Kedaulatan Digital: Ketika Pagar Negara Makan dari Judi Online (4)

Jumat, 8 November 2024 15:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yang terbaru di Indonesia adalah terbongkarnya komplotan pelindung situs judi online di Kemenkomdigi. Hal ini menjadi sorotan bahwa ternyata kedaulatan digital bisa diperujalbelikan.

***

Kita hidup di era yang penuh ironi. Di saat media sosial (medsos) begitu memudahkan kita untuk berbicara dan berinteraksi, ruang digital yang luas ini justru membuat kita rentan terhadap informasi berbahaya. Salah satunya, adalah situs perjudian online (judol) yang makin marak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah Indonesia telah lama menyadari risiko ini dan memberikan wewenang kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menutup akses (blokir) terhadap konten-konten berbahaya. Seharusnya, tangan pemerintah menjadi benteng terakhir yang menjaga kedaulatan ruang digital kita.

Tetapi, seperti yang baru-baru ini terungkap, apa jadinya jika tangan yang diamanahkan justru menyalahgunakan wewenangnya? Ya, (baru) sebanyak 16 orang pejabat dan pegawai Kemenkominfo (kini Kemenkomdigi), dirungkus polisi. Alih-alih memblokir semua situs judol, tapi seribuan di antaranya dipelihara sebagai ATM yang membuat mereka tajir oleh gelontoran duit bandar. 

Dengan kata lain, mereka tidak sekadar membiarkan situs-situs sejumlah situs judol itu lolos, tetapi juga memanfaatkan wewenangnya untuk mendapat keuntungan pribadi sebagai beking. Kasus ini tidak hanya menjadi masalah moral atau kriminalitas pegawai, tetapi juga sebuah tamparan keras bagi konsep kedaulatan digital di negeri ini.

Kedaulatan Diperjualbelikan

Apa artinya sebuah negara jika kedaulatannya bisa diperjualbelikan? Ketika kita berbicara tentang kedaulatan digital, yang kita maksud adalah hak dan kewenangan negara untuk mengatur dan menjaga ruang digital agar aman bagi masyarakatnya.

Dalam hal ini, kepercayaan publik terhadap perlindungan dari konten berbahaya menjadi taruhannya. Kebocoran yang diakibatkan oleh "tangan" di dalam institusi pemerintah, seakan menempatkan kita dalam situasi yang serba salah: berharap pada pelindung, tetapi justru dikhianati.

Publik yang merasa resah terhadap maraknya judol kini mungkin bertanya-tanya, sejauh mana perlindungan yang diberikan oleh negara di ruang digital? Ketika pegawai yang diamanahkan untuk menutup akses justru "bermain mata" dengan bandar judi, masyarakat menjadi korban dari sistem yang rapuh.

Jika oknum bisa memperjualbelikan kewenangan seperti itu, lalu apa yang bisa dijanjikan dari kedaulatan digital? Kasus ini menunjukkan bahwa kedaulatan digital lebih dari sekadar kontrol atau pemblokiran situs ilegal.

Di dalamnya ada aspek moral dan tanggung jawab yang besar terhadap masyarakat. Ketika 16 punggawa Kemenkomdigi itu membiarkan situs judi tetap beroperasi, mereka bukan hanya mengabaikan tugas, tetapi juga membuka celah untuk merusak sendi-sendi kedaulatan digital.

Apakah kita bisa menyebut ruang digital kita berdaulat jika, di dalamnya, kepentingan publik justru bisa terabaikan demi keuntungan segelintir pihak?

Di era ketika arus informasi begitu deras, masyarakat seharusnya merasa aman ketika mengakses internet, mengetahui bahwa negara berada di sisi mereka untuk menjaga ruang ini dari konten-konten ilegal dan merusak. Tetapi kebocoran ini mengajarkan kita bahwa kedaulatan digital tanpa integritas hanyalah ilusi. Pengawasan yang baik harus datang dengan akuntabilitas. Tanpa itu, kedaulatan hanya akan menjadi kata tanpa makna.

Mengembalikan Kepercayaan Publik

Dampak terbesar dari kasus "pagar negara makan dari judol" adalah keretakan kepercayaan publik terhadap negara sebagai pelindung ruang digital. Saat ini, masyarakat menuntut lebih dari sekadar kata-kata manis atau janji-janji pembenahan.

Ada tuntutan nyata untuk perubahan sistem yang lebih ketat, pengawasan yang transparan, dan penegakan hukum yang tegas bagi siapa saja yang menyalahgunakan kekuasaan di ranah digital. Inilah yang mengemuka dalam hearing pemerintah dengan DPR.

Pemulihan kepercayaan publik hanya bisa dilakukan jika ada tindakan nyata untuk menindak tegas para pelaku dan mereformasi pengawasan dalam tubuh pemerintah. Masyarakat harus diyakinkan bahwa ruang digital ini aman: ada keadilan bagi mereka yang mematuhi aturan dan sanksi bagi mereka yang mengkhianati tugas.

Kedaulatan digital Indonesia tidak boleh hanya menjadi bualan di atas kertas, tetapi harus menjadi perlindungan nyata yang dirasakan oleh setiap warganya. Di sisi lain, masyarakat juga harus lebih kritis dalam memahami risiko di ruang digital.

Sebagai pengguna internet, kita perlu sadar bahwa kebocoran data, praktik manipulasi, dan konten berbahaya bisa mengintai di mana saja. Kedaulatan digital juga membutuhkan partisipasi aktif dari kita sebagai pengguna.

Bersama-sama, kita bisa lebih kritis dan lebih berhati-hati dalam memilih platform atau layanan yang digunakan. Kesadaran ini tidak akan membuat ruang digital kita sempurna, tetapi setidaknya memberi kita kendali lebih besar atas pengalaman kita di dunia maya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Asep K Nur Zaman

Penulis Indonesiana l Veteran Jurnalis

3 Pengikut

img-content

Terjebak di Lembah YouTube

Kamis, 28 November 2024 16:34 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler