Ketika Pensiunan Berpenyakit Aneh, Dokter Menyerah sampai Menolak Dibayar
Senin, 30 September 2024 19:05 WIBInilah gambaran dari banyak orang yang memasuki masa pensiun dan menghadapi tantangan kesehatan yang tak terduga.
Oleh Asep K Nur Zaman
Pagi ini, seperti biasa, suasana di cluster perumahan tampak tenang. Rumah-rumah banyak yang lengang karena ditinggalkan penghuninya untuk beraktivitas di perkantoran atau lembaga pendidikan.
Saat itu, saya menghantarkan bahan olahan masakan pesanan istri Pak Karimun, seorang pensiunan yang dikenal ramah. Ketika sampai di depan rumahnya, saya melihat Pak Karimun duduk di teras, sibuk melepas sepatu.
“Pulang jogging, Pak?” tanya saya spontan.
Pak Karimun tertawa kecil. “Ah, cuma jalan-jalan kecil saja tiga putaran di sekitar klaster kita,” ia menjawab sambil berdiri dan berjalan perlahan menghampiri saya di balik gerbang besi rumahnya.
Wajahnya yang berkeriput sedikit terlihat lelah, tapi semangatnya untuk tetap bergerak tak pernah pudar. Sejak pensiun, aktivitas paginya berubah, tak lagi sibuk bekerja, namun lebih banyak dihabiskan dengan rutinitas sederhana seperti berjalan-jalan di sekitar komplek perumahan. Namun, hari ini ada nada kekhawatiran dalam suaranya.
Pak Karimun mulai bercerita tentang kesehatannya yang terus menurun sejak pensiun beberapa tahun lalu. Dulu, ia adalah seorang pria yang aktif, energik, selalu sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawab. Namun, sejak menderita sakit lambung dan mengalami stroke ringan, tubuhnya seolah terus merosot.
“Kali ini, badan saya bawaannya menggigil terus, sampai tulang-tulang ngilu,” ujarnya pelan sambil merapatkan jaket yang ia kenakan. “Saya sudah tiga kali pindah dokter, tapi tidak ada yang bisa mendiagnosis penyakit saya ini.”
Saya hanya bisa mendengarkan dengan penuh perhatian, meski di dalam hati merasa prihatin.
“Yang lebih lucu lagi, ada dokter yang saking bingungnya, sampai nggak mau dibayar!” dia melanjutkan sembari tertawa kecil, mencoba melihat sisi humor dari cobaan yang ia hadapi. “Bayangkan, sampai dokter saja menyerah sama badan saya.”
Di usia 60-an tahun, Pak Karimun seakan menghadapi kenyataan bahwa kesehatan bukan lagi sesuatu yang bisa diandalkan seperti dulu. Dulu mungkin ia merasa bahwa sedikit rasa sakit bisa disingkirkan dengan istirahat atau obat biasa. Namun, kini rasa nyeri dan ketidaknyamanan seolah menjadi teman yang setia menemaninya setiap hari.
Meski demikian, semangat Pak Karimun tak pudar. Ia masih mencoba bergerak, meski tubuhnya sering mengkhianati keinginannya untuk tetap aktif. Dengan langkah-langkah kecil di sekitar cluster, ia berusaha melawan kelemahan yang menggerogoti tubuhnya.
“Bukan berarti saya menyerah,” katanya sambil menepuk dadanya perlahan. “Tapi ya, begitulah hidup. Ada masanya badan kita mulai menuntut lebih banyak perhatian.”
Dia sempat mengungkapkan pula bahwa ada yang menyarankannya untuk berobat alternatif. "Tapi engga-lah, saya sudah capek... Entar, jatuhnya lari ke dukun pula," katanya sambil terkekeh.
Saya meninggalkan rumah Pak Karimun pagi itu dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi, saya merasa sedih melihat pria yang dulu begitu enerjik kini harus berjuang dengan kondisi kesehatannya. Namun di sisi lain, saya juga terinspirasi oleh tekadnya untuk tetap bergerak, meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu.
Pak Karimun adalah gambaran dari banyak orang yang memasuki masa pensiun dan menghadapi tantangan kesehatan yang tak terduga. Dengan segala keterbatasannya, ia menunjukkan bahwa meski tubuh mungkin menua, semangat untuk tetap berjuang tak pernah benar-benar padam.
"Yah, apa pun itu, kita jalanin aja dulu. Siapa tahu besok pagi bangun, udah sehat lagi,” ucapnya optimis sebelum saya pamit.
Dan, mungkin, dalam setiap langkah kecil yang ia ambil di sekitar klaster, tersimpan harapan besar untuk hari esok yang lebih baik.
Penulis Indonesiana
2 Pengikut
Jurus Menjadikan PHK sebagai Peluang Hidup Kedua
21 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler