All The Bright Places: Penyelamat Belum Tentu Selamat

Jumat, 11 Oktober 2024 22:17 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

All The Bright Places, sebuah film drama remaja romantis yang rilis di Netflix pada tahun 2020 menjadi salah satu film bertema kesehatan mental yang mengajak penontonnya untuk mengeksplorasi kota Indiana, sekaligus mengenal kedua karakter utamanya, yaitu Violet dan Finch. Lalu, seperti apa kisah keduanya?

***

“We do not remember days, we remember moments.” – Violet Markey, All The Bright Places

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sepenggal ucapan dari tokoh utama perempuan dalam film ini menyihir saya dan membuat saya terenyuh. Memang benar apa yang dikatakan oleh Violet Markey, sang pemeran utama dalam film All The Bright Places. Dalam menjalani harinya, manusia bukan mengingat hari, tetapi mengingat momen atau peristiwa yang terjadi didalam hidupnya.

All The Bright Places, film drama remaja romantis yang rilis di Netflix ini merupakan film yang diangkat dari novel karya penulis Jennifer Niven dengan judul yang sama. Film ini ditayangkan pada tanggal 28 Februari 2020, disutradarai oleh Brett Haley, serta dibintangi oleh Elle Fanning, Justice Smith, Alexandra Shipp, Kelli O’Hara, Luke Wilson, dan lain-lain.

Film yang membawa isu kesehatan mental ini berkisah mengenai seorang perempuan bernama Violet Markey (Elle Fanning). Ia adalah seorang introvert yang dahulunya ceria dan energik. Namun, keceriaan itu sirna saat kakak kandungnya, Eleanor Markey dan juga dirinya mengalami kecelakaan mobil di sebuah jembatan di Indiana, Amerika Serikat. Violet kehilangan semangat hidup dan sangat trauma terhadap mobil. Saat hari ulang tahun mendiang kakaknya, ia berniat bunuh diri dengan melompat dari jembatan tempat ia dan kakaknya mengalami kecelakaan. Theodore Finch (Justice Smith) yang kala itu sedang berlari sambil mendengarkan musik berhenti sejenak saat melihat Violet yang berdiri di tepi jembatan. Tahu bahwa Violet berniat untuk bunuh diri, Finch langsung menghampiri dan mencegah Violet untuk mengakhiri hidupnya. Apa yang dilakukan Finch berhasil dan hal itulah yang menjadi bab awal dari kisah mereka. Finch terus berusaha untuk membebaskan Violet dari belenggu kesedihan yang dialaminya dengan mengajaknya pergi ke tempat-tempat indah yang tersembunyi di Indiana. Terlalu fokus untuk menyelamatkan Violet, Finch tidak sadar bahwa ia secara perlahan kehilangan dirinya.

“You’re all the colors in one, at full brightness.” – Theodore Finch, All The Bright Places

Film ini menyuguhkan sinematografi yang sangat indah. Saat menontonnya, saya tidak berhenti untuk berdecak kagum dan jatuh cinta dengan kota Indiana, kota yang suhunya jauh lebih dingin dari California, tetapi entah mengapa terasa hangat dan menyimpan banyak kejutan dari tempat-tempat yang kota ini sembunyikan. Saya merasa seperti benar-benar ada dalam setiap tempat yang dikunjungi Violet dan Finch. Tone warna yang digunakan dalam film ini pun sangat nyaman untuk dipandang mata. 

Keindahan sinematografi ini juga didukung oleh akting dari para pemain. Elle Fanning berhasil memerankan tokoh Violet dengan sangat baik. Violet adalah tokoh yang sangat sensitif dan tertutup pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu, ia bertransformasi menjadi tokoh yang ceria dan ramah. Transformasi ini dapat tersalurkan dengan baik berkat mimik muka, sorot mata, dan intonasi dari setiap dialog yang diucapkan oleh Elle Fanning. Semuanya terasa natural! Justice Smith juga berhasil menarik empati penonton. Ia memerankan karakter yang kelihatannya baik-baik saja, tetapi sebenarnya tidak. Lewat ekspresi muka Justice Smith, kita dapat mengetahui bahwa Finch menyembunyikan sesuatu yang amat besar dalam pikirannya sendiri. Duet yang terjadi diantara kedua aktor ini sangatlah apik karena chemistry yang ada diantara mereka sangat kuat, seperti dua sejoli di SMA.

Tak hanya dengan akting, pembangunan suasana yang terjadi dalam film ini juga didukung oleh pemilihan musik yang ada. Musik membantu film ini secara audio untuk membangun suasana yang terasa hangat, ceria, hingga akhirnya tragis. Jujur saja, setelah selesai menonton film ini, saya langsung mencari playlist soundtrack-nya di Spotify karena lagu favorit Finch cocok dengan selera musik saya. Jadi, kalau kalian penasaran dengan lagu yang saya maksud, jangan lupa tonton filmnya ya!

Keberhasilan Brett Haley untuk menampilkan kota Indiana secara audio visual sayangnya tidak didukung oleh alur cerita yang ada. Memang film ini mengangkat isu yang sangat menarik, yaitu kesehatan mental yang pada tahun 2020 sedang hangat untuk diperbincangkan. Namun, alur cerita yang diangkat dari novel ini terasa sangat ringkas, cepat, dan agak dipaksakan sehingga penonton harus benar-benar menyimak film ini dari awal hingga akhir agar bisa paham dengan apa yang terjadi. Alur ceritanya memang membawa kita untuk mendalami karakter Violet, tetapi tidak dengan Finch. Setelah film ini selesai, saya masih penasaran dengan tokoh Finch. Apa latar belakang dari permasalahan yang ia hadapi? Sampai ia harus melakukan hal yang diluar dugaan kita semua. Hal ini membuat saya ingin sekali membaca novelnya untuk mencari informasi lebih lanjut mengenai tokoh Finch.

Saat menonton All The Bright Places, saya merasa dejavu karena film ini memiliki kemiripan dengan film Five Feet Apart karya sutradara Justin Baldoni. Keduanya sama-sama bercerita mengenai kisah cinta remaja yang berakhir sedih dan menguras air mata penonton, khususnya pada babak akhir. Namun, kedua film ini tetaplah berbeda. Five Feet Apart berlatar belakang medis karena menceritakan perjalanan cinta dari penderita cystic fibrosis yang harus menjaga jarak antar sesama penderita. Sedangkan, All The Bright Places berlatar belakang psikologi yang menceritakan kisah romantis antara dua remaja yang memiliki isu mental dan mereka lebih sering berada di alam bebas.

Melalui film ini, saya belajar bahwa setiap orang pasti menyimpan masalah dibenaknya masing-masing. Keputusan berada pada tangan orang tersebut, apakah ia mau untuk bersikap terbuka atau terus menyimpannya sendirian? Selain itu, dukungan dari orang tersayang dapat menjadi kunci bagi kita untuk bangkit dari keterpurukan sehingga saat mereka mengulurkan tangan, sebisa mungkin kita harus menerimanya karena bisa saja uluran tangan itulah yang menyelamatkan hidup kita.

“There is beauty in the most unexpected places and that there are bright places, even in dark times. And that if there isn’t, you can be that bright places.” – Violet Markey, All The Bright Places.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Ariadne Khatarina Moniaga

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Big Data Jadi Kunci Bluebird Bertahan

Sabtu, 21 September 2024 07:44 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler