Pengen jadi Penulis meskipun Mamaku pengen aku jadi orang kantoran.

Bangku Kosong di Hari Minggu

Minggu, 3 November 2024 21:26 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kapan ada waktu, bilang saja kau sudah Ateis.

“Bentar, gue lagi di gereja nih. Kelar ibadah, gue langsung kabarin elo deh..”

Tidak berniat menguping, Acai mendengar seseorang berbicara di panggilan itu. Sambil menyeruput kopi susunya, Acai melirik temannya yang duluan mengakhiri obrolan di panggilan suara tadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Basa-basi yang lama-lama udah terasa sangat basi dan mungkin tidak perlu dipertanyakan lagi.

“Ini kan hari Minggu, kok elo gak ke gereja?” tanya temannya Acai kepada Acai.

Dengan sikap tenangnya, Acai hanya fokus merasakan tarikan nikmat sigaret. Pertanyaan macam apa itu? Emangnya tidak ada pertanyaan yang lebih berbobot dari itu? Mungkin lebih baik bertanya dari hal yang sangat mendasar sebagai manusia yang berakal dan memiliki empati, apakah diriku udah makan? Barusan? Atau mungkin terakhir makan dua hari yang lalu karna tidak memiliki uang untuk membeli lauk?

“Daripada sibuk mempertanyakan absensi, lagi pula jika kursi itu kosong apa ruginya untuk mereka? Kecuali mereka ingin kaya, mereka harus memastikan berhasil menjadi promotor di hari Minggu di dalam gedung sana,” jelas Acai atas pertanyaan temannya.

Jeremia, temannya Acai, udah paham betul seperti apa jawaban Acai. Jeremia tetap menyayangi Acai sebagai teman baiknya walau pola pikir mereka sering bentrok satu sama lain. Acai memang seseorang yang sangat pemikir. Hingga pernah timbul di dalam benak Jeremia, apa ada sesuatu mungkin pengalaman traumatis yang mengubah Acai menjadi sangat kritis seperti ini?

Pertemanan mereka sudah 15 tahun. Apa ada yang belum dipahami oleh Jeremia tentang pribadi Acai?

Acai si bungsu, anak ketiga dari tiga bersaudara. Acai memiliki satu orang kakak laki-laki dan satu orang kakak perempuan. Terlahir di keluarga yang cukup religius, terutama abangnya. Setiap hari Minggu abangnya bisa lebih dari dua kali pergi ke gereja untuk beribadah. Dalam diamnya, Acai sering memperhatikan abangnya. Kenapa begitu rajinnya ibadah? Abangnya juga rajin berpuasa. Memori ingatan Acai tak akan pernah mati. Acai tahu persis seperti apa dulu pribadi abangnya. Dan sampai sekarang pribadi itu pun masih tetap sama meski sudah beratuskali beribadah dan berdoa.

Pintu yang pernah diketuk Acai, hanya disambut teriakan dan tendangan dari dalam. Kencang sekali sampai membuat Acai tersontak kaget. Itu bisa jadi menggoreskan trauma yang dibawa seumur hidupnya.

Belum lagi ingatannya tentang kata-kata makian yang terlontar dari bibir abangnya. Emosi yang memuncak, Acai selalu jadi tempat pelampiasan. Ini si bungsu yang menjadi saksi segalanya. Lalu bagaimana dengan dirinya?

Mungkin kakak laki-lakinya itu sudah berubah dan “bertobat”. Mungkin saja. Tampilan luar sekarang sudah menyakinkan layaknya seorang malaikat. Kata-kata yang keluar juga sudah dirangkai sesempurna mungkin agar terlihat suci dan bersih dalamnya. Karna orang-orang akan percaya setelah menilai luar seseorang.

Acai juga menyaksikan bagaimana kehidupan ayahnya. Saat dia berumur enam tahun, dia melihat ayahnya memiliki kris, samurai dan sejenisnya. Entah untuk apa itu semua. Tapi terkadang dia merasa itu hal yang keren karna ayah teman sebayanya tidak memiliki hal yang sama.

Apakah ayahnya pemuja setan? Atau terlibat dengan hal sejenis itu sampai ada barang-barang aneh dirumahnya dulu?

Acai ingat persis ada satu pendeta yang sering mengunjungi rumahnya demi bertemu ayahnya. Masih terlalu kecil diri Acai dan pikirannya, hanya pikiran seorang anak kecil murni tak berdosa. Tidak akan sampai kesana jika dipaksa untuk memahami apapun yang sedang terjadi pada saat itu. Dia melihat ayahnya sudah mulai sering berdoa dan pergi ke gereja. Dulu pemarah, sesekali Acai menyaksikan aksi sempoyangan ayahnya, tapi entah kenapa ayahnya masih tetap baik walaupun perilakunya begitu. Acai tahu persis bahwa ayahnya baik sekali padanya, hanya itu yang dia tahu.

Hingga kejadian yang membingungkan terjadi. Ini pesan dari siapa? Dengan siapa ayahnya mengobrol di pesan singkat yang dia baca? Ini apa? Saat itu Acai meminjam ponsel ayahnya. Dia ingat persis bahwa ada pesan dari seorang wanita yang saling berbalasan dengan ayahnya. Siapa wanita itu? Isi pesannya terasa aneh sekali, layaknya sebuah perselingkuhan. Acai mungkin udah memiliki konsep berpikir tentang sebuah perselingkuhan. Acai hanya diam dan kesal sendirian. Memilih diam dan mulai mendiamkan ayahnya. Walau gagal terus, Acai memang menyayangi ayahnya sampai ayahnya pergi dari rumah dan akhirnya hidup bersama wanita itu.

Satu hal yang kini Acai pertanyakan setelah dirinya dewasa, ayahnya beragama apa? Tuhan yang mana disembah oleh ayahnya? Dan saat meninggal, ayahnya ingin dikubur dengan cara seperti apa?

Dan ibu maupun kakak perempuannya Acai dari dulu memang tidak terlalu terlihat religius. Acai tidak ada masalah dengan semua itu. Tapi dari dulu Acai memang tidak terlalu dipaksakan untuk menjadi religius, dia berhak memilih. Rajin sekolah minggu, menghafal ayat-ayat firman Tuhan, dia melayani bertahun-tahun dirumah Tuhan. Termasuk menjadi guru sekolah minggu dan menjadi guru les privat di gereja. Itu fasilitas yang sangat menguntungkan bagi anak-anak yang kurang mampu membayar guru les, gereja menjadi solusinya.

27 tahun Acai hidup, pengalaman apa saja yang dia miliki yang telah melibatkan semua panca inderanya?

Semuanya membuat dirinya terguncang. Dia hanya ingin menjaga hatinya agar tetap murni, katanya. Orang-orang tahu kalau Acai bukan tipe manusia yang munafik. Acai selalu menarik diri dari orang-orang yang tidak sefrekuensi dengannya, kecuali Jeremia.

Matanya mungkin akan menatap seseorang dengan sangat tajam mencekam, tapi pandangannya itu sangat menggambarkan hati nuraninya yang bersih. Jika suatu saat nanti dipertanyakan, orang-orang bebas menilai. Tidak penting baginya memberi makan rasa penasaran semua orang. Biarkan mereka menggila.

Mungkin sekarang masih disimpan, janji tak akan sembunyi. Kalau ada waktu, Acai akan bercerita mungkin sambil menangis.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Acha Hallatu

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

img-content

Lo Memang Harus Pergi

Sabtu, 30 November 2024 09:21 WIB
img-content

Boboknya Jam 10 Ya Sayang

Jumat, 29 November 2024 20:37 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
Lihat semua