Perjalanan Arya Purwalelana
Senin, 28 Oktober 2024 15:04 WIBPerjalanan orang Jawa mengelilingi Pulau Jawa yang ditulis dalam bentuk prosa pertama kalinya.
Judul: Perjalanan Arya Purwalelana Mengelilingi Jawa (1860-1875)
Judul Asli: Carios Bab Lampah-lampahipun Raden Mas Arya Purwalelana Jilid I dan Lampah-lampahipun Raden Mas Purwalelana Jilid II
Penulis: R.M.A.A. Candranegara V
Tahun Terbit: 2024
Penerbit: Sinar Hidoep
Tebal: xxxiii + 318
ISBN: 978-623-88040-2-3
Dalam pengantarnya, George Quinn menyoroti budaya penulisan perjalan dalam sastra Jawa. Quinn menyebutkan bahwa sejak jaman kuno, budaya menulis perjalanan di kalangan orang Jawa sudah menjadi sebuah tradisi. Quinn menyebutkan beberapa contoh, misalnya Desawarnana atau Negarakretagama di Jaman Majapahit, Serat Cebolang atau dikenal dengan nama lain sebagai Serat Centhini adalah beberapa contoh yang ditampilkan Quinn.
Sedangkan editor dari Sumber Hidoep menekankan kepada uniknya karya ini karena karya ini adalah karya tentang catatan perjalanan orang Jawa yang ditulis dalam bentuk prosa. Perubahan cara menulis ini tentu bisa dimaknai perubahan cara bersastra di kalangan penulis Jawa. Sebab sebelum-sebelumnya, catatan perjalanan selalu ditulis dalam bentuk puisi atau tembang.
Arya Purwalelana adalah nama samaran dari R.M.A.A. Candranegara V. Candranegara V melakukan setidaknya empat kali perjalanan dalam rentang waktu 1860-1875. Menurut catatan, perjalanan Candranegara V selalu diawali dan diakhiri di Salatiga. Buku ini memberikan peta perjalanan dengan penjelasan urutan wilayah yang dikunjungi oleh Candranegara V. Peta yang tertera di halaman xxxiii itu juga dilengkapi dengan kendaraan yang digunakan dalam perjalanan. Alat transportasi yang digunakan saat itu diantaranya adalah kereta kuda, kapal uap, kuda, rakit, perahu dan kereta api.
Perjalanan pertama dilakukan ke arah barat. Arya Purwalelana berangkat dari Salatiga menuju Semarang dengan mengendarai kereta kuda. Dari Semarang ia menuju ke Betawi dengan mengendarai kapal uap dan dari Betawi ke Bogor naik kereta api. Dari Bogor ke wilayah Priangan, Arya Purwalelana menumpang Kereta Pos. Kereta Pos yang ditarik kuda adalah sarana transportasi yang menggunakan Jalan Pos (jalan yang dibangun oleh Deandels). Candranegara V sempat beberapa hari di Kota Bandung sebelum akhirnya menuju Sumedang dan Cirebon. Selanjutnya ia menyusur Pantai Utara menuju Tegal, Pekalongan dan kembali ke Semarang.
Perjalanan kedua dilakukan ke arah timur. Jika pada perjalanan pertama dari Salatiga ke Semarang Candranegara V naik kuda, di perjalanan kedua ia memilih naik kereta dari Ambarawa ke Semarang. Dari Semarang ia menumpang kapal uap menuju Surabaya. Ia melanjutkan perjalanan ke Pasuruan dengan menyewa kereta kuda. Arya Purwalelana sempat mengunjungi Tengger dan Kota Probolinggo serta Besuki. Dari Besuki ke Banyuwangi ia mengendarai kuda sewaan. Sebab jalanan memang tak bisa dilewati kereta kuda. Jadi harus naik kuda. Dari Banyuwangi ia kembali ke Besuki dan kemudian ke Mojokerto. Dari Mojokerto ia menuju Kediri. Dari Kediri ia menyusuri Pantai Selatan untuk mengunjungi Kota Blitar, Trenggalek dan Tulungagung sebelum akhirnya kembali ke Surabaya. Dari Surabaya ia menuju Gresik dan kemudian ke barat menuju Rembang dan kota-kota di pesisir utara Jawa (Tuban, Lasem, Juwana, Pati, Kudus, Jepara dan Demak. Dari Demak ia kembali ke Semarang dan selanjutnya pulang ke Salatiga.
Purwa Lelana mengunjungi wilayah Surakarta pada perjalanannya yang ketiga. Ia mengendarai kereta kuda dari Salatiga menuju Boyolali dengan menyusuri lereng Gunung Merbabu. Sangat menarik bahwa ia berkomentar kondisi jalan di wilayah Surakarta yang lebih buruk dari wilayah-wilayah yang telah ia kunjungi (yang dikelola oleh Belanda). Ia berkuda dari Surakarta menuju Pacitan dan kemudian Madiun. Dari Madiun ia memilih untuk melanjutkan perjalanan ke utara, yaitu ke Bojonegoro. Dari Bojonegoro ia menuju Grobogan dan kembali ke Salatiga melalui Semarang.
Perjalanan ke empat dilakukannya untuk meninjau wilayah Jogjakarta. Dari Salatiga ia menuju Ambarawa dan kemudian mengambil arah selatan menuju Jogjakarta. Ia sempat mampir ke Candi Mendut dan Candi Borobudur. Purwa Lelana tidak menceritakan bagaimana ia balik dari Jogjakarta menuju Salatiga. Dalam buku ini, kisahnya diakhiri dengan membeberkan kondiri Kota Jogjakarta.
Arya Purwalelana mencatat hal-hal yang dijumpai dalam perjalanannya. Ia mencatat kondisi alam, infrastruktur dan sarana transportasi, kondisi kota dan perekonomian, kondisi sosial, dan bangunan-bangunan monumental. Beruntunglah kita para pembaca karena dalam versi terjemahan yang tersaji ini, ditampilkan foto-foto yang membantu kita untuk lebih merasakan kondisi saat perjalanan tersebut dilakukan. Atau setidaknya waktu yang berdekatan dengan masa perjalanan.
Dokumentasi perjalanan Purwa Lelana sungguh sangat rinci. Catatan perjalanan ini memberikan kita informasi tentang berubahnya kehidupan sosial ekonomi (dan militer) Pulau Jawa setelah adanya Jalan Pos yang dibangun oleh Deandels. Kita bisa tahu di wilayah mana saja ekonomi tumbuh atau stagnan. Kita bisa tahu di wilayah mana saja jalan-jalan terpelihara dengan baik atau rusak terbengkalai. 872
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Senja Yang Mendadak Bisu
2 hari laluDua Masa Di Mata Fe - Ketika Korban Jatuh Cinta Kepada Perusuh yang Membakar Rumahnya
Selasa, 3 Desember 2024 13:07 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler