Strategi Asimetris, Ukraina Ubah Arah Perang Melawan Kekuatan Rusia?

Senin, 30 September 2024 14:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content1
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagaimana Mungkin Ukraina yang mulai tak berdaya mampu mengguncang dominasi militer Rusia? strategi cerdas dan inovasi teknologi membuat Ukraina berhasil menghadapi kekuatan besar, serta implikasi geopolitik dari konflik ini.

Oleh Efatha F Borromeu Duarte

Musim gugur di Eropa Timur biasanya diiringi dengan dingin yang menyelimuti. Namun di tanah Ukraina, api konflik terus membara, menghangatkan medan geopolitik yang semakin kompleks.

Pada 27 September 2024, dunia mencatat hari ke-947 sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina dimulai. Konflik ini bukan hanya pertarungan antara dua negara, tetapi telah menjadi titik fokus ketegangan global, di mana konstelasi kekuatan besar dunia dipertaruhkan.

Dari perspektif strategis, konflik ini memberikan banyak pelajaran bagi negara-negara yang ingin mempertahankan kedaulatan mereka dalam menghadapi kekuatan militer yang lebih besar.

Eskalasi Pertempuran dan Ketahanan Strategis Ukraina

Laporan dari Staf Umum Angkatan Bersenjata Ukraina memberikan gambaran jelas tentang dinamika strategis yang terjadi di medan pertempuran. Dalam 24 jam terakhir, tercatat 187 bentrokan yang melibatkan berbagai jenis serangan militer:

  • 5 serangan rudal yang menargetkan posisi strategis dan infrastruktur militer Rusia.
  • 71 serangan udara yang menyasar wilayah-wilayah kunci di Ukraina.
  • 96 serangan rudal anti-pesawat yang meningkatkan risiko bagi kekuatan udara Ukraina.
  • Lebih dari 4.800 serangan artileri, mengguncang posisi Ukraina di sepanjang front timur.

Wilayah-wilayah seperti Sumy, Kharkiv, Donetsk, Zaporizhzhia, dan Kherson kini menjadi pusat dari pertempuran paling sengit. Secara strategis, pertempuran di area ini tidak hanya melibatkan manuver militer, tetapi juga pertarungan untuk mempertahankan sumber daya vital. Pasukan Ukraina terus mempertahankan posisi mereka dengan gigih, meskipun menghadapi serangan intens. Mereka memahami bahwa kelangsungan negara bergantung pada kemampuan mereka untuk menjaga wilayah-wilayah ini dari kekuatan militer yang lebih superior.

Palianytsia, Taktik Asimetris sebagai Pengubah Permainan

Konflik ini juga menunjukkan bahwa dalam dunia militer modern, inovasi teknologi bisa menjadi pengubah permainan (game-changer). Dalam konteks keterbatasan anggaran dan sumber daya, Ukraina memilih jalur strategi asimetris melalui pengembangan teknologi drone, seperti drone misil "Palianytsia".

Spesifikasi Strategis Drone "Palianytsia":

  • Jangkauan: Hingga 750 kilometer, cukup untuk menyerang target jauh di dalam wilayah Rusia.
  • Muatan: Misil seberat 42 kilogram, yang membawa hulu ledak 20 kilogram—cukup untuk menghancurkan fasilitas logistik vital Rusia.
  • Sistem Navigasi: Mikro-navigasi presisi tinggi yang dapat menghindari gangguan elektronik, memungkinkan serangan efektif di medan yang padat gangguan.
  • Produksi Massal: Dengan 1.000 unit diproduksi per bulan, dan biaya 500.000 dolar AS per unit, drone ini dirancang untuk operasional cepat, hemat biaya, dan tepat guna.

Serangan yang dilakukan oleh "Palianytsia" dalam 18 hingga 21 September 2024 menunjukkan kemampuan taktis Ukraina untuk menghancurkan tiga depot amunisi utama Rusia. Keberhasilan ini memperlihatkan efektivitas taktik asimetris dalam mengganggu rantai logistik lawan:

  1. Arsenal ke-107 di Toropets, Oblast Tver: Ledakan hebat di sini menciptakan gempa berkekuatan 2,8 skala Richter, yang tak hanya merusak fisik depot, tapi juga moral pasukan Rusia.
  2. Arsenal ke-23 di Oblast Tver: Kehancuran depot yang menyimpan lebih dari 10.000 ton amunisi ini mengakibatkan rusaknya jalur suplai strategis Rusia.
  3. Basis Artileri ke-719 di Krasnodar: Menghilangkan basis ini mengurangi kemampuan artileri Rusia secara signifikan.

Dari perspektif strategis, serangan-serangan ini mengubah dinamika konflik. Sistem radar "Podlet K1" Rusia, yang dirancang untuk mendeteksi hingga 200 target udara, ternyata tidak mampu melacak drone kecil dan cepat ini. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan teknologi pertahanan udara canggih Rusia tidak dapat diandalkan sepenuhnya dalam menghadapi ancaman drone murah namun presisi.

Kegagalan Rudal RS-28 Sarmat

Keunggulan nuklir Rusia, yang pernah menjadi penjamin kekuatan strategis globalnya, mengalami pukulan telak pada 21 September 2024 ketika uji coba RS-28 Sarmat—rudal balistik antarbenua andalan Rusia, mengalami kegagalan spektakuler di Kosmodrom Plesetsk. Rudal ini hancur selama fase peluncuran, menciptakan kawah 60 meter yang terlihat dari luar angkasa. Program Sarmat, atau "Satan 2", dirancang untuk membawa 16 hulu ledak dengan jangkauan 18.000 kilometer.

Dampak Strategis dari Kegagalan:

  • Keruntuhan Kredibilitas Militer: Kegagalan ini mempermalukan Moskow, yang selama ini mengandalkan program nuklir untuk menyeimbangkan kekuatan melawan NATO dan Amerika Serikat.
  • Penundaan Operasionalisasi: Empat uji coba berturut-turut yang berakhir dengan kegagalan menghambat kemampuan Rusia untuk mengintegrasikan Sarmat ke dalam arsenal strategisnya.
  • Tekanan Sumber Daya: Konflik Ukraina menguras anggaran militer Rusia, yang kini harus dialokasikan untuk pertempuran darat dan pemeliharaan peralatan konvensional.

Ancaman Nuklir dalam Konteks Geopolitik

Pada 25 September 2024, Presiden Vladimir Putin mengumumkan revisi terhadap prinsip penggunaan senjata nuklir Rusia, menegaskan hak mereka untuk menggunakan senjata tersebut jika diserang oleh negara non-nuklir yang dibantu oleh kekuatan nuklir. Dalam konteks strategis, ini adalah manuver politik yang bertujuan untuk menakut-nakuti Barat dan menghalangi dukungan internasional terhadap Ukraina.

Namun, retorika ini juga memperlihatkan bahwa Rusia semakin terpojok secara strategis. Ancaman nuklir, yang semula dianggap sebagai upaya deterensi, kini tampak lebih sebagai upaya untuk menyeimbangkan kembali posisi Rusia di medan geopolitik yang semakin meruncing.

Dukungan Amerika Serikat

Presiden Joe Biden pada 26 September 2024 mengumumkan alokasi sisa dana 5,5 miliar dolar AS untuk mengirimkan senjata dari stok militer Amerika langsung ke Ukraina. Tambahan 5 miliar dolar AS melalui Ukraine Security Assistance Initiative (USAI) akan memperpanjang dukungan hingga 2025, mencerminkan komitmen Amerika untuk mempertahankan stabilitas Eropa.

Dari perspektif strategis, Amerika Serikat tidak hanya memberikan dukungan militer jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi bagi kekuatan militer Ukraina pasca-perang. Ini adalah langkah yang mencerminkan kesiapan AS dalam menjaga keseimbangan kekuatan regional, serta memastikan bahwa Ukraina tetap menjadi pemain utama dalam pertahanan kolektif Barat.

Disinformasi, Etika Perang, dan Tantangan Informasi di Medan Strategis

Selain pertempuran fisik, perang informasi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari konflik ini. Rusia melancarkan kampanye disinformasi dengan tuduhan bahwa Ukraina mengembangkan senjata biokimia dan menjual senjata bantuan Barat. Penggunaan granat kimia K-51 dan RG-VO oleh Rusia juga memperlihatkan pelanggaran etika perang, melanggar Protokol Jenewa dan hukum kemanusiaan internasional.

Implikasi dan Pelajaran Strategis bagi Indonesia

Dalam konteks strategis, konflik Rusia-Ukraina menekankan pentingnya inovasi, ketahanan nasional, dan diplomasi internasional. Bagi Indonesia, ada pelajaran penting yang dapat diambil dari konflik ini:

  1. Inovasi Teknologi Militer: Ukraina berhasil menunjukkan bahwa kekuatan teknologi asimetris dapat meruntuhkan kekuatan militer konvensional yang lebih besar.
  2. Ketahanan Nasional: Konflik ini memperlihatkan pentingnya ketahanan rakyat dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya secara efisien dalam situasi krisis.
  3. Peran Strategis Diplomasi: Dukungan internasional yang didapat Ukraina memperlihatkan pentingnya diplomasi yang kuat dalam menghadapi ancaman eksternal.

Pada Akhirnya

Konflik ini adalah peringatan bagi dunia bahwa meskipun kekuatan militer konvensional penting, teknologi, taktik, dan strategi inovatif dapat merusak kekuatan superior. Dunia harus terus mencermati perkembangan ini, berharap solusi diplomatik dapat ditemukan sebelum eskalasi mencapai titik yang tidak bisa kembali. Sebagai negara dengan prinsip perdamaian, Indonesia harus terus meningkatkan kemampuan strategis dan memainkan peran yang aktif di arena internasional.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Efatha F. Borromeu Duarte

Penjelajah

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler