Obral Obrol

Selasa, 8 Oktober 2024 11:48 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika spanduk ketinggalan gagal demo deh.

DONGENG DI AWAN-AWAN.
Sentir layar terkembang cahaya pembuka.
Musik: Metal symphony adegan berkisah.

Obral obrol hampir serupa jual obat manjur cespleng. Terlihat laiknya tonil kasmaran siang bolong. Rayuan gombal kebutuhan objek meraih subjek atau sebaliknya kalau subjek tak jungkir balik sebab objek. Waduh! Tontonan tak lagi perlu pilih-pilih sebab objek mudah bertukar rupa dengan subjek. "Oh!"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Hehehe gawat."
"Apa rasanya masuk angin."

"Perut kembung tak nyaman." 
"Berbeda antara parodi dramatik dengan satir dramatik."

"Langsung terlihat komedi reguler atau komedi asal bunyi." 
"Seperti biasanya. Jangan dibikin ribet."

"Haloo! Enteng saja." 
"Bisa iya. Bisa juga tidak." 

Perbedaan ubi rebus dengan ubi goreng sekalipun terlihat beda tampilan. Kalau ternyata tak begitu apa artinya. Salah atau benar ada di mana. Apakah tergantung bentuk bergaya. Kalau ternyata ubi rebus di goreng dulu sebelum di rebus. Gimana? Mungkin realitas bakal mendesak jawaban. Apa mungkin begitu.

"Tergantung merek dagang kacamatanya." 
"Satir komedi atau satir kopi siang bolong."

"Nah itu. Tolok ukurnya." 
"He he. Selalu sudut pandang lagi." 

"Anda punya. Ramuan sudut pandang sahih?" 
Menggelengkan kepalanya. "Hamba hanya pemirsa." 

"Sama kita rupanya."
"Salaman." Keduanya jabat tangan.

Apakah kompanyon menunjukan kesetiaan. Jawaban entah di mana, ketika kecoa terinjak pemilik kaki baru saja lewat. Siapa tidak melihat di antara keduanya. Gravitasi memberi keseimbangan hidup makhluk di bumi. Mau terbang, jalan kaki, merayap, berlari atau berenang pilihan bebas ada pada you and me.

"Kalau dilarang memakai lipstik kita bisa apa."
"Yes or no ke habitat tanya. Melaut sila terbang silakan."

"Simpang siur halusinasi."
"Kenapa jadi pesimis cuy."

"Haha. Bukan pesimis." 
"Tapi gigit jari!"

"Parodi lagi hahaha." Ngakak bareng.
Serentak duet. "Nasib. Oh nasib!"  Keduanya berlanggam.

Sana sini oke. Sini sana oke
Halah-halah huu halah halah
Cintamu bukan cintaku
Cintaku bukan cintamu

Hore!

Dramatik asosiatif asyik nonton aksi rekreasi nyelip di lipatan duk duk gong. Apa masih punya kekhawatiran, memasang sabuk pengaman demi keselamatan di bumi. Sebelum senjakala tiba, hujan tak ada di antara kemarau. Kalau kemarau tak ramah pada hujan. Matahari tak punya pilihan mendekat atau menjauh.

"Matahari pilih-pilih rupanya."
"Sedikit main mata kawan." Keduanya terpingkal-pingkal

"Kok bisa begitu ya." 
"Ya bisa saja." 

"Mungkin oleh sebab berbagai kemungkinan." 
"Bisa Yes! May be no! Yes lagi. No lagi. Loh!" 

"No action talk only."
"Sedia payung sebelum panas." 

"Nato lagi dong huahaha." Asli ngakak bareng jungkir balik keduanya.

Membuat musim rembulan redup terang. Akibat cuaca bimasakti sedang gagap untuk memberi isyarat jawaban pilihan acak di antara kealpaan absensi salah-benar berkelit selalu, lantas bertepuk tangan  suit-suit. Sekalipun wajib mengetuk pintu kenisbian terlebih dahulu. Berakibat terbolak balik di balik-balik. 

"Kocak terkocok-kocok."
"Cap cip cup terbang kuncup."

"Opera butterfly versi dugem."
"Hahaha lantas batuk rejan terbirit-birit."

"Wah! Wak wak gung dong." 
"Lebih seru dari film kartun enggak lucu."

"Ehem. Selalu begitu."
"Sekalipun seolah-olah... Ya toh."

Sekalipun sejarah lawas telah mencontohkan. Ini boleh itu tidak. Sila ditinjau dari berbagai suluk peninjauan. Apakah masih ampuh satirisme macam itu atau hal-hal mustahal itu dicarikan formulasi anti penggandaan perilaku multi konten. Setidaknya akan tersebutlah kata di balik celah tergelap laiknya black hole tampak samping.

"Boleh dibilang, ups! Karena tidak seperti-sepertinya." 
"Bingung kali tampaknya hahaha..."

"Kartunnya belum tayang wajar cuy."
"Saat tayang, kejutan ulang tahun pacar." 

"Widih! Surplus and surprised dang ding dong."
"Langsung headlines." 

"Sekalipun bingung." 
"Hahaha."

Peristiwa versus kasus sas sis sus cerdas berkelit hingga di ujung surprised tersurplus tak peduli produk humanis. Layar terkembang komedi bimsalabim jumpalitan terkekeh-kekeh. Terbiasa sebab adegan topic by title; alegoris penunggang intrik titipan analisis sulit di bedakan bidaknya. Nah loh.

"Abong-abong dong." 
"Jring! Hingga nalarpun bingung." 

"Sama saja." 
"Tergantung nilai intrinsik kisah berjalan. Tematis atau alegoris."

"Walahkadalah." 
"Bukan main loh meski terlihat seperti main bola."

"Hahaha." Ngakak serentak
"Alamak. So far not so good. Coz rock n'roll yeach!"

Di mana lagi bedanya yellow news dengan rutinitas, news with main effects. Seolah-olah kisah primadona awet muda. Sudahkah melihat dengan kacamata pantai atau kacamata pegunungan. Kemana arah komunikasi berjalan ikut jalur kereta atau pesanan dalam bentuk gado-gado cepat saji.

"Waduh." 
"Loh kenapa? Santai saja kuy." 

"Sana sini boleh dong. Risiko anotasi. Ya toh." 
"May be yes. May be no." 

"Iyau! Loncat-loncat sesuka hati." 
"Ini aku kamu siapa?" Berpose ngetren.

"Aku aktor sejagat berani denganku?" 
"Enggaklah. Ente do re me fa sol. Gimana siih?"

"Hahaha yah yah hura!"
"Hamba bisa apa hanya parodi?"

"Duhhh. Segitunya deh."
"Lah iyalah hai."

Tapi tetap saja putar-putar cuek bebek cuek abis. Bisa juga dibilang; bodok amat. Aji mumpung aji sakti aji lipat menggurita berlipat ganda. Meski demikian tetap berbeda dengan ganda campuran. Bisa juga kalau mau disebut demikian. Bergantung sudut pandang acuan tor-nya, ibarat kata begitu.

"Mirip kita menonton kita hihihi."
"Jangan cekikikan."

"Kurang berisik ya hihihi."
"Hahaha kurang gizi."

Mengebiri domba beda dengan ngebiri kucing meski tolok ukur keilmuannya sama; kebiri. Nah itu dia bedanya pedekate kata kucing dengan domba. Mungkin salah satu penyebab epidemi flu sembelit bersin-bersin ogah sembuh laiknya musim berganti layar adegan berlapis-lapis gonta-ganti, ceritanya sama hihihi old fashion.

"Something when it goes wrong."
"Merongrong kantong wkwkwk."

Hihihi kelakuan siasat ehem seru-seru enggak sih. Kalau nyebelin pun kebal antibiotik akibat keselek nyamuk. Mungkin akibat puyer sakit kepala enggak manjur kebal berkelit terkait-kait. Terus gimana dong. Mau gitu aja asal goblek. Diprotes cuek enggak diprotes ngeselin. Keduanya serentak turun dari angkot. 

"Oh!" 
"Kenapa?"

"Spanduk ketinggalan di angkot kuy."
"Wahh! Enggak jadi demo dong."

"Bahan eskrim ikut kebawa angkot?"
"Iya."

***

Jakarta Indonesiana, Oktober 08, 2024.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua