Peran Bahasa bagi Masyarakat Indonesia
Minggu, 3 November 2024 20:58 WIBBahasa Melayu memainkan peran penting dalam pembentukan identitas nasional Indonesia.
Sebelum merdeka, wilayah Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, dan budaya. Bahasa Melayu, yang sudah lama digunakan sebagai bahasa pergaulan di wilayah Nusantara, menjadi dasar Bahasa Indonesia yang lebih mudah diterima di berbagai suku. Inilah beberapa peran pentingnya:
- Sebagai Bahasa Pemersatu: Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa penghubung (lingua franca) di wilayah kepulauan Nusantara sejak masa perdagangan dan kerajaan. Kemampuan bahasa ini untuk dipahami oleh berbagai etnis menjadikannya alat penting dalam menyatukan bangsa yang beragam.
- Sumpah Pemuda 1928: Bahasa Melayu resmi ditetapkan sebagai bahasa nasional Indonesia dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 melalui Sumpah Pemuda. Para pemuda dari berbagai daerah berikrar menggunakan “Bahasa Indonesia” sebagai bahasa persatuan, yang pada dasarnya merupakan Bahasa Melayu yang disesuaikan dengan kebutuhan nasional Indonesia. Keputusan ini menunjukkan komitmen untuk melepaskan diri dari bahasa kolonial (Bahasa Belanda) dan memilih bahasa sendiri.
- Identitas Nasional dan Alat Perlawanan Kolonialisme: Dengan memilih Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional (kemudian disebut Bahasa Indonesia), bangsa Indonesia menunjukkan identitas yang mandiri dari penjajah Belanda. Bahasa ini menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan kesadaran nasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi membedakan identitas Indonesia dari negara kolonial maupun dari bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara.
- Bahasa Resmi Negara dan Pendidikan: Setelah merdeka, Bahasa Indonesia (yang berasal dari Bahasa Melayu) diresmikan dalam UUD 1945 sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa pendidikan, Bahasa Indonesia membantu memperkuat persatuan dan memudahkan komunikasi lintas daerah. Dengan demikian, Bahasa Indonesia menjadi elemen identitas nasional yang memperkuat rasa kebangsaan.
Secara keseluruhan, Bahasa Melayu sebagai dasar Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam mengintegrasikan berbagai elemen budaya yang ada di Nusantara menjadi satu identitas nasional, sehingga memperkuat rasa persatuan dan kemandirian bangsa.
Perkembangan ejaan Bahasa Indonesia dari masa ke masa menunjukkan adanya penyesuaian dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat serta keinginan untuk menyederhanakan bahasa yang dapat dipahami lebih luas. Berikut adalah tahapan perkembangan ejaan dari masa Van Ophuijsen hingga PUEBI serta pengaruhnya terhadap budaya.
- Ejaan Van Ophuijsen (1901)
Ejaan ini adalah sistem ejaan bahasa Melayu yang pertama kali disusun oleh Charles van Ophuijsen, seorang ahli bahasa Belanda. Ciri utama ejaan ini adalah:
Menggunakan huruf "oe" untuk bunyi "u" (contoh: goeroe untuk "guru").
Pemakaian tanda diakritik (tanda baca) seperti é (éjaan untuk bunyi e pada kata méja).
Penerapan huruf dj, tj, dan sj untuk melambangkan bunyi [j], [c], dan [sy].
Van Ophuijsen membuat aturan ejaan yang memudahkan bahasa Melayu dalam tulisan Latin, meskipun dengan pengaruh tata bahasa Belanda. Ejaan ini digunakan hingga tahun 1947. - Ejaan Republik (1947)
Setelah Indonesia merdeka, Ejaan Van Ophuijsen mengalami penyesuaian menjadi Ejaan Republik yang diresmikan pada 1947. Ciri-cirinya adalah:
Huruf "oe" diganti dengan "u" (misalnya, goeroe menjadi guru).
Penggantian beberapa huruf seperti "tj" menjadi "c" (contoh: tjoetjup menjadi cucup) dan "dj" menjadi "j".
Penghilangan penggunaan tanda diakritik.Perubahan ini adalah bagian dari upaya memperkuat identitas bahasa Indonesia dan membuat ejaan lebih sederhana serta sesuai dengan fonetik. - Ejaan Melindo (1959)
Pada tahun 1959, sempat ada gagasan Ejaan Melayu-Indonesia (Melindo) sebagai upaya penyatuan ejaan antara Indonesia dan Malaysia. Namun, usaha ini tidak berhasil sepenuhnya karena perbedaan politik dan budaya. Meski demikian, ejaan ini menunjukkan langkah awal menuju konsistensi bahasa di Asia Tenggara. - Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) – 1972
Pada tahun 1972, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diresmikan. Beberapa cirinya adalah:
Penggantian huruf "j" untuk bunyi "y" (misalnya, djalan menjadi jalan).
"ch" untuk bunyi "kh" (misalnya, achir menjadi akhir).
Aturan pemakaian huruf kapital dan penulisan kata serapan lebih seragam.EYD membuat Bahasa Indonesia lebih efisien dan seragam, serta semakin mudah dipelajari. EYD ini berlaku secara resmi hingga 2015. - Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) – 2015
PUEBI adalah pembaruan dari EYD yang diresmikan pada 2015. Beberapa pembaruannya mencakup:
Penyederhanaan aturan penulisan kata serapan.Penyesuaian tanda baca dan penulisan huruf kapital untuk keperluan modern.Penambahan aturan yang menyesuaikan kebutuhan bahasa digital, seperti penulisan singkatan, akronim, dan kata dalam komunikasi daring.PUEBI mencerminkan perkembangan bahasa dalam era digital dan globalisasi, memastikan bahasa Indonesia tetap relevan di tengah perkembangan teknologi.
Pengaruh terhadap Budaya
Perkembangan ejaan Bahasa Indonesia mempengaruhi budaya nasional dalam beberapa cara:
Memperkuat Identitas Nasional: Setiap perubahan ejaan menegaskan usaha negara untuk memiliki bahasa dan identitas sendiri, yang berbeda dari kolonialisme atau pengaruh asing.
Menyederhanakan Komunikasi: Penyesuaian ejaan membuat Bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari, baik untuk penutur asli maupun asing. Ini mendukung penyebaran budaya Indonesia ke ranah internasional.
Memfasilitasi Perkembangan Sastra dan Media: Ejaan yang konsisten memudahkan penulis, penerbit, dan media dalam menyampaikan ide-ide mereka, sehingga memperkaya literatur dan budaya Indonesia.
Adaptasi Terhadap Teknologi: Dengan PUEBI, Bahasa Indonesia mampu mengikuti perkembangan teknologi dan bahasa digital, mendukung eksistensi budaya Indonesia di era globalisasi.
Secara keseluruhan, perubahan ejaan Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa bahasa berkembang seiring kebutuhan masyarakat, menjaga keteraturan sambil tetap adaptif terhadap dinamika budaya dan teknologi.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga konsistensi penggunaan Bahasa Indonesia di berbagai media agar bahasa ini tetap menjadi identitas nasional yang kuat dan berkembang sesuai dengan dinamika zaman. Berikut adalah beberapa langkah yang dilakukan:
- Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan yang mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia, seperti:
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang mengatur bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi pemerintah dan dokumen negara, kontrak bisnis, pendidikan, dan media massa.Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019 yang memperkuat implementasi penggunaan Bahasa Indonesia dalam komunikasi publik, termasuk di media massa, periklanan, dan ruang publik.Peraturan ini memastikan bahasa Indonesia digunakan secara konsisten dan diutamakan dalam berbagai situasi formal serta media publik. - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pemerintah memiliki Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang bertugas:
Menyusun pedoman penggunaan Bahasa Indonesia, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang menjadi acuan utama.Mengadakan berbagai program pelatihan dan penyuluhan untuk lembaga pemerintah, media, dan masyarakat guna meningkatkan keterampilan berbahasa sesuai aturan baku.Melakukan pemantauan terhadap penggunaan Bahasa Indonesia di media massa, iklan, dan publikasi lainnya untuk memastikan konsistensi dan ketepatan bahasa. - Kampanye Pengutamaan Bahasa Indonesia
Pemerintah aktif dalam mengampanyekan pengutamaan Bahasa Indonesia di ruang publik melalui berbagai kegiatan, seperti:
Bulan Bahasa dan Sastra yang dirayakan setiap Oktober, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.Gerakan Cinta Bahasa Indonesia yang melibatkan sekolah, universitas, dan komunitas, mempromosikan penggunaan Bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari dan karya sastra.Sosialisasi di media sosial dan televisi yang mengajak masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia dengan tepat di platform digital. - Pengawasan dan Penghargaan di Dunia Penyiaran
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga mengawasi penggunaan bahasa dalam siaran radio dan televisi. KPI memberikan teguran kepada media yang tidak sesuai dengan ketentuan bahasa atau banyak menggunakan bahasa asing tanpa keperluan khusus. KPI bekerja sama dengan pemerintah dalam menegakkan aturan ini.
Selain itu, penghargaan seperti Anugerah Bahasa Indonesia diberikan kepada lembaga yang berhasil menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik, seperti media massa, perusahaan, dan instansi pendidikan.
- Penyusunan Kamus dan Ensiklopedia Bahasa Indonesia Online
Dengan hadirnya KBBI daring (KBBI V) dan PUEBI dalam bentuk digital, masyarakat dapat dengan mudah mengakses pedoman bahasa baku. Penggunaan kamus daring ini mempermudah media, instansi, dan individu untuk memastikan ketepatan bahasa dalam berbagai konteks, terutama dalam media sosial dan artikel daring. - Pelatihan dan Workshop bagi Media Massa dan Jurnalis
Badan Bahasa dan organisasi jurnalis sering mengadakan pelatihan bahasa bagi pekerja media massa. Pelatihan ini mencakup penerapan ejaan, pemakaian istilah serapan, dan penulisan sesuai PUEBI untuk menjaga mutu dan konsistensi Bahasa Indonesia di media massa.
Pengaruh Upaya Terhadap Budaya
Melalui upaya-upaya ini, pemerintah tidak hanya menjaga konsistensi penggunaan Bahasa Indonesia tetapi juga memperkuat identitas dan rasa kebangsaan. Di sisi lain, pengawasan terhadap bahasa asing dan bahasa daerah mendorong masyarakat menghargai Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Hal ini membantu memperkaya budaya nasional dengan tetap adaptif pada perkembangan zaman, terutama di era digital dan globalisasi.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang baik di era digital dan globalisasi menghadapi berbagai tantangan seiring dengan perkembangan teknologi dan interaksi lintas budaya. Berikut ini adalah tantangan utama yang dihadapi:
- Pengaruh Bahasa Asing, Terutama Bahasa Inggris
Globalisasi membuat Bahasa Inggris banyak digunakan di berbagai bidang, terutama dalam teknologi, bisnis, dan media sosial. Istilah-istilah bahasa Inggris sering diadopsi secara langsung atau dicampur dengan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari dan media sosial (fenomena bahasa campuran atau code-switching). Hal ini bisa mengaburkan makna bahasa dan menimbulkan kesulitan dalam mempertahankan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. - Bahasa Gaul dan Slang di Media Sosial
Penggunaan bahasa yang tidak baku seperti bahasa gaul, slang, atau istilah internet populer (misalnya gaje, baper, santuy) sering mendominasi komunikasi di media sosial. Bahasa gaul ini seringkali jauh dari aturan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga bisa mempengaruhi cara berkomunikasi generasi muda dan berpotensi mengabaikan ejaan atau struktur yang baku. Akibatnya, kemampuan berbahasa Indonesia yang sesuai kaidah baku bisa melemah. - Penulisan Tidak Baku dalam Pesan Singkat dan Media Daring
Komunikasi cepat melalui aplikasi pesan (seperti WhatsApp, Telegram) atau media sosial sering menggunakan singkatan, pemenggalan kata, atau bahasa yang sangat informal untuk mempersingkat waktu. Penulisan yang tidak baku ini, meskipun praktis, dapat mengurangi kepekaan masyarakat terhadap penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam penulisan dan struktur kalimat. - Kurangnya Literasi Digital Bahasa Indonesia yang Baik
Literasi digital dalam Bahasa Indonesia masih memerlukan perhatian lebih besar. Banyak pengguna internet yang belum terbiasa mencari informasi atau sumber referensi dalam Bahasa Indonesia, dan ini seringkali mengarah pada penggunaan bahasa asing atau sumber yang tidak baku. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya literasi bahasa dalam dunia digital juga berdampak pada kualitas komunikasi daring dalam Bahasa Indonesia. - Minimnya Konten Berkualitas Tinggi dalam Bahasa Indonesia
Konten digital dalam Bahasa Indonesia, seperti artikel ilmiah, panduan teknologi, atau sumber referensi, masih relatif terbatas dibandingkan bahasa-bahasa asing. Akibatnya, masyarakat, terutama kaum muda, cenderung mencari informasi dari sumber-sumber berbahasa asing. Tantangan ini memperbesar kebutuhan untuk menciptakan lebih banyak konten dalam Bahasa Indonesia yang berkualitas agar bahasa tetap relevan dan berkembang di dunia digital. - Adaptasi Bahasa Indonesia terhadap Istilah Teknologi Baru
Perkembangan teknologi digital yang pesat sering kali membawa istilah-istilah baru yang sulit diterjemahkan secara langsung ke Bahasa Indonesia, seperti streaming, upload, downloading, atau algorithm. Meskipun Badan Bahasa mencoba mengadaptasi beberapa istilah, masih banyak yang langsung diadopsi dari bahasa asing tanpa terjemahan atau padanan yang jelas. Ini membuat bahasa Indonesia terlihat kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan teknologi. - Rendahnya Kesadaran Masyarakat akan Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baku
Di era digital, kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi tantangan besar. Kesadaran ini sering diabaikan, terutama di kalangan anak muda, karena tuntutan kecepatan dan tren penggunaan bahasa yang santai. Akibatnya, aspek penting bahasa, seperti tata bahasa dan struktur kalimat yang benar, sering terabaikan dalam komunikasi daring.
Upaya Mengatasi Tantangan
Pemerintah melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah berusaha menghadapi tantangan ini dengan memperkenalkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan terus mengembangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring. Kampanye literasi digital, penyediaan lebih banyak konten berkualitas dalam Bahasa Indonesia, dan sosialisasi penggunaan bahasa yang baik di media sosial juga dilakukan. Dukungan dari media dan institusi pendidikan juga penting dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik.
Pengaruh Tantangan terhadap Budaya
Tantangan-tantangan ini berpotensi mengubah cara generasi muda memahami dan memanfaatkan Bahasa Indonesia, sehingga perlu keseimbangan antara kemajuan teknologi dan pelestarian bahasa. Melalui kesadaran bersama, diharapkan Bahasa Indonesia dapat tetap relevan sebagai bahasa nasional dan identitas budaya di tengah perkembangan global.
Penyerapan kata asing ke dalam Bahasa Indonesia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap identitas Bahasa Indonesia, baik secara positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak utama dari proses penyerapan ini:
- Memperkaya Kosakata Bahasa Indonesia
Penyerapan kata asing memperkaya kosakata Bahasa Indonesia, terutama untuk istilah yang belum ada padanannya dalam bahasa lokal. Dengan masuknya istilah asing, seperti dalam bidang teknologi (contoh: internet, software, hardware), ekonomi (inflasi, deflasi, investasi), dan sains (genetika, molekul), Bahasa Indonesia menjadi lebih modern dan siap mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini meningkatkan daya saing Bahasa Indonesia di ranah internasional, karena dapat mengakomodasi istilah baru yang relevan. - Meningkatkan Kemampuan Beradaptasi dengan Perkembangan Global
Penyerapan kata asing memungkinkan Bahasa Indonesia untuk lebih mudah beradaptasi dalam konteks globalisasi. Sebagai contoh, istilah bisnis dan teknologi seperti startup, digital marketing, dan e-commerce memudahkan komunikasi dalam bidang-bidang ini di lingkungan internasional dan regional. Hal ini menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia mampu mengikuti perkembangan global dan tetap relevan dalam percakapan lintas negara. - Mengancam Keaslian Identitas Bahasa Indonesia
Salah satu dampak negatif penyerapan kata asing adalah berkurangnya keaslian Bahasa Indonesia. Masuknya istilah asing secara langsung tanpa adaptasi sering kali mengaburkan identitas dan karakteristik Bahasa Indonesia. Sebagai contoh, penggunaan kata asing secara berlebihan di media sosial atau iklan dapat membuat Bahasa Indonesia kehilangan ciri khasnya. Jika tidak dikelola dengan baik, penggunaan istilah asing ini bisa merusak struktur bahasa dan membuat generasi muda cenderung melupakan atau menganggap kata-kata asli Indonesia tidak relevan. - Membentuk Bahasa Campuran (Hybrid Language) atau Bahasa Gaul
Penyerapan kata asing sering kali membentuk campuran bahasa atau code-switching, di mana kata-kata bahasa asing digunakan bersama dengan Bahasa Indonesia. Fenomena ini sering terlihat di media sosial, percakapan sehari-hari, dan kalangan anak muda, yang menghasilkan bahasa campuran atau bahasa gaul. Penggunaan bahasa campuran ini berpotensi mengurangi pemahaman terhadap Bahasa Indonesia yang baku dan bisa mengganggu kejelasan komunikasi jika tidak diterapkan dengan baik. - Mendorong Upaya Pengembangan Bahasa Indonesia
Dengan banyaknya istilah asing yang masuk, muncul kebutuhan untuk menciptakan padanan kata atau adaptasi istilah dalam Bahasa Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa secara aktif menerbitkan padanan istilah untuk berbagai bidang, seperti “gawai” untuk gadget atau “swafoto” untuk selfie. Upaya ini bertujuan untuk mempertahankan identitas bahasa dan mengurangi ketergantungan pada bahasa asing. Dengan demikian, Bahasa Indonesia tetap memiliki karakter uniknya dan tidak sepenuhnya kehilangan jati diri. - Menimbulkan Kesulitan dalam Konsistensi Penggunaan Bahasa
Penyerapan kata asing yang tidak teratur atau tanpa panduan dapat menimbulkan inkonsistensi dalam penggunaan bahasa. Sebagai contoh, istilah asing seperti “online” dan “offline” banyak digunakan, tetapi masih ada kebingungan dalam menemukan padanan baku, seperti “daring” dan “luring”. Perbedaan penggunaan ini bisa mengganggu konsistensi dan pemahaman bahasa, terutama di media resmi atau akademik.
Pengaruh Penyerapan Kata Asing terhadap Budaya dan Identitas Nasional
Secara keseluruhan, penyerapan kata asing memiliki pengaruh besar terhadap identitas Bahasa Indonesia. Di satu sisi, ini membantu Bahasa Indonesia menjadi lebih dinamis dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat mengurangi keaslian Bahasa Indonesia dan memengaruhi identitas nasional. Upaya pelestarian bahasa melalui penyesuaian padanan kata dan pengutamaan istilah asli perlu diperkuat agar Bahasa Indonesia tetap menjadi simbol identitas budaya yang kuat, tanpa kehilangan keunikan dan kekhasannya di tengah arus globalisasi.
Sumber:
Kridalaksana, Harimurti. Pembentukan Bahasa Indonesia (2001).
Alwi, Hasan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015).
Alwasilah, A. Chaedar. Sosiologi Bahasa: Perspektif Bahasa Indonesia (2006).
Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pedoman Umum Pembentukan Istilah (2015).
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah A.R. Fachruddin
0 Pengikut
Peran Bahasa bagi Masyarakat Indonesia
Minggu, 3 November 2024 20:58 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler