Kedaulatan Digital: Kebebasan Berkekspresi versus Kontrol Negara (1)
Jumat, 8 November 2024 10:21 WIBDi medsos, topik ini bisa berkembang menjadi diskusi yang melibatkan keamanan data, hak privasi, dan pengaruh besar platform global. Tak aneh, kerap muncul benturan antara keterbukaan informasi dengan kontrol pemerintah yang terlalu ketat.
***
Ada tiga sisi yang biasanya jadi sorotan soal isu kedaulatan digital. Pertama, negara-negara kini semakin gencar bicara soal kedaulatan digital sebagai upaya melindungi data warga negara dari pengaruh luar atau pengawasan asing.
Di medsos, topik ini bisa berkembang menjadi diskusi yang melibatkan keamanan data, hak privasi, dan pengaruh besar platform global (seperti Google, Facebook, atau TikTok) yang dianggap menguasai informasi dan preferensi masyarakat lokal. Tantangan yang muncul adalah benturan antara keterbukaan informasi dengan kontrol dan regulasi pemerintah yang kadang dianggap terlalu ketat atau menyensor.
Kedua, setiap pengguna sebenarnya punya semacam "kedaulatan" dalam hal mengelola kontennya sendiri: memilih informasi apa yang ingin mereka bagikan, dan di mana mereka mau mengaksesnya. Tapi, di balik itu, algoritma medsos justru sering mengatur konten yang dilihat, berpotensi membentuk opini publik, atau bahkan mempolarisasi masyarakat.
Fenomena tersebut bisa mengaburkan batas antara kebebasan berpendapat dan manipulasi opini, lalu menciptakan perdebatan: sejauh mana pengguna benar-benar "berdaulat" atas apa yang mereka konsumsi?
Ketiga, di medsos, banyak orang menciptakan persona yang bisa saja berbeda dengan identitas asli mereka. Fenomena ini mendorong diskusi soal "kedaulatan identitas" ketika individu seolah punya kebebasan untuk membentuk citra diri yang mereka inginkan.
Namun, muncul pula sisi problematikanya: tekanan untuk tampil sempurna, standar hidup tinggi, dan ekspektasi sosial yang terkadang menyiksa. Jadi, apakah mereka sungguh-sungguh berdaulat atas identitas mereka atau hanya "terpenjara" dalam ekspektasi palsu?
Diskusi tentang kedaulatan di media sosial rentan berubah jadi perdebatan emosional. Misalnya, perdebatan tentang regulasi platform sering kali mempertemukan argumen soal kebebasan berekspresi melawan kebutuhan kontrol.
Belum lagi, soal bagaimana kedaulatan bisa jadi alat politik. Negara atau tokoh bisa memanfaatkan sentimen kedaulatan untuk meraih simpati dan dukungan. Tetapi, di sisi lain, bisa pula digunakan untuk membatasi kebebasan orang lain.
Pada akhirnya, berbicara soal kedaulatan di media sosial adalah sebuah topik yang luas dan berbobot, menarik bagi siapa pun yang tertarik pada bagaimana kekuasaan, kebebasan, dan hak individu berinteraksi di ranah digital. Dan, tulisan ini pun hanya merupakan catatan kecil sebagai pengantar dari serial tentang rumitnya lika-liku "kedaulatan digital" di medsos.
Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis
3 Pengikut
Wajah-wajah Lama di Balik Razia PSK
12 jam laluTerjebak di Lembah YouTube
Kamis, 28 November 2024 16:34 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler