di lidah? Tambahin gula. Mau lebih strong? Tunggu sampai ampasnya mengendap di dasar gelas dan langsung teguk. Tidak ada istilah single origin, manual brew, apalagi V60. Semua kopi adalah kopi, yang penting bisa bikin melek dan otak jalan.
Tapi, sekarang, dunia ngopi sudah jauh berbeda. Dengan munculnya kafe di tiap sudut kota, dengan pelanggan Gen-Z, minum kopi bukan lagi cuma soal kebutuhan buat mengusir kantuk dan suntuk, tapi juga soal eksistensi. Coba deh datang ke kafe instagrammable mana pun, pasti di setiap sudutnya ada orang yang lagi nongkrong sambil foto gelas kopi yang ditata apik.
Menu yang dulunya cuma "kopi hitam" sekarang udah berubah. Terdapat daftar panjang nama-nama keren seperti americano, macchiato, sampai affogato—yang entah kenapa kadang bikin kita ragu, "Ini beneran kopi atau nama pemain bola Italia?"
Di satu sisi, kita bisa angkat topi buat generasi yang berhasil mempopulerkan kopi lokal dengan cara yang lebih fancy. Kita sekarang tahu kopi itu bukan cuma hitam dan pahit, tapi ada ribuan variasi rasa dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Gayo di Aceh sampai Toraja di Sulawesi, setiap cangkir punya cerita, dan setiap cerita membawa kita lebih dekat dengan Tanah Air.
Anak muda yang dulu mungkin hanya tahu kopi instan, sekarang jadi paham betapa pentingnya kualitas biji kopi, proses roasting, sampai teknik seduh. Ngopi tidak lagi asal seduh, melibatkan barista, tapi sudah jadi “ritual” yang dihormati.
Yang Terasa Hilang
Tapi di sisi lain, di tengah maraknya tren coffee shop modern, ada sesuatu yang terasa hilang. Kita jarang lagi melihat pemandangan bapak-bapak mengobrol ngalor-ngidul sambil duduk di bangku kayu warung kopi.
Ada yang bilang, kopi sekarang terlalu serius, terlalu ribet. Dulu, kopi bisa diminum sambil main domino dan catur, sekarang harus sambil menunggu kopi tetesan manual brew yang baru bisa diseruput 15 menit kemudian.
Kopi yang dulu jadi alasan buat kumpul dan santai, sekarang kadang malah bikin kita jadi sibuk sendiri. Sibuk nge-scroll Instagram, sibuk nyari sudut yang paling instagrammable, atau sibuk mikirin angle terbaik buat foto latte art.
Ngopi, yang dulunya menyimbolkan kesederhanaan, sekarang jadi salah satu tanda kemajuan zaman dan ajang gaul penuh style kawula muda. Ada yang bilang ini kemajuan positif—mendorong kreativitas, membuka peluang bisnis, dan mengenalkan kopi lokal ke pasar global. Tapi, ada juga yang rindu sama suasana warkop, tempat kita bisa duduk berlama-lama, mengobrol ngalor-ngidul, tanpa harus mikirin followers atau like di media sosial.
Mungkin kita butuh sedikit keseimbangan. Di satu sisi, kita bisa nikmati cold brew dengan biji kopi single origin di kafe kekinian. Tapi, di sisi lain, jangan lupakan nikmatnya duduk di warung kopi sederhana dengan segelas kopi tubruk yang tidak perlu banyak gaya.
Karena pada akhirnya, baik di warkop pinggir jalan maupun kafe hipster, kopi selalu punya cara untuk menyatukan kita. Yang membedakan cuma tempat dan gayanya.
Tetaplah ngopi, dan nikmati suasana hari—dengan cara apa pun yang bikin kamu nyaman!
Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis
3 Pengikut
Kini Katakan Sejujurnya, Miskin itu Ya Miskin!
18 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler