Tan Peng Nio - Pejuang Perempuan Melawan Belanda
Rabu, 30 Oktober 2024 10:17 WIBTan Peng Nio berasal dari daratan Tiongkok. Ia datang ke Jawa dan bergabung dengan Laskar Kebumen Melawan Belanda di Kartasura.
Judul: Tan Peng Nio
Penulis: Ki Sudadi
Tahun Terbit: 2023
Penerbit: Tidar Media
Tebal: xii + 135
ISBN: 978-623-5521-71-8
Tokoh Tan Peng Nio adalah tokoh yang nyata dalam sejarah. Bukti-bukti keberadaan sosok perempuan pejuang ini nyata. Sebab ada kuburnya, ada juga keturunannya. Namun informasi detail tentang sosok ini belumlah banyak diketahui. Untuk mengetahui kehidupan Tan Peng Nio, perlu dilakukan penelitian sejarah yang mendalam.
Meski belum banyak informasi, namun potongan-potongan informasi yang ada telah dikemas dalam bentuk cerita fiksi. Buku-buku fiksi yang mengambil tema tentang Perang Tionghoa melawan Belanda setelah pembantaian orang Tionghoa di Batavia, sering memasukkan tokoh Tan Peng Nio. Dalam karya-karya fiksi tersebut Tan Peng Nio digambarkan sebagai perempuan yang gigih berjuang melawan Belanda bersama laskar Tionghoa di Jawa Tengah, khususnya saat menyerbu Keraton Karasura.
Salah satunya adalah naskah drama karya Remy Sylado yang berjudul ”9 Oktober 1740.” Dalam naskah drama ini Remy Sylado memasukkan tokoh perempuan bernama Hien Nio. Hien Nio adalah seorang pendekar perempuan yang ikut berjuang bersama laskar Tionghoa di Jawa Tengah. Tokoh Hien Nio digambarkan bersuamikan pemuda Belanda. Hien Nio disebutkan sebagai keponakan dari Kapiten Cina Nie Hoe Kong. Apakah tokoh Hien Nio ini adalah Tan Peng Nio? Sebab dalam kisah perjuangannya senyatanya tokoh perempuan ini sangat mirip dengan Tan Peng Nio. Ataukah Hien Nio adalah tokoh rekaan Remy Sylado karena terilhami tokoh Tan Peng Nio?
Ki Sudadi yang tinggal cukup lama di Kebumen mencoba merangkai informasi yang didapatkannya dalam sebuah novel berbahasa Jawa. Novel tersebut berjudul ”Tan Peng Nio.” Ki Sudadi memilih bertutur dengan gaya banjaran untuk merangkai informasi yang serba sedikit tersebut. Banjaran adalah cara pengisahan seorang tokoh mulai dari lahir sampai dengan matinya.
Mula-mula Ki Sudadi mengisahkan ketegangan suksesi kepemimpinan di Negeri Tiongkok di jaman Dinasti Qing. Kaisar Yongzen yang wafat ternyata meninggalkan wasiat bahwa Pangeran Hongli yang menggantikan dirinya menjadi Kaisar. Padahal banyak pihak yang berharap Pangeran Hongshilah yang menjadi Kaisar. Setelah Pangeran Hongli menjadi Kaisar dan mengambil gelar Kaisar Qianlong, melakukan pembersihan para pejabat negara yang tidak mendukungnya.
Salah satu pejabat negara yang dianggap tidak loyal adalah Tan Wan Swee. Tan Wan Swee adalah kepala pasukan phoenik, sebuah kesatuan elite yang menjaga negara. Untuk menghindari pertumpahan darah, Tan Wan Swee memilih untuk menyerah, saat kesatuannya digerebek oleh Pasukan Naga. Tan Wan Swee meminta salah satu anak buahnya yang bernama Bing Goe untuk membawa Tan Peng Nio, anaknya keluar dari Tiongkok.
Beng Goe berhasil menyelundupkan Tan Peng Nio ke Malaka melalui jalur perdagangan yang saat itu sudah ramai. Malaka saat itu sudah dibawah kekuasaan VOC (Belanda). Di Malaka Tan Peng Nio dididik oleh seorang Biksu/Biofong bernama Kurnia. Pada saat perayaan Imlek, Beng Goe melihat sepasukan Naga sudah hadir di Malaka. Maka Beng Goe membawa Tan Peng Nio ke Batavia.
Di Batavia Beng Goe mendirikan padepokan silat. Melalui padepokan inilah Beng Goe berkenalan dengan Nie Hoe Kong, Sang Kapiten Cina di Batavia. Beng Goe tidak bersedia saat diminta untuk menurut kepada Belanda yang berlaku semena-mena kepada masyarakat Tionghoa di Batavia. Beng Goe memilih untuk ikut melawan Belanda. Ia menyusul pasukan Tionghoa yang dipimpin oleh Khe Panjang. Untuk menjaga keselamatan, Tan Peng Nio berdandan layaknya seorang pemuda. Ia mengambil nama Tamping.
Saat masuk wilayah Jawa Tengah, rombongan Beng Goe memilih untuk mengambil jalur ke selatan. Rombongan ini akhirnya sampai ke Kutawinangun. Beng Goe dan anak buahnya bergabung dengan Ki Honggoyuda pemilik padhepokan Among Rasa. Bersama dengan pasukan Honggoyudo dan pasukan Kebumen yang dipimpin oleh Raden Mas Soleman Kartawangsa, putra Bupati Kolopaking II menyerbu pasukan Belanda dan pasukan Keraton Mataram Kartasura. Serangan tersebut berhasil merebut Keratorn Kartasura dari tangan Belanda.
Hubungan antara Tamping dengan Raden Mas Soleman Kartawangsa semakin akrab sejak mereka kembali ke Kebumen setelah menyerang Kartasura. Dalam sebuah gladen (berlatih silat), jatidiri Tamping ketahuan. Saat ia melawan RM. Soleman Kartawangsa, bagian rambut Tan Peng Nio terurai dan ketahuan bahwa sesungguhnya Tamping adalah seorang perempuan bernama Tan Peng Nio.
Tan Peng Nio akhirnya menjadi salah satu selir dari RM. Soleman Kartawangsa yang menjabat sebagai Bupati Kebumen menggantikan ayahnya. RM. Soleman Kartawangsa bergelar Pangeran Kolopaking III.
Kisah Tan Peng Nio yang diuraikan oleh Ki Sudadi di novel ini cukup memberi informasi kepahlawanan Tan Peng Nio saat berada di Kebumen. Namun tetap saja tidak memberikan informasi yang lebih detail tentang sosok perempuan pejuang ini.
Upaya yang telah dilakukan Ki Sudadi ini tentu harus dihargai. Sayang sekali dalam penulisan nama, Ki Sudadi tidak konsisten. Tan Wan Swee kadang ditulis dengan nama Tan Wan Soey. Beng Goe, sering ditulis sebagai Bing Goe dan kesalahan ejaan lainnya yang cukup mengganggu untuk menikmati novel menarik ini. 874
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Senja Yang Mendadak Bisu
2 hari laluDua Masa Di Mata Fe - Ketika Korban Jatuh Cinta Kepada Perusuh yang Membakar Rumahnya
Selasa, 3 Desember 2024 13:07 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler