Merah Delima di Pipimu
Senin, 7 Oktober 2024 13:10 WIBSyair, ketika cinta jadi air. Syair, ketika air jadi pancuran. Syair ketika kamu keluyuran enggak jelas. Kamu maunya apa-an sihh. Mau, aku kutuk jadi pepaya. Mau, aku kutuk jadi salak. Mau, aku kutuk jadi ulat yaa. \xa0Kamu, kemana sihh, nye.be.lin.
Cantik: "Iya, beneran aku enggak banget lagi, cinta denganmu. Tau kenapa? Karena terserah gue dong. Ngerti? Tanya lagi. Ini es krim nyantol di keningmu. Mau?" Ceriwis seperti burung nuri, entah kenapa hari itu, dia galak sekali.
Ganteng: "Mau!"
Cantik: "Ini orang ngeselin...hihh" di hatinya.
Perdebatan tak terhindarkan. Makin seru. Setelah semangkuk es krim nempel di kening. Sejak hari itu. Keduanya tak saling menyapa cukup lama. Tak ada cinta terpaut di taman cinta. Tak ada lagi cerita tentang monyet lompat ke troli di kebun binatang.
Tak ada lagi kata cinta, pelangi di kupingmu ataupun tanda kasih sayang cap jempol dalam kertas surat senada biru atau pink ataupun kelabu sekalipun hitam. Selesai hidup ini. Kira-kira gitu deh.
Nah loh. Kiamatkah? Enggak. Dengan marah menghampiri. Ganteng di jitak cantik. Tuk!
Cantik: "Katanya putus! Jadi putus karena ini. Karena begini. Hihhh." Mencubit sekuat hati kesalnya.
Ganteng: "Auww! Sakit-sakit." Sembari bersandar di batang pohon. "Ini sepupuku. Tanya dulu dong. Baru nyubit. Ngeselin..." Seraya menoleh ke sepupunya. "Kamu pulang duluan. Aku selesaikan dulu urusan ini ya." Lembut mengusap bahu sang sepupu.Kembali terjadi adu argumen, seru, bak pertandingan tinju kelas berat.
Ganteng: "Cemburu? Widihh... Tuh! Malu diliat ulat."
Cantik: "Aku, enggak cemburu! Enggak rela aja." Ceriwis lembut, terasa masih ada cinta.
Ganteng: "Kan selesai. Putus..." Lebih lembut penuh kasih sayang.
Cantik: "Enggak pake gandengan siang bolong kale..." Cinta, masih terasa, tapi kesel deh tuh.
Ganteng: "Dia perempuan. Aku, selalu, menghargai perempuan. Seperti aku padamu loh. Enggak kurang. Enggak lebih. Sekalipun es krim nempel di keningku. Ngerti?" Sembari mendekatkan wajahnya, menatap cintanya. Matanya penuh kasih sayang. Lantas berbalik, nyelonong tanpa menoleh. Tuk! Perlahan, kerikil menyentuh punggung.
Ganteng: "Apa lagi sih. Kan putus..." Suara itu mengalah, baik banget.
Cantik: "Siapa bilang begitu?" Ini dia, cinta itu.
Ganteng: "Kamu lah hai." Mengalah. Duduk di tanah, bersandar di pokok pohon, pasrah. Lagi, penjelasan panjang lebar. Lagi, saling adu pintar. Hingga keduanya kelelahan. Tertidur bersandar di pokok pohon super rindang, banget.
Pencarian menunggu dua kali dua puluh empat jam, baru boleh dinyatakan orang hilang. Lewat sudah. Waktu pencarian orang hilang menjadi serangkaian penting berita kota. Umumnya, terfokus pada ranah penculikan, penyanderaan, tabrak lari, perampokan kejam, hingga kemungkinan, lain apapun.
Semua kantor lembaga resmi perkawinan dicek-mengecek, menelusuri maksudnya, semua rumah sakit apapun. Tak jua ditemukan fakta-fakta kunci keberadaan dua orang itu.
Ciri-ciri tubuh telah diumumkan ke-publik. Semua ruang-publik telah diamati, diperiksa, di cari kian kemari, secara saksama. Tak ditemukan tanda-tanda apapun.
Tim pencari fakta, tim penyelamat anti teror, tim penyelamat laut, semua bandara, pegunungan, desa-desa. Belum menemukan titik terang. Telah, satu minggu kurang lebih, pencarian dua orang itu. Segala dayaupaya, telah dikerahkan.
Namun apa daya biduk tak sampai ke pantai. Terang bulan terang di kali, tak jua para petugas, para kerabat, berita kepada kawan, menemukan titik terang. Tetap nihil.
Pada siang itu. Keduanya, membawa cinta mereka. Semarak musim bunga di taman hati. Kicau burung riang banget. Saling meyayangi janji puisi tertulis lagi, janji cerpen tayang melayang-layang ke langit, kisah novel ditulis lagi, berulang-ulang.
Pelukan kasih sayang, itu, membawa mereka kembali ke rumah masing-masing, bersama seabrek oleholeh beragam rupa warnanya.
Di keluarga ganteng dan cantik. Tentu, kegembiraan seindah kasih sayang orang tua masing-masing untuk belahan jiwa, ananda tercinta telah pulang. Tak ada pertanyaan apapun selain kisah, kasih sayang, lagi, janji menuju cita-cita masa depan. Segala kegembiraan masing-masing keluarga, bersama membuka oleholeh seabrek truk konteiner.
Semua bungkusan, berbagai warna kertas indah gemerlap. Tak lain, isinya, kartu ucapan ber-desain, mengagumkan, tertulis begini "Terima kasih telah berkunjung ke negeri dongeng Merah Delima. Sayangi ayahmu. Sayangi ibumu. Hormati gurumu. Sayangi temanmu. Itulah tandanya kau murid budiman." Sriing! Tamat deh.
***
Jakarta Indonesiana, Oktober 07, 2024.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Seni Apaan Seni Dong Semau Gue
7 jam laluApa Kabarmu.
5 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler