Perempuan Indonesia dan Kekuasaan

Selasa, 8 Oktober 2024 08:47 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perempuan memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara. Dengan dukungan yang tepat, perempuan Indonesia dapat terus maju, memimpin, dan menginspirasi generasi berikutnya. Di negeri kita ini, perjuangan kesetaraan belum selesai.

Perempuan Indonesia telah lama terlibat dalam urusan kekuasaan, meskipun peran mereka sering kali terpinggirkan. Sejak zaman kerajaan, sudah ada perempuan yang memainkan peran penting dalam kepemimpinan. Di Kerajaan Kalingga, Ratu Shima dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas. Di Majapahit, Tribhuwana Tunggadewi memimpin dengan bijak, dan membawa kejayaan bagi kerajaannya.

Namun, di balik peran-peran besar itu, perempuan tetap dipandang sebagai bagian dari struktur yang lebih subordinat. Kekuasaan masih didominasi oleh laki-laki, dan perempuan jarang diakui sebagai pemegang kendali utama.

Pandangan tentang perempuan yang lemah dan tak cocok memegang kekuasaan berasal dari adat istiadat yang mengakar kuat di masyarakat tradisional Indonesia. Perempuan dianggap lebih cocok mengurus rumah tangga dan keluarga, sementara laki-laki berperan di ranah publik. Batasan-batasan ini membentengi peran perempuan dalam hal pengambilan keputusan di luar rumah. Mereka lebih dianggap sebagai pendukung, bukan penggerak. Namun, meski keterbatasan ini ada, sejarah mencatat perempuan yang berhasil melampaui batas tersebut.

Dalam pandangan agama-agama besar di Indonesia, posisi perempuan memiliki peran penting, tetapi seringkali dibatasi. Islam, misalnya, memberikan hak yang setara kepada perempuan dalam aspek-aspek penting seperti pendidikan dan kekayaan. Namun, dalam beberapa interpretasi agama, peran perempuan dalam politik dan kekuasaan sering kali dibatasi. Agama Hindu dan Buddha juga menempatkan perempuan dalam posisi yang dihormati, tetapi peran mereka tetap hanya dalam lingkup domestik. Dalam agama Kristen, perempuan dianggap sebagai penolong bagi laki-laki, tetapi tetap setara di hadapan Tuhan.

Kekuasaan itu sendiri bisa diartikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi orang lain dan keadaan. Dalam pandangan Aristoteles, kekuasaan harus digunakan untuk mencapai kebaikan bersama. Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah perempuan mampu memegang kekuasaan tanpa kehilangan kelembutan yang dianggap sebagai kodratnya? Di sini muncul berbagai pandangan. Beberapa orang beranggapan bahwa perempuan tidak cocok menjadi pemimpin karena dianggap kurang tegas, sementara yang lain meyakini bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang efektif.

Sejarah telah menunjukkan bahwa perempuan mampu memimpin dengan baik. Ratu Elizabeth I di Inggris, Angela Merkel di Jerman, dan Megawati Soekarnoputri di Indonesia adalah contoh nyata bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang kuat dan berhasil. Mereka membuktikan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal kekuatan fisik atau gender, tetapi tentang kemampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana dan memengaruhi perubahan. Dalam konteks Indonesia, Megawati menjadi presiden perempuan pertama dan membuka jalan bagi perempuan lain untuk berperan lebih besar dalam politik.

Gerakan emansipasi perempuan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19 dengan RA Kartini sebagai tokoh utamanya. Kartini adalah pionir yang memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi perempuan. Dia percaya bahwa kemajuan bangsa hanya bisa dicapai jika perempuan diberikan akses yang setara terhadap pendidikan. Pemikirannya terus bergema hingga sekarang, dengan banyak perempuan yang terlibat dalam berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Emansipasi ini menjadi fondasi bagi kemajuan perempuan Indonesia.

Dalam kajian teori feminis, seperti Feminist Legal Theory, hukum dan kebijakan publik selama ini didominasi oleh perspektif maskulin. Ini berarti, potensi perempuan sering kali diabaikan, terutama dalam konteks kepemimpinan. Simone de Beauvoir dalam The Second Sex menjelaskan bagaimana perempuan ditempatkan dalam posisi subordinat oleh konstruksi sosial. Para feminis berpendapat bahwa peran perempuan dalam kepemimpinan harus dilihat sebagai setara dengan laki-laki, dan mereka harus diberi kesempatan yang adil untuk berperan aktif.

Gerakan emansipasi telah membawa dampak besar dalam perubahan pandangan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan. Jumlah perempuan yang terlibat dalam politik dan pemerintahan semakin meningkat. Meski begitu, kesetaraan yang diinginkan masih belum sepenuhnya tercapai. Kebijakan afirmatif seperti kuota 30% perempuan di DPR menunjukkan adanya upaya dari pemerintah untuk memberikan lebih banyak ruang bagi perempuan dalam ranah politik. Namun, perjuangan ini masih jauh dari selesai.

Di era modern, perempuan telah menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi pemimpin yang kompeten di berbagai bidang. Di dunia bisnis, banyak perempuan Indonesia yang sukses memimpin perusahaan besar. Hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik atau gender, tetapi pada kemampuan individu untuk berinovasi dan membawa perubahan positif. Ini memperkuat pandangan bahwa perempuan layak mendapatkan peran yang lebih besar dalam kepemimpinan, baik di sektor publik maupun swasta.

Namun, meski banyak kemajuan telah dicapai, tantangan bagi perempuan Indonesia untuk mencapai kesetaraan kekuasaan masih sangat besar. Budaya patriarki yang masih kuat dan pandangan konservatif tentang peran perempuan menjadi hambatan utama. Perempuan sering kali harus menghadapi stereotip yang mengaitkan kelembutan dengan kelemahan, dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang ingin maju dalam bidang politik dan kepemimpinan. Perjuangan untuk mencapai kesetaraan ini masih panjang.

Meskipun demikian, perjalanan perempuan Indonesia dalam kekuasaan sejak zaman kerajaan hingga era modern menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Dari Ratu Shima hingga Megawati, perempuan Indonesia telah membuktikan diri mampu memimpin dengan baik. Gerakan emansipasi telah membuka jalan bagi perempuan untuk lebih terlibat dalam kehidupan politik dan sosial. Sekarang, tugas kita adalah memastikan bahwa ruang bagi perempuan dalam kekuasaan terus diperluas, sehingga kesetaraan gender benar-benar tercapai.

Penting bagi masyarakat untuk terus mendukung kesetaraan gender dan memberikan penghargaan yang layak bagi perempuan yang berusaha memimpin. Perempuan memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif bagi bangsa dan negara. Dengan dukungan yang tepat, perempuan Indonesia dapat terus maju, memimpin, dan menginspirasi generasi berikutnya. Di negeri kita ini, perjuangan kesetaraan belum selesai.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mugi Muryadi

Penggiat literasi dan penikmat kopi pahit

54 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler