Menyelamatkan Lautan dari Polusi Plastik
Jumat, 27 September 2024 12:46 WIBPolusi plastik di lautan mencapai status sebagai masalah global. Situasi ini kemungkinan besar bisa semakin memburuk, jika tidak ada intervensi yang signifikan.\xd
oleh Slamet Samsoerizal
Dalam sebuah pencapaian yang belum pernah terjadi sebelumnya, para ahli di Universitas Kyushu telah mempresentasikan sebuah target numerik yang mudah dimengerti untuk mengatasi polusi plastik di lautan di seluruh dunia. Demikian catatan Andrei Ionescu pada laman earth.com.
Dengan peta arus laut yang mencatat aliran dan nasib sampah plastik, tim peneliti mengukur pencegahan yang diperlukan untuk melindungi ekosistem laut dari kerusakan di masa depan: setidaknya 32% pengurangan sampah plastik pada tahun 2035. Polusi plastik di lautan mencapai status sebagai masalah global. Situasi ini kemungkinan besar akan semakin memburuk jika tidak ada intervensi yang signifikan.
Profesor Atsuhiko Isobe dari Kyushu University's Research Institute for Applied Mechanics selama puluhan tahun, memantau dan melacak polusi plastik di lautan. Pada tahun 2022, tim tersebut melaporkan bahwa sekitar 25,3 juta metrik ton sampah plastik telah memasuki lautan, dan hampir dua pertiga dari jumlah tersebut tidak dapat dilacak.
"Penelitian saya berfokus pada pelacakan ke mana perginya sampah plastik setelah dilepaskan ke sumber-sumber air seperti sungai dan lautan. Kami menggunakan model komputer untuk melacak bagaimana plastik bergerak dan terurai dari waktu ke waktu," jelas penulis utama Chisa Higuchi, seorang mahasiswa pascadoktoral di laboratorium Isobe.
Sampah plastik tetap berada di lingkungan untuk waktu yang lama, secara bertahap terurai menjadi partikel yang lebih kecil. Meskipun plastik yang lebih besar dapat dikumpulkan dan dibuang dengan lebih mudah, pada akhirnya akan terurai menjadi partikel yang lebih kecil dari 5 mm, yang dikenal sebagai plastik mikro, yang jauh lebih sulit untuk diambil.
Mikroplastik ini sangat mengkhawatirkan, karena kemungkinan besar akan tertelan oleh kehidupan laut. Bahkan jika pembuangan sampah plastik dihentikan hari ini, jumlah mikroplastik di lautan akan terus meningkat. Menghentikan polusi plastik di laut Pada KTT G20 Osaka 2019, para pemimpin dunia memperkenalkan Visi Samudra Biru Osaka, dengan tujuan untuk menghentikan peningkatan polusi plastik di lautan pada tahun 2050.
Inisiatif ini berfokus pada peningkatan strategi pengelolaan sampah melalui kolaborasi internasional.
"Kami ingin mencari tahu skenario apa yang ideal agar Osaka Blue Ocean Vision dapat berhasil. Jadi, kami menggunakan pemodelan komputasi bersama dengan studi lapangan untuk memahami di mana dan bagaimana plastik mengalir ke lautan," jelas Higuchi.
Para peneliti mempelajari berapa lama waktu yang dibutuhkan berbagai jenis plastik untuk terurai dan mengumpulkan data dari rute emisi plastik, termasuk sungai dan sumber-sumber lain yang mengangkut sampah ke laut.
"Apa yang kami temukan adalah sesuatu yang mirip dengan peta prakiraan cuaca, tetapi alih-alih menunjukkan kapan dan di mana hujan akan turun, peta-peta ini menunjukkan skenario yang berbeda tentang kapan dan di mana plastik akan berakhir," kata Higuchi.
Proyeksi mereka menunjukkan bahwa mengurangi jumlah plastik yang masuk ke lautan hingga 32%, atau sekitar 8,1 juta ton, pada tahun 2035 dapat mengarah pada pengurangan plastik di lautan hingga 50% pada tahun 2050.
Dampaknya bahkan lebih signifikan di daerah yang sangat tercemar seperti Laut Kuning dan Laut Cina Timur, tempat sampah plastik dapat dikurangi hingga 63% menurut model yang mereka gunakan. Menghentikan sampah baru yang masuk ke lautan.
"Hal ini tidak hanya memberikan target konkret bagi Visi Laut Biru Osaka, tetapi juga memberikan target metrik bagi pemerintah dan bisnis," ujar Higuchi.
"Tentu saja, kita perlu melakukan lebih dari sekadar membersihkan polusi yang ada; kita harus mengurangi sampah plastik baru yang masuk ke lautan dan sungai-sungai kita."
Menurut Isobe, target ini dapat dicapai jika kita menggunakan strategi seperti meningkatkan pengelolaan sampah, mempromosikan alternatif yang dapat digunakan kembali selain plastik sekali pakai, dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Banyak orang yang merasa pesimis saat mendengar masalah sampah plastik yang sedang berlangsung dalam kehidupan kita. Tapi saya tetap optimis bahwa kita bisa menemukan jalan keluar dari masalah ini," kata Isobe.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin ini mencatat, emisi plastik dari perikanan, yang tidak termasuk dalam penelitian ini, juga menjadi perhatian utama dalam pencemaran laut. Para ahli menekankan bahwa skenario pengurangan 32% hanya didasarkan pada plastik yang tidak dikelola dengan baik di daratan, sehingga diperlukan skenario pengurangan yang berbeda untuk perikanan.
Di antara semua masalah yang ada, pengelolaan sampah plastik harus diprioritaskan. Mengurangi emisi sampah makroplastik dari sungai ke lautan adalah solusi terpenting yang dapat dilakukan manusia," para peneliti menyimpulkan.
"Kita harus ingat bahwa plastik di lautan memiliki kelembaman, sehingga mikroplastik akan terus meningkat meskipun kita tiba-tiba berhenti meningkatkan emisi plastik di daratan karena adanya penumpukan plastik di daratan." ujarnya. ***
Penulis Indonesiana
4 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler